Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Saturday 25 June 2011

To GOD be The Glory

GLORY TO GOD

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya."
(Roma 11:36)

´Glory to God´ menjadi satu istilah, satu pemikiran yang begitu unik di dalam kekristenan dan tidak ditemui pada agama-agama lain. Agama lain lebih merasa takut kepada Tuhan, karena ilah mereka memberikan unsur kontrol kepada kepribadian. Tetapi dalam kekristenan tidaklah demikian. Dalam Kitab Yes 43:7 dikatakan dengan jelas, "Semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku." Sebab itu, di dalam diri manusia, kita melihat peta dan teladan Tuhan, yaitu pancaran kemuliaan Tuhan yg mewakili sang Pencipta. 

Apakah arti kemuliaan Tuhan itu? Istilah kemuliaan memang abstrak, tidak konkret, dan tidak berwujud. Tetapi, kemuliaan merupakan satu hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi hidup kita. Mengapa kita takut nama kita dicemarkan oleh orang lain? Mengapa kita takut difitnah orang? Mengapa kalau ada orang yang salah ketika memberi informasi tentang kita, kita marah? Mengapa kita selalu membela sesuatu yang seharusnya tidak dirugikan, tetapi sudah dirugikan? Mengapa kita selalu berdebat? Ini semua karena ada unsur abstrak, unsur yang melampaui kekonkretan jasmaniah yang memang berada di dalam kebudayaan. Kita membutuhkan nama baik, membutuhkan kredibilitas, dan membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Semua itu karena apa? Unsur kemuliaan. Meskipun sama-sama manusia, tetapi ada yg begitu bercahaya karakternya, ada yg begitu gelap hidupnya, ada yg begitu menyenangkan orang lain, dan ada yang membuat orang lain begitu benci, ini semua karena ada unsur abstrak atau tidak konkret yang ikut berperan di dalam dunia ini.. Jadi, yang konkret tidak lebih penting dari yg abstrak dan yg abstrak jauh lebih berperan daripada yg konkret ini. Itu sebabnya, kemuliaan justru tidak disangkutpautkan dengan materi. Orang biasa beranggapan kalau mempunyai giwang dengan berlian yang beberapa karat besarnya, atau mempunyai mutiara yang begitu cemerlang, tentu akan menarik orang, karena itu adalah kekayaan yang besar. Tetapi tidaklah demikian, kemuliaan tidak terletak pada berlian, pada perhiasan, atau pada pakaian yang bagus, kemuliaan justru terletak di dalam unsur abstrak: karakter atau kepribadian seseorang. Itu sebabnya, kita akan memikirkan tentang kemuliaan.

Mengapa segala kemuliaan harus kembali kepada Tuhan Allah? Kemuliaan mempunyai substansi yg menjadi pangkalan bagi penghargaan. Kita menghormati atau menghargai seseorang, justru karena dibalik orang yang kita hormati itu terdapat suatu substansi rohaniah yang melampaui nilai jasmani. Dan substansi rohaniah itu adalah Tuhan sendiri. Apakah arti kemuliaan? Kemulian berasal dari Tuhan n Tuhan sendiri adlh penghargaan yg tertinggi, nilai yang tertinggi, diri-Nya merupakan sumber segala penghargaan dan kehormatan. Sebab itu, tatkala manusia diciptakan menurut peta & teladan Allah. Alkitab menulis, "Allah memahkotai manusia dengan kemuliaan dan kehormatan." Manusia mempunyai kehormatan dan kemuliaan sebagai mahkota. Mahkota ini berasal dari Tuhan. Itu sebabnya, Tuhan adalah sumber kehormatan, sumber penghargaan, sumber kemuliaan. Yesus Kristus berkata, "Kemuliaan yang Kuterima, bukan dari manusia, melainkan dari Allah saja."

Injil Yohanes pasal 17 merupakan satu-satunya pasal yang mencatat bahwa Anak Allah yang suci itu berbicara kepada Allah Bapa yang suci. Semua isi doa itu diwahyukan kepada manusia. Sebenarnya, apa yang dibicarakan antara Allah Anak, Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus selalu tidak kita ketahui. Tetapi, pasal 17 merupakan satu-satunya pasal, di mana seluruh pasal, kecuali kalimat pertama, berisi doa sang Anak kepada Bapa dalam bentuk literatur manusia, tetapi isinya adalah komunikasi antara Anak dan Bapa. Dalam pasal itu, kita melihat doa yang luar biasa. Yesus Kristus mengatakan, "Muliakanlah Aku, sebagaimana Aku di dunia sudah memuliakan Engkau. Tuhan Yesus meminta supaya Bapa memuliakan Dia, apakah sebabnya? Sebab Dia sudah memuliakan Bapa. Maka, di sini kita dapat melihat, kemuliaan bersubstansi realita pada diri Bapa. Bapa menciptakan manusia dan mengutus Yesus ke dalam dunia ciptaan- Nya, justru untuk menyatakan kemuliaan Bapa itu sendiri. Sebab itu, sesuai dengan Kitab Yes. 43:7, eksistensi hidup kita justru untuk memuliakan Tuhan Allah. Tetapi, hal ini sering tidak kita sadari atau insyafi.

Dalam Injil Yoh 12:28, Yesus Kristus berkata, "Bapa, muliakanlah nama-Mu". Maka terdengarlah suara dari surga, "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi." Tuhan Allah, sumber kemuliaan menginginkan manusia untk memuliakan Dia. Barangsiapa memuliakan Tuhan, Tuhan rela memuliakan Dia pula. Kemuliaan bersubstansi Tuhan Allah dan kemuliaan itu diwujudkan atau dinyatakan, sehingga kemuliaan menjadi suatu dasar kebudayaan, kredibilitas kepribadian, dan keagungan dari pada sejarah dan pemancaran moral. Kemuliaan itu diwujudkan melalui beberapa tahap:

1. Allah menyatakan kemuliaan-Nya melalui inkarnasi.
Selain penciptaan, di mana Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk menyatakan kemuliaan-Nya, pernyataan kemuliaan yang paling konkret di dalam sejarah adalah melalui inkarnasi. Dari Injil Yohanes 1:14,18, kita melihat: pertama, substansi kemuliaan adalah Allah sendiri. Pernyataan kemuliaan, pertama-tama dapat kita lihat di dalam inkarnasi, yaitu Kristus menjadi manusia. Allah datang ke dalam dunia manusia, Roh menjadi daging, yang tidak kelihatan sekarang menjadi kelihatan, dari dunia mutlak masuk ke dalam dunia relatif. Dia menjadi manusia. Di sini dikatakan, kita sudah melihat kemuliaan Allah di dalam diri Kristus, Anak Allah yang tunggal yang dikaruniakan kepada manusia. Dalam ayat 18 dikatakan, "Tidak ada orang yang pernah melihat Allah, hanya Kristus, Anak tunggal Allah, yang berada di dalam pangkuan Allah itu, menyatakan Tuhan Allah kepada kita." Baca lagi, Kitab Ibrani 1:1-3. Ayat yang paling jelas, menjelaskan siapakah Kristus di dalam alam semesta. Kita melihat Kristus, jauh lebih besar daripada apa yg kita tahu.

Berapa Besarnya Kristus?" berapa besar menurut pengertian Anda, akan mempengaruhi iman dan nilai hidup dalam seumur hidup Anda. Seluruh hidup Anda akan ditetapkan penilaiannya dengan pengertianmu tentang berapa besar Kristus, Kristus selalu lebih besar daripada apa yang bisa kita bayangkan. Kalau kita mengira Kristus sedemikian besar, Dia lebih besar daripada itu. 

Siapakah Kristus?
a. Kristus ditetapkan berhak mewarisi sesuatu.
b. Kristus ditetapkan menjadi pencipta segala sesuatu.
c. Kristus ditetapkan menjadi penopang segala sesuatu.

Kristus adalah Kristus kosmos, Kristus alam semesta, Pencipta alam semesta, Penopang alam semesta, dan Pewaris alam semesta. Segala sesuatu adalah dari Dia, segala sesuatu bersandar kepada Dia, dan segala sesuatu kembali kepada Dia. Puji Tuhan! Di sini kita dapat melihat bahwa Dia adalah cahaya dari kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, yaitu ´Allah berada di dalam cahaya yang tidak kelihatan, tetapi Kristus adalah cahaya Allah yang dapat kita lihat. Umpama saya bertanya kepada Saudara, pernahkah Saudara melihat matahari? Saudara akan menjawab, setiap hari saya melihat matahari, bahkan sejak kecil saya sudah melihatnya. Saya bertanya lagi, sanggupkah Saudara menatap matahari? Saudara mulai merasa ragu, apa maksud pertanyaan ini? mengapa Anda menanyakan hal ini? Saya berkata, Saudara belum pernah melihat matahari secara langsung. Dari ketiga pertanyaan tadi, pernahkah melihat matahari? Betulkah Saudara sudah melihatnya? Saudara belum pernah melihat langsung, tapi Saudara pasti tahu, ada suatu rahasia dibalik pertanyaan itu. Sebenarnya, kita tidak pernah melihat matahari, kita hanya melihat cahaya matahari. Yang kita lihat bukan mataharinya, tapi cahayanya. Kita belum pernah melihat matahari, kita hanya melihat satu substansi yang bercahaya begitu jelas, waktu kita melihat, kita tahu itu matahari, padahal yang kita lihat bukan elemen dari matahari sendiri, namun hanyalah cahaya yang mengeluarkan sinar, yg bersumber & beradiasi dari matahari. Itu sebabnya, tak seorang pun yang bisa melihat Allah, yg kita lihat adalah cahaya Allah itu sendiri. Ayat tadi mengatakan, "Dia adalah cahaya kemuliaan Allah, dan gambar wujud Allah", itu sebabnya kita masuk ke bagian lebih yg dalam.

Pada waktu inkarnasi itu sudah terjadi, maka keberadaan Yesus, itu adalah wujud yang konkret, wakil yang mewakili kemuliaan Allah. Sebab itu, Yesus Kristus berani mengatakan satu kalimat, yang belum pernah, tidak mungkin, tidak akan pernah mungkin, tidak ada yang berani atau boleh diucapkan oleh siapa pun di dalam sejarah. "Kamu melihat Aku, bukan melihat Aku, melainkan melihat Dia, yang mengutus Aku." Dari fenomena agama umum, orang Yahudi tak mungkin pernah mengerti kalimat itu. Karena mereka tahu, Allah tidak bisa dilihat. Saat manusia melihat Allah dengan mata jasmani, saat itu pula manusia mati. Inilah pengertian orang Yahudi. Itu sebabnya, waktu Yesus mengatakan kalimat itu, mereka mengatakan Dia menghujat Allah. Padahal, Yesus Kristus tidak menghujat Allah. Tetapi Dia mengatakan satu fakta, karena Dia adalah satu- satunya cahaya kemuliaan Allah, satu-satunya wujud Dia, Dia adalah satu-satunya cahaya kemuliaan Allah, satu- satunya wujud substansi Allah, dan satu-satunya yang bisa menyatakan Allah yang tidak tampak. Kristus adalah wakil Allah di dalam dunia.

Kemuliaan yang bagaimana yang dipancarkan Yesus? "Kemuliaan dipancarkan melalui hidup-Nya, melalui sengsara-Nya." Pada waktu Dia diumpat, difitnah, Dia sangat tenang. Kemuliaan Yesus, kemuliaan Ilahi mutlak dan tidak terbatas. Perhatikan teladan Yesus yang menyatakan kemuliaan Allah, pernah dinyatakan sampai puncaknya secara konkret di Alkitab. Injil Matius 17:2 mengatakan, "Wajah-Nya seperti matahari, pakaian-Nya seperti terang yang besar." Di dalam Alkitab, hal seperti ini pernah terjadi 3 kali: Pertama kali, waktu Yesus masih hidup di dunia. Kedua, waktu Dia memanggil Paulus. Lalu ketiga, waktu Dia menyatakan diri kepada Yohanes, rasul termuda di pulau Patmos. Ketiga-tiganya memberikan satu kesan bahwa Dia lebih bercahaya dibanding dengan matahari, sehingga pada waktu siang hari, waktu paling terang, Paulus justru melihat cahaya yang lebih terang daripada matahari. Bukan saja demikian, Yohanes melihat, Dia mempunyai mata seperti api yang menyala-nyala. Yesus Kristus adalah kemuliaan yang diwujudkan di dalam dunia. Pada waktu Petrus tua, dia melukiskan istilah kemuliaan hanya satu kali saja, istilah yang luar biasa berbeda dengan semua istilah yang ada di dalam Kitab Suci. 2Petrus 1:16, dalam terjemahan bahasa Indonesia "kebesaran- Nya", tetapi dalam bahasa Inggris "His majesty". Kata ´majesty´ dipakai untuk melukiskan keagungan seorang raja. Pada waktu Petrus menulis ayat ini, ia berkata, "Karena kami pernah melihat dengan mata sendiri, satu ´majesty´ atau kemuliaan yang dahsyat dari Tuhan sendiri." Mengapa Petrus yang menuliskan hal ini? Karena Petrus, Yakobus, dan Yohanes tiga orang yang pernah melihat Yesus Kristus menyatakan kemuliaan Allah, melalui perubahan wajah; transfiguration; ´change His figure´. Bukan saja demikian, kita juga dapat membaca dari Wahyu 1:16-17, Kristus menyatakan diri dengan begitu mulia.

2. Apa yang disebut dengan kemuliaan Allah?
Pertama, kemuliaan Allah di dalam diri Kristus melalui inkarnasi. Kedua, kemuliaan Allah di dalam anugerah penebusan. Ini merupakan kemuliaan yang paling puncak, yang boleh kita terima di dalam pengalaman kita masing-masing. Kita bukan hanya mengenal Dia, tetapi kita mengalami. Kita bukan hanya mengetahui Dia, tetapi kita memiliki Dia melalui anugerah kemuliaan. Baca Efesus 1:6. "Kasih karunia yang mulia atau anugerah kemuliaan Tuhan. Apakah ini? Ini adalah kemuliaan yang bersifat paradoks. Anugerah kemuliaan di dalam penebusan itu bersifat paradoks artinya, justru semua kemuliaan itu tersimpan. Hal ini, dalam theologia Martin Luther disebut sebagai ´the hiddeness of God´: suatu ketersembunyian dari Tuhan Allah. Martin Luther menggambarkan dua macam hal yang kita kenal tentang Kristus, ´the glory of Christ and the cross of Christ´. Kita harus mengerti mengenai Kristus yang tersalib dan Kristus yang mulia. Banyak orang hanya mau Kristus yang mulia, tetapi tidak mau Kristus yang tersalib. Martin Luther mengatakan, "Dua-duanya penting. Sebagaimana kita menyaksikan bulan, yang menghadapkan kita pada satu aspek, sedangkan aspek yang lain tidak pernah bisa kita lihat, kecuali kita melintasinya dengan roket yang melebihi tempat itu, barulah kita bisa melihat belakangnya." Demikian juga Allah menyatakan kepada kita, aspek-aspek yang rela Dia wahyukan, tetapi aspek yang tidak dinyatakan, kita tidak tahu itu. Itu disebut sebagai ´the hiddenness of God´.

Perhatikan, kemuliaan Allah yang kita lihat adalah Kristus yang menjadi contoh teladan moral dan hidup yang mewakili Allah di dalam dunia ini dan yang dahsyat kemuliaan-Nya, yang pernah Dia nyatakan kepada tiga orang murid-Nya dan Paulus. Tetapi kita mau melihat sifat paradoks dari aspek yg lain, yaitu kemuliaan yg terembunyi. Ketika raja menutup pakaian kerajaannya dengan pakaian pengemis, jangan Anda kira bahwa dia adalah seorang pengemis. Biar pun secara lahiriah, dia seorang yg miskin, tetapi dia adalah tetap seorang raja yg berhak duduk di atas tahta. Demikian juga pada waktu kita melihat kemuliaan yang tersembunyi, itu berarti kemuliaan paradoks. Pada waktu Yesus dipaku di atas kayu salib, di manakah kemuliaan Allah? Tidak ada. Pada waktu itu, seluruhnya sudah menjadi tertutup, kebijaksanaan dan kuasa-Nya tidak kelihatan dan segala kemungkinan kemuliaan sudah tertudung, sehingga orang melihat salib, tempat yang bukan menyatakan kemuliaan, melainkan tempat yg memalukan. Salib adalah tempat yang sangat memalukan, tetapi Allah justru menyatakan bahwa inilah anugerah kemuliaan (bdk 1Kor 1:25).Kemuliaan penebusan adalah kemuliaan yang ditudung anugerah yang tersembunyi, yaitu kemuliaan yang menjadi ujian bagi iman seluruh umat manusia.

3. Dengan apa kita memuliakan Allah?

Sekarang, kita masuki bagian terakhir, saya akan membahas dengan ringkas, dengan apa kita memuliakan Allah?
a. Dengan hidup yang ada, hidup yang diciptakan.
b. Dengan pengalaman penebusan, kita memuliakan Allah.
c. Dengan perbuatan dan kesempatan untuk bersaksi (Matius 5:13-16).
d. Di dalam kesengsaraan dan dengan mulut kita.

Kita perlu menderita bagi Tuhan supaya bisa mendapat kemuliaan. Sebab itu, waktu kita menderita bagi Tuhan, biarlah kita memakai mulut kita untuk memuliakan Allah. Pada waktu penganiayaan, kita tetap harus memuliakan Allah. Puji Tuhan! Ia ada dalam seumur hidup kita, kita harus memuliakan Allah.

Siapakah orang yang memuliakan Allah? Mungkin Saudara berkata, orang-orang yang pandai menyanyi atau yang sering berkhotbah. Jika hanya orang yang berkhotbah dan yang menyanyi, yang memuliakan Allah, maka hanya segelintir orang Kristen di mimbar saja yang bisa memuliakan Allah. Setiap orang Kristen dapat memuliakan Allah dengan kesaksiannya. Masyarakat mengetahui bahwa kita adalah orang Kristen, kita tidak bisa omong kosong saja, kita harus melakukan semuanya dengan baik untuk memuliakan nama Tuhan.
Ayat ini mudah kita baca, namun masyarakat akan mempermalukan Allah kita, karena hidup kita yang sembrono. Kita harus memuliakan Allah di dalam usaha kita, di dalam study kita, di dalam keluarga kita, dan di dalam pergaulan kita.
Soli Deo Gloria...!!

AKHIR DARI SUATU PERJALANAN

AKHIR DARI SUATU PERJALANAN
by: Fernando Tambunan

Memikirkan tentang akhir dari suatu perjalanan hidup (kematian) adalah suatu hal yang seringkali dianggap menakutkan. Di satu sisi kita sependapat bahwa mereka yang memikirkan akhir hidupnya (baca: kematian) adalah mereka menyadari eksistensi diri, namun di sisi yang lain, Mungkin saja dalam ketakutannya tersebut manusia lalu terdorong untuk mengerjakan pekerjaan yang berarti, namun sekali lagi, ketakutan, bagaimanapun juga, tidak dapat dianggap sebagai kebajikan .

Lalu, apakah mereka yang tidak mempedulikan hari kematiannya, bersikap lebih bijaksana daripada mereka yang ketakutan dan terus-menerus memikir-kannya? Sama sekali tidak. Bahkan lebih parah daripada yang pertama. Kitab Suci mengatakan bahwa mereka yang tidak percaya adanya kehidupan setelah kematian, secara konsekuensi logis, boleh mengambil gaya hidup hedonisme dengan semboyannya yang terkenal “marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati” (I Kor 15:32). Kehidupan yang tidak pernah memikirkan keterbatasan kehidupan itu sendiri, akan cenderung membawa manusia untuk hidup mencari kepuasan pribadi. Kepuasan pribadi ini tidak harus selalu dinyatakan dalam gaya hidup pesta pora dan mabuk-mabukan, pergi ke pelacuran dan sebagainya. Pengejaran kepuasan serta kenikmatan pribadi ini mungkin saja mengambil bentuknya dalam kehidupan moral yang tinggi, suka menolong orang lain, menjadi seorang humanist, namun pada akar hatinya adalah mengejar kepuasan diri sendiri.

Daud berdoa kepada Tuhan agar ia diajar bahwa hidupnya memiliki sebuah akhir (Mazmur 39:5). Mengapa perlu diajar? Bukankah pengalaman dari sejarah, data empiris sudah dengan begitu gamblang menyatakan bahwa hidup manusia memang memiliki sebuah akhir? Adakah manusia yang begitu keras kepala menolak kenyataan bahwa hidup kita memang suatu saat akan berakhir? Tampaknya tidak banyak orang yang memiliki kenekadan seperti itu. Namun, sesungguhnya yang dimaksud oleh Daud adalah bahwa sekalipun manusia mengetahui bahwa hidupnya memiliki sebuah akhir, namun manusia menghidupinya seolah-olah tidak ada akhirnya. Tidak ada kepekaan akan waktu yang semakin singkat dalam hidup manusia. Dalam keadaan seperti inilah Daud memohon kepada Tuhan agar ia terus diajar bahwa hidupnya suatu saat akan berakhir. Waktu tidak selama-lamanya diberikan kepada manusia. Suatu saat ia harus mengakui, entah dengan rela atau tidak rela, bahwa ia adalah ciptaan yang terbatas, dan bahwa hidupnya tidak sepenuhnya berada dalam kekuasaannya sendiri, ia harus mempertanggung-jawabkan segala sesuatu yang telah dilakukannya selama hidupnya di hadapan Penciptanya. Tanpa pengertian ini (bukan sekedar pengetahuan!) manusia tidak mungkin memiliki tujuan hidup yang benar. Ia boleh memiliki tujuan hidup yang dianggapnya begitu pasti, dan mengejarnya dengan segala kekuatan self-determinasi, namun di hadapan Tuhan sesungguhnya semuanya hampa. Manusia melakukan hal-hal yang menimbulkan sesuatu yang tidak perlu, ia mengumpulkan dengan tidak mengetahui siapa yang kelak akan menikmatinya. Inilah paradoks hidup manusia yang hanya mengejar keuntungannya sendiri. Sesungguhnya, ia berjalan dalam kehidupan yang sangat tidak pasti!

Dalam kegalauan jiwanya, pemazmur belajar untuk tetap berharap kepada Tuhan (Mazmur 39: 8). Suatu pengharapan yang diteriakkan dari sebuah pengenalan diri serta kebutuhannya yang terdalam, yaitu agar Tuhan membebaskan dia dari segala dosa-dosanya. Kebanyakan manusia hidupnya tertekan karena sakit-penyakit, ekonomi tidak mapan, kurang berhasil dalam menjalin hubungan dengan sesama, study tidak lancar, masa depan tidak jelas dan lain sebagainya, namun berapa orang yang tertekan seperti Daud, menyadari bahwa problema terbesar dalam hidup manusia bukanlah hal-hal di atas, melainkan kehidupan yang berdosa. Berapa serius dosa di hadapan kita? Ini pertanyaan yang harus kita jawab!

Inilah cicipan kematian yang sesungguhnya: hidup dalam dosa. Para eksistensialist seringkali dikuasai oleh ketakutan untuk tidak lagi bereksistensi. Namun kita dapat memper-tanyakan “Apa itu eksistensi dan bagaimana bereksistensi?” Sesungguhnya ketika seseorang berbuat dosa, ia menghancurkan eksistensinya dalam pengertian yang paling dalam, karena eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang tidak mungkin tidak harus dikaitkan dengan hubungannya di hadapan Allah (entah hubungan dikasihi-mengasihi, atau menolak-dimurkai). Dengan berbuat dosa manusia merusak hubungannya dengan Allah. Semakin ia tidak suka berhubungan denganNya, semakin ia akan menghancurkan dirinya sendiri. Mari kita lihat dua pertanyaan pertama dalam Katekismus Heidelberg (1563) berbunyi demikian “Apakah satu-satunya penghiburan Saudara, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati?” Dijawab, “Bahwa aku, dengan tubuh dan jiwaku, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati (Rom 14:7-8.), bukan milikku (1Kor 6:19), melainkan milik Yesus Kristus, Juruselamatku yang setia (1Kor 3:23). Dengan darah-Nya yang tak ternilai harganya Dia telah melunasi seluruh utang dosaku (1Pet 1:18- 19) dan melepaskan aku dari segala kuasa iblis (1Yoh 3:8b). Dia juga memelihara aku (Yoh 6:39), sehingga tidak sehelai rambut pun jatuh dari kepalaku di luar kehendak Bapa yang ada di sorga (Mat 10:30), bahkan segala sesuatu harus berguna untuk keselamatanku (Rom 8:28). Karena itu juga, oleh Roh-Nya yang Kudus, Dia memberiku kepastian mengenai hidup yang kekal (2Ko 1:22), dan menjadikan aku sungguh-sungguh rela dan siap untuk selanjutnya mengabdi kepada-Nya (Rom 8:14).” Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan kedua berbunyi,: Berapa pokok yang perlu Saudara ketahui, supaya dengan penghiburan ini Saudara hidup dan mati dengan bahagia?” Dijawab,: “Tiga pokok (Maz 130:3-4). Pertama. betapa besarnya dosa dan sengsaraku (Rom 7:24-25). Kedua, bagaimana aku mendapat kelepasan dari semua dosa dan sengsaraku (Mat 11:28). Ketiga, bagaimana aku harus bersyukur kepada Allah atas kelepasan yang demikian itu (Kol 1:12.)”. Menjadi milik Allah (dan bukan milik sendiri) adalah penghiburan yang terbesar. Alangkah celakanya jika manusia justru berpikir sebaliknya! Perhatikan saja, di manakah ada manusia yang dengan segala keperkasaan yang ada padanya sanggup menguasai maut sehingga ia tidak harus mengalaminya? Jika tidak ada, mengapa banyak orang enggan untuk menyerahkan sepenuhnya hidupnya (dan bukan hanya kematian yang tidak sanggup dikuasainya). Ketidak-berdayaan manusia dalam menghadapi kematian sebenarnya hanya menyatakan hal yang sama terhadap kehidupan.

Biasanya orang-orang percaya didalam perjalanan hidupnya setiap waktu selalu merenungkan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Ia sendiri mati, sama seperti semua manusia yang lain, namun berbeda dari mereka semua, karena Ia sanggup mengalahkan kuasa kematian. Dan Ia berjanji untuk memberikan kehidupan yang kekal bagi mereka yang percaya dalam namaNya. Orang percaya akan tetap mengalami kematian (kecuali Tuhan telah datang kembali sebelum hari kematiannya). Namun ia tidak akan selama-lamanya binasa, bersama dengan Tuhan ia akan dibangkitkan untuk menerima kehidupan kekal di sorga. Dan bukan hanya itu, mereka yang percaya dalam namaNya juga diberi kuasa untuk hidup mati terhadap dosa, terhadap dunia, bahkan terhadap diri sendiri. Kematian ini adalah kematian yang menghidupkan. Sebaliknya, penolakan terhadap kematian ini akan membawa kepada kebinasaan kekal, kematian yang sesung-guhnya. Yesus Kristus mengatakan “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Luk 9:24). Menyelamatkan hidup justru akan kehilangan hidup, sebaliknya mengorbankannya adalah menyelamatkannya.

Kematian Kristus memberikan kemungkinan kepada manusia untuk tidak hidup bagi dirinya sendiri. Sekalipun Ia tidak berdosa dan tidak harus mengalami maut, namun Ia rela mati karena dosa-dosa umat manusia. KematianNya merupakan penyataan puncak ketaatanNya yang sempurna kepada Allah, tidak ada suatu pun yang Dia pertahankan bagi diriNya sendiri. Ia telah menyerahkan segala sesuatu yang dapat diberikan, bahkan nyawaNya sendiri. Kematian inilah yang mendahului kebangkitan dan hidup.
Begitu banyak orang percaya yang kehidupannya tidak berada dalam kepenuhan kuasa kebangkitan, karena menolak kuasa kematian yang harus bekerja terlebih dahulu. Tanpa kematian terhadap diri kita sendiri, tidak ada gunanya untuk mengharapkan pekerjaan kuasaNya yang dahsyat. Pergumulan kita lebih merupakan pergumulan untuk suatu kehidupan yang menyangkal diri, daripada kehidupan yang mendapatkan kuasa Tuhan. Persekutuan dalam penderitaan Kristus, demikianlah yang terus dikejar oleh Paulus, dan dia tidak berpendapat telah mem-perolehnya, maksudnya perjalanan yang harus ditempuh masih merupakan suatu proses yang panjang, dia tidak berhenti bergumul untuk mengejar panggilan Tuhan. Saya percaya setiap orang yang membaca tulisan ini, atasnya Tuhan memiliki suatu rencana. Rencana itu tersembunyi, kita bahkan tidak berhak untuk mengetahuinya, namun ada satu hal yang kita boleh, bahkan harus mengetahuinya, yaitu bahwa Tuhan menghendaki kita untuk mati dan disalibkan bersama-sama dengan Dia, dengan demikian kita akan hidup bersama-sama dengan Dia kelak selama-lamanya Di sinilah letak kepenuhan hidup yang sesungguhnya. Karena itu sebelum perjalanan hidupmu berakhir, bagi Saudara yang belum percaya dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatmu secara pribadi jangan tunggu lagi inilah waktunya akui segala dosamu dan percayakan hidupmu kepada Kristus, bagi Saudara yang sudah mengaku percaya mari tetap hidup taat, setia dan memberikan seluruh hidup kita bagi-Nya. Amin, Soli Deo Gloria..!!  

MENCARI TEMAN HIDUP

mencari temaN hidup
BY: fERNANDO TAMBUNAN
Topik berpacaran atau memilih jodoh adalah topik yang selalu enak untuk dibicarakan dan memang sangat penting sekali. Dan ini adalah hal yang sangat menentukan bagi perjalanan hidup seseorang untuk waktu-waktu yang selanjutnya dan ini bukan masalah yang gampang, sering kali banyak pasangan yang merasa keliru dengan memilih pasangannya.
 
Saya percaya bahwa Tuhan menyediakan keluarga kepada kita salah satu tujuannya adalah agar kita bisa mencicipi rasanya surga melalui keluarga kita itu. Dalam keluarga yang sehat yang penuh kasih dan hangat kita akan mendapatkan sukacita dan ketenangan yang tidak bisa digantikan oleh hal-hal lain. Saya percaya itulah nantinya surga, surga adalah sebuah ketenangan, kebahagiaan, sukacita, berada bersama dengan Tuhan. Jadi kalau saya boleh simpulkan terbalik dari yang saya katakan tadi kalau rumah tangga kita tidak bahagia, kita akhirnya sadari bahwa kita memilih orang yang keliru, keluarga kita itu benar-benar merupakan kebalikan dari surga yaitu neraka, sangat-sangat membakar, sangat-sangat tidak memberikan kita kedamaian. Maka topik ini saya kira topik yang penting sekali.

Berbicara tentang ‘Mencari Teman Hidup’ yang sesuai dengan kehendak Tuhan atau jodoh yang dari Tuhan, mungkin kita akan bertanya kehendak Tuhan yang mana?
1) Kalau ‘kehendak’ dalam arti ‘rencana kekal dari Allah’, maka saya yakin bahwa setiap orang pasti menikahi jodohnya, karena rencana Allah tidak mungkin tidak terjadi.
2) Kalau ‘kehendak’ dalam arti ‘keinginan Tuhan’ atau ‘yang menyenangkan Tuhan’, maka ini belum tentu terjadi, karena manusia sering melakukan apa yang tidak sesuai dengan keinginan Tuhan, atau apa yang tidak menyenangkan Tuhan.
 
Yang dalam arti pertama bukan urusan kita, ‘karena kita tidak tahu rencana Allah bagi kita’ (Ul 29:29). Kita harus mencari jodoh yg sesuai dengan kehendak Tuhan, dalam arti yg kedua.
 
Ada beberapa konsep-konsep keliru yang sering mendasari pemikiran orang dan konsep-konsep ini akhirnya menjerumuskan orang ke dalam kegagalan pernikahan. Yang pertama adalah orang kadang beranggapan ‘oh Tuhan menunjukkannya kepadaku, Tuhan mengatakan dialah orangnya, dialah memang pasangan hidupku.’ Masalahnya adalah sering kali waktu kita berkata begitu kita mendasari kehendak Tuhan atas perasaan kita sendiri. Sering kali memang kita tertarik pada orang tersebut, kita seolah-olah hanyalah menggunakan nama Tuhan sebagai stempel. Yang kedua yang sering kali orang juga kemukakan dan keliru adalah orang berkata aku merasa damai dengan dia. Sekali lagi kedamaian juga bisa merupakan kerja dari perasaan kita belaka bukan benar-benar menemukan yang cocok, tapi kita menemukan yg sesuai dengan yang kita inginkan. Jadi karena kita menemukan yang sesuai dengan yang kita inginkan itu maka perasaan kita damai. Kita langsung berkesimpulan kalau merasa damai ini pasti adalah orang yang cocok untuk saya. Saya ingin menekankan di sini bahwa sesuai selera tidak berarti cocok itu dua hal berbeda. Jadi kedamaian tidak bisa juga digunakan sebagai ukuran. Ketiga konsep yang keliru adalah orang berkata oh kalau bertemu yang cocok pasti saya ketahui, dari mana tahunya ya pokoknya tahu saja. Masalahnya adalah kecocokan itu tidak terjadi pada pertemuan pertama, kecocokan harus dibuktikan melewati proses waktu yang panjang atas dasar pergaulan, persahabatan yang intens. Sehingga kita bisa melihat perbedaan dan bisa juga melihat kecocokan kita dan akhirnya kita bekerja keras untuk menyesuaikan diri, pada titik akhir barulah kita bisa berkata bahwa orang ini pas dengan saya. Sekali lagi kuncinya adalah proses waktu yang panjang. Jadi ketiga konsep ini acapkali berperan besar dalam proses penentuan pasangan hidup dan karena ini keliru, orang yang menggunakannya akhirnya terjebak ke dalam pernikahan yang tidak serasi.
 
Hal-hal yang harus dipikirkan dan ditaati dalam mencari jodoh yang sesuai kehendak Tuhan:

a) Ia harus orang yang seiman dengan kita.
2Kor 6:14 - “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”.

Kehendak Allah sebetulnya sangat-sangat spesifik yakni Tuhan meminta kita menikah dengan sesama orang percaya, itu yang Tuhan katakan lewat hamba-Nya Paulus. Kamu bebas menikah dengan siapapun, namun dengan sesama orang percaya. Jadi itu dicatat di 1 Korintus 7:39. Pertanyaannya kenapa Tuhan meminta kita menikah dengan orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Sekurang-kurangnya ada tiga penjelasan, pertama kalau kita menikah dengan seseorang yang tidak seiman dengan kita, berarti tujuan hidupnya berubah, tdk sama,2 Korintus 5:15 berkata: Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka."

Jadi sebagai orang yang percaya pada Kristus tujuan hidup kita adalah satu kita hidup untuk Kristus. Nah kalau kita menikah dengan orang yang tidak seiman, sudah tentu dia tidak mempunyai tujuan itu. Status hidup juga berbeda, misalkan saya kutip dari 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, dia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." Ditekankan di sini siapa yang ada di dalam Kristus, dengan kata lain memang itu syarat, di dalam kristus baru kita memiliki hidup yang baru. Sudah tentu kalau kita menikah dengan seseorang yang tidak seiman dia tidak dalam Kristus. Jadi status hidupnya juga berbeda dengan kita, dia bukanlah ciptaan yang diperbarui oleh Tuhan Yesus. Dan yang ketiga kenapa Tuhan meminta kita menikah dengan yang sesama iman adalah substansi hidup juga berbeda kalau kita bersama dengan yang tidak seiman. Substansinya di dalam Kristus kita adalah terang, maka kita harus juga bersama dengan orang yang di dalam Kristus.

Pengertian sesama orang percaya, itu sering kali disempitkan hanya pokoknya dia anggota gereja, apakah itu bisa dibenarkan? Tentu tidak. Yang membuat seseorang masuk dalam kategori orang percaya, sudah tentu bukan saja berdasarkan pengakuan mulutnya, ‘saya orang Kristen’, sudah tentu itu harus ditunjukkan lewat perbuatannya, lewat kehidupannya. Jadi kita harus menilik buah-buah Kristiani dalam hidupnya, misalkan apakah dia orang yang memang sabar, penuh kemurahan, penuh kasih, nah itu buah-buah roh. Atau apakah dalam mengambil keputusan dia memikirkan, mempertimbangkan kehendak Tuhan, kalau dia mengaku dia orang Kristen tetapi dalam perbuatan dan pengambilan keputusan tidak menghiraukan kehendak Tuhan dia masuk dalam kategori dia bukan orang Kristen. Sangat sederhana sebab memang melalui buahnyalah kita itu dikenal. Jadi ukurannya sudah tentu bukan apa agama kita di KTP, atau dimanakah keanggotaan gereja kita , tapi pada buah iman yang nyata dalam kehidupan.

Sering kali orang juga berpikiran nanti kalau kami sudah menikah dia akan menjadi seiman dengan saya. Saran saya adalah sebelum menikah memang orang ini harus bergumul bersama dengan yang tidak seiman itu supaya yang tidak seiman bisa akhirnya sampai pada iman Kristiani tapi bukan karena ingin menikah, sudah tentu bukan karena desakan dan paksaan. Tapi memang dia sendiri yang mempelajari apa itu iman Kristiani dan akhirnya dia berkata saya mau menjadi pengikut Kristus. Dasar itulah yang kita bisa terima sebagai alasan orang itu memang sungguh-sungguh mau menjadi seorang Kristen. Perhatikan..!! Jangan sampai sekali lagi kita melegalkan segala cara demi pernikahan ini. Kita bisa mengubah status di mata manusia namun kita tidak bisa mengelabuhi Tuhan. Kalau memang kita tidak memiliki iman pada Tuhan sudah tentu Tuhan tahu. Jadi tidak bisalah kita itu mendustai Tuhan, Dia tahu apa yg sebenarnya ada di hati kita.

Penerapan:
Perhatikan beberapa kutipan dari buku Melody Green ‘Mencari pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak percaya?’ di bawah ini sebagai penerapan.

Melody Green: “Artikel ini saya tujukan khusus untuk gadis-gadis Kristen, sebab dari pengalaman-pengalaman konseling, saya melihat wanitalah yang lebih sering melakukan kesalahan ini”
Melody Green: “Saya kira umumnya pernikahan didahului dengan berpacaran. Banyak orang Kristen yang terkecoh pada waktu taraf ini. Mereka rasa, tak salah untuk bergaul dengan orang-orang tak percaya asalkan ‘tak terlalu serius’. Mungkin mereka pikir, ‘Satu atau dua kali kencan tak akan menyakiti seorang pun. Disamping itu mungkin saya dapat membimbingnya kepada Tuhan. Saya sekedar bersenang-senang saja, bila sudah saatnya nanti saya pasti menikah dengan seorang Kristen’. Lalu, lihat dan perhatikan, tahu-tahu mereka telah ‘terperangkap cinta’, dan mereka berusaha mati-matian untuk membenarkan hubungan (pernikahan) yang akan dilakukan terhadap diri sendiri, terhadap teman-teman mereka, dan terhadap Tuhan. Saya berkata - orang Kristen yang cukup tolol untuk berkencan dengan orang yang tak percaya akan cukup tolol pula untuk menikahinya
Melody Green: “Menikah adalah keputusan terpenting dan terbesar yang Anda buat setelah kebutusan untuk mengikuti Yesus”

Melody Green: “pernikahan didahului dengan ‘kencan pertama’. Salah satu problem utama ialah banyak orang Kristen yang bersikap menyepelekan hal ini. ... Meskipun kadang-kadang tak berlanjut, tapi ingatlah, tiap kencan memiliki potensi untuk menjadi hubungan seumur hidup. Meluangkan waktu dengan orang yang salah berarti membuka diri untuk terlibat secara emosional menuju suatu titik dimana sulit untuk mundur maupun maju. Sekali saja Anda memberikan hati dan perasaan Anda pada seseorang, Anda akan terkejut bila menyadari betapa sulit untuk melepaskannya - meskipun Anda tahu harus melepaskannya”

Melody Green: “Banyak gadis yang tak menyadari, jika mereka tak cukup kuat menahan godaan untuk menikah dengan orang tak percaya, pasti mereka tak cukup kuat pula untuk memenangkan suaminya bagi Tuhan”

Melody Green: “Acap kali untuk menikahi seorang gadis Kristen, ada pemuda yang ‘bertobat’, sebab ia sadar harus melakukannya demi gadisnya. ... Saya tak pernah mempercayai ‘pertobatan’ semacam itu dan saya selalu mengatakan pada gadis-gadis yang konseling dengan saya, agar membiarkan pacar mereka membuktikan terlebih dahulu pertobatannya. ... Masalahnya ialah, banyak gadis yang tak sabar untuk menguji buah-buah si pemuda. Segera setelah melihat ‘sang jodoh’ mengucapkan doa penyesalan, sang gadis mulai menyiapkan pakaian pengantinnya”

b) Ia haruslah orang yang cocok dengan kita, orang dengan siapa kita bisa ‘enjoy being together’ (= menikmati kebersamaan).
 
Jangan karena ia sudah memenuhi syarat pertama di atas, yaitu ia adalah orang Kristen, maka saudara cepat-cepat mau menikahinya. Dengan sesama saudara seimanpun, kalau tak cocok, maka akan terjadi ‘bencana’.
 
Tugas kita mencari pasangan hidup yang cocok dan dapat saling tolong-menolong dengan kita. Dengan kata lain apakah relasi kita cocok atau tidak, itu menjadi pertanyaan yang harus kita jawab. Intinya adalah cocok atau tidak, cocok bukan berarti sama, cocok berarti meskipun berbeda namun pertama-tama saling menerima perbedaan itu. Dan kedua meskipun berbeda bukan saja saling menerima namun bisa saling mengimbangi, menghargai perbedaan itu, dan mengimbanginya. Sehingga akhirnya perbedaan itu tidak menjadi duri yang saling menusuk, malahan saling menolong. Artinya apa, kita menjadi orang yang lebih baik dengan kehadiran pasangan kita sudah tentu ini harus dua arah, sebab saya juga bertemu dengan kasus seperti ini yg satu berkata saya menjadi orang yg lebih baik, karena pasangan saya terus-menerus menolong saya, namun pasangan ini justru menjadi manusia yg lebih buruk. Karena dia tdk mendapatkan pertolongan sama sekali, jadi hanya searah saja pertolongan itu. Tidak bisa, pertolongan atau saling menolong harus dua arah.

Jadi melalui pernikahan nantinya diharapkan bahwa dua pribadi ini sama-sama bertumbuh, dan salah satu tanda/kriteria, apakah pernikahan ini atau pasangan ini pasangan yang serasi adalah mereka bertumbuh, mereka menjadi orang-orang yang lebih baik karena adanya unsur saling tolong itu. Yang menolong menjadi lebih baik karena dia mendapatkan pertolongan juga dari yg ditolongnya itu. Di situlah kita melihat kecocokan, kadang-kadang kita melihat orang yg tidak cocok, tidak saling tolong malah saling menghancurkan, namun terlanjur suka nah itu yang kadang-kadang terjadi. Terlanjur cinta, tergila-gila tidak bisa melepaskan orang itu dari pikirannya tapi tidak cocok sebetulnya. Relasi mereka penuh pertengkaran karena tidak saling menolong malah saling menusuk sudah tentu meskipun sukanya besar tetap ukurannya adalah bahwa ini tidak cocok.

Prinsip berikutnya adalah saya ambil dari 1 Kor 7:49 , silakan mencari yang sesuai dengan selera, jangan hanya mencari yang sesuai dengan misalkan harapan dari orang tua kita, kita yang harus hidup dengan dia jadi setelah seiman dengan dia itu kriteria yang paling dasar setelah seiman ukuran berikutnya adalah cocok atau tidak, setelah cocok atau tidak kita juga harus bertanya sesuai selera kita atau tidak, sesuai dengan tipe yang kita idamkan atau tidak. Ini penting jangan sampai kita menikah dengan orang yang kita katakan aduh.....!!! cocok dengan saya, orangnya rohani cinta Tuhan, tapi kita tidak suka melihat dia, wajahnya tidak kita sukai, penampilannya tidak kita sukai, ya repot, kita harus hidup serumah dengan dia bagaimanakah bisa hidup serumah dengan dia dalam kondisi seperti itu. Jadi untuk bisa mendirikan pernikahan yang kokoh kita harus menampakkan kecocokan di dalam semua aspek kehidupan bukan hanya kerohanian, kerohanian salah satu aspek, tapi bukan satu-satunya aspek. Selanjutnya tugas kita adalah meminta pimpinan Tuhan, Di dalam Kejadian 24:12, ini adalah doa Eliezer kepada Tuhan, lalu berkatalah ia: "Tuhan, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham." Ini doa seorang hamba yang ditugaskan Abraham mencari jodoh untuk anaknya Ishak, dia berdoa kepada Tuhan meminta Tuhan menunjukkan jalan.Inilah doa kita sebagai orang percaya setiap tahap dalam pertemuan, perjumpaan, pembinaan relasi minta pimpinan Tuhan kalau lebih banyak tidak cocoknya jangan, lebih banyak pertengkarannya jangan, tidak ada saling tolong-menolongnya jangan.

c) Harus ada saling cinta.

Ef 5:25 - “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya”.
Tit 2:3-4 - “(3) Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.

Kidung 4:9 -“Engkau mendebarkan hatiku, dinda, pengantinku, engkau mendebarkan hati dengan satu kejapan mata, dengan seuntai kalung dari perhiasan lehermu”.

Adanya rasa berdebar-debar dsb menunjukkan bahwa ini adalah cinta asmara.
 
Kalau point c dan b tadi ada, maka pasti ada rasa kangen kalau tidak bertemu sang pacar. Bdk. Kidung 3:1-4 - “(1) Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. (2) Aku hendak bangun dan berkeliling di kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. (3) Aku ditemui peronda-peronda kota. ‘Apakah kamu melihat jantung hatiku?’ (4) Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku”.

Menurut saya rasa kangen seperti ini adalah salah satu tolak ukur. Kalau rasa kangen itu tak ada, jangan menikah dengan orang tersebut.

Sekalipun saudara mendapatkan orang yang memenuhi semua ini, jangan berharap bahwa kehidupan pernikahan saudara nanti akan mulus dan lancar. Selalu bisa muncul problem, bahkan yang besar, pada saat kita mengikuti Tuhan, juga dalam pernikahan. -AMIN-

Sumber :
1. Pdt. Paul Gunadi,PhD., “Mencari Pasangan Hidup” Tegur Sapa Gembala Keluarga, Malang
2. Pdt. Budi Asali M.Div., “ Tulang Rusuk”, GKRI Exodus
3. Melody Green, ‘Mencari Pasangan Hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak percaya?

Mengapa Kita harus Mengenal Allah?

MENGAPA KITA HARUS MENGENAL ALLAH ?

ALLAH YANG MENYATAKAN DIRI 
 
Pemikiran tentang Allah adalah pemikiran terbesar yang pernah dipikirkan oleh manusia. Namun bagaimanakah seseorang dapat memiliki pengetahuan akan Allah? Alkitab menegaskan bahwa Allah yang mengambil inisiatif pertama untuk menyatakan diri dan kehendak-Nya kepada manusia (Kej. 1:1). Tanpa tindakan sedemikian, manusia tidak akan pernah sampai kepada pengenalan sejati akan Allah. Manusia hanya dapat memperkirakan siapakah Allah itu berdasarkan sifat religiositas yang dimilikinya. Allah berdasarkan ide atau gagasan sendiri.

Alkitab memberikan kesaksian atas dua fakta yang berkenaan dengan kemungkinan pengenalan akan Allah. Pertama Alkitab mengajarkan bahwa Allah tidak dapat dipahami (God is incomprehensible, Ayub 11:7 ; Yes. 40:18), namun Alkitab juga mengatakan bahwa Allah dapat dikenal (God is knowable, Yoh. 14:7; Yoh. 17:3; 1 Yoh. 5:20). Keduanya benar tapi tidak dalam pengertian yang mutlak. Dengan mengatakan bahwa Allah tidak terpahami berarti manusia yang adalah terbatas tidak dapat mengetahui segala hal tentang Allah yang tidak terbatas. Dengan mengatakan bahwa Allah dapat dikenal, berarti sungguh Allah dapat dikenal oleh manusia dan bahwa manusia dapat bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah.

ALASAN MENGAPA KITA HARUS MENGENAL ALLAH
 
a. Pengenalan akan Allah yang sejati
 
Pengajaran Alktab sebagai penyataan Allah yang bersifat supernatural kepada manusia merupakan dasar untuk mengetahui dan memahami diri Allah, karya, dan rencana-Nya bagi umat manusia. A.W. Tozer di dalam bagian pembukaan bukunya, Mengenal yang Maha Kudus, mengatakan bahwa gereja di dalam beberapa waktu terakhir telah kehilangan konsepnya tentang keagungan Allah dan menggantikannya dengan konsep yang begitu rendah dan hina yang sama sekali tidak layak bagi orang yang sungguh-sungguh mau berbakti dan berpikir. Ironisnya, gereja melakukan itu bukan dengan sengaja, melainkan sedikit demi sedikit, tanpa sepengetahuannya dan dalam ketidaksadarannya. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika di dalam praktiknya, gereja telah kehilangan rasa gentar serta hormat akan kehadiran Ilahi. Gereja telah kehilangan semangat untuk berbakti dan tidak lagi sanggup berdiam diri dan menyediakan batin untuk bertemu Allah dengan khidmat.

b. Interprestasi semua fenomena dengan tepat
Pandangan dan pengertian seseorang akan Allah akan sangat menentukan pandangan dan penilaiannya akan segala fenomena yang terjadi. Implikasinya akan sangat memberi arti signifikan di dalam penilaiannya terhadap segala tindakan moral dan sikap batin yang benar. Semua kesulitan di dalam pemahaman antar doktrinal di dalam iman Kristen atau kegagalan di dalam penerapan etika kristen apabila ditelusuri akan berpangkal pada pandangan yg kurang tepat dan kurang mulia tentang Allah. Dengan kata lain, banyak orang, baik disadari atau tidak, telah menetapkan presuposisi yang membentuk pandangan mereka tentang segala sesuatu berdasarkan pemahaman mereka tentang Allah.

c. Menghindarkan diri dari penyembahan berhala
Banyak referensi di dalam Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa pengajaran Alkitab atau theologi bukanlah sesuatu yang dingin atau tidak ada kaitannya dengan kehidupan praktis, melainkan sesuatu yang vital bagi hal yang berkaitan dengan rohani, moral, dan kehidupan sosial umat manusia (bdk. 1 Tim. 1:3; 4:6, 16; 2Tim. 3:10, 16; 4:2-3). Pengajaran Alkitab tentang Allah akan membawa orang kepada pengetahuan yang benar tentang Allah yang hidup dan benar karena hanya dengan cara inilah seseorang dapat menghindarkan diri dari allah-allah dan menuju kepada Allah yang hidup dan benar tersebut (1Tes. 1:9). Ide atau gagasan yang salah tentang Allah merupakan sumber penyembahan berhala. Namun perlu dipertajam lagi bahwa ide atau gagasan itu sendiri sudah bersifat penyembahan berhala, menciptakan sesuatu di dalamnya dan menjadikan serta memperlakukannya sebagai Allah.

d. Relasi yang hidup dan nyata dengan Allah
Terdapat relasi yang kuat antara apa yang dipahami tentang Allah dan hidup kerohanian. Hubungan yang benar dengan Allah harus diawali dengan pengetahuan secara intelektual tentang siapakah Allah dan apakah yang dikerjakan-Nya. Hal ini sangat mempengaruhi sikap, pandangan, dan tindakan seseorang dalam penyembahan dan penghormatan kepada-Nya. Pengenalan yang sejati tentang Allah akan membawa manusia kepada hubungan dan pergaulan yang benar, nyata, dan hidup dengan Allah. Manusia tahu di mana harus berdiri dan bagaimana harus bersikap di hadapan Allah.

e. Mendapatkan kehidupan yang berarti
Pengertian akan Allah menjadi dasar pandangan terhadap semua realitas yang ada di dalam dunia ini. sejak awal, Alkitab mengemukakan bahwa diri Allah adalah sumber dari segala yang ada di alam semesta ini, “Pada mulanya Allah menjadikan langit dan bumi” (Kej. 1:1). Kalimat ini merupakan dasar dari segala pengertian kita tentang semua keberadaan. Tidak ada hal lain yang lebih penting dan utama dari hal ini. segala sesuatu yang lain yang dicatat di dalam Alkitab berdiri di atas dasar kebenaran penyataan ini, yaitu bagi mereka yang ingin mengetahui kebenaran. Tanpa adanya pengertian yg baik tentang Allah dan rencana-Nya sebagaimana yang dinyatakan di dalam Alkitab, maka kehidupan ini akan menjadi tidak berarti.
 
f. Demi keselamatan
Di dalam bukunya, Knowing God, J. I. Packer mengatakan bahwa dunia ini menjadi asing dan tempat yang menyakitkan dan kehidupan di dalamnya adalah kehidupan yang penuh dengan kekecewaan dan tidak menyenangkan bagi mereka yg tidak mengenal Allah. Tanpa pengertian akan hal ini, seseorang hanya akan menyia-nyiakan kehidupannya dengan kehilangan jiwanya. Kristus memberikan defenisi tentang keselamatan dan kehidupan dalam kaitannya dengan pengenalan akan Allah. Di dalam doa-Nya, Ia mengatakan bahwa kehidupan kekal adalah mengenal Allah dan mengenal Yesus Kristus yang telah diutus Bapa (Yoh. 17:3); mengenal Allah adalah esensi dari kehidupan kekal itu. Kehidupan kekal tidak saja berbicara tentang kehidupan bersama Allah di sorga, melainkan mengetahui dan mengalami kehidupan itu saat ini dan di sini, yaitu kehidupan yang penuh arti, bertujuan di dalam rencana Allah.

PENYATAAN UMUM DAN PENYATAAN KHUSUS
 
Pengertian tentang Allah sebagaimana seharusnya tidak dapat bersumber dari ide kesempurnaan yang ada pada manusia. Tidak ada satu substansi pun di dalam alam semesta yang dapat menggambarkan dengan utuh dan menjadi sempurna keberadaan Allah ini. Alkitab mengatakan, “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?” (Yes. 40:18, 25). Semua upaya ini walaupun menghasilkan konsep ideal kesempurnaan yang sangat baik, tapi tetap tidak menyatakan keberadaan Allah sesuai dengan kenyataannya. Suatu gambaran berdasarkan hal yang diciptakan-Nya dan apa yang telah diciptakan-Nya ini bukanlah Allah. Ini adalah tindakan pelanggaran hukum kedua dari sepuluh hukum Taurat.
Rahasia keagungan diri Allah tetap menjadi suatu misteri yang tidak akan mungkin dipecahkan oleh rasio, pengalaman, dan pembuktian manusia yg bersifat terbatas dan spekulatif. Alkitab tidak pernah mempermasalahkan atau mempertanyakan apakah Allah itu ada atau tidak ada, melainkan dengan jelas menyatakan bahwa Allah itu ada dan bahwa Ia menyatakan diri-Nya secara aktif (Kej. 1:1; Ayb. 23:3, 7-10; Ibr. 11:6; Rom. 1:16-20). Pengenalan akan Allah menjadi mungkin karena Allah sendiri di dalam kerelaan kehendak-Nya menyatakan diri-Nya sehingga dapat dikenal oleh manusia. Penyataan Allah itu sendiri dapat dibagi dua bagian, yaitu : Penyataan Umum (General Revelation) dan Penyataan Khusus (Special Revelation).

1. Penyataan Umum
Penyataan Umum dimengerti sebagai cara Allah menyatakan keberadaan-Nya, kuasa-Nya, kebijaksanaan-Nya dan kekekalan-Nya kepada semua manusia tanpa kecuali sehingga mereka tidak dapat berdalih. Melalui cara ini, manusia harus mengakui bahwa Allah ada.
Penyataan Umum memberikan aspek pengetahuan akan Allah, secara khusus akan eksistensi, kuasa, hikmat, dan kekekalan Allah kepada manusia. Meski demikian, Penyataan Umum memiliki keterbatasan karena tidak menyatakan segala sesuatu tentang pengertian akan diri Allah dan hal-hal rohani sepenuhnya, yang menjadi suatu dasar untuk membangun masa depan yang kekal.
 
Penyataan Umum juga tidak dapat memberikan dasar yang cukup bagi agama-agama pada umumnya. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika setiap kepercayaan mempunyai semacam acuan atau standar kebenaran sendiri yang kerap pula terlihat bertentangan satu dengan yang lainnya.
 
Selain itu Penyataan Umum tidak dapat memenuhi kebutuhan rohani orang-orang berdosa. Penyataan Umum memang menyediakan dan memberikan pengetahuan mengenai kebaikan, kebijaksanaan, dan kuasa Allah tetapi tidak membawa pengetahuan apapun mengenai Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti Penyataan Umum tidak ada nilainya sama sekali. Dosa menyebabkan gambaran Penyataan Umum ini jadi kabur; maksudnya, tulisan tangan Sang Pencipta tidak terhapus seluruhnya tetapi menjadi kabur dan kacau. (Bdk. Kis. 17:23, 30; Rom.1:19-21.)
 
Penyataan Umum memiliki beberapa kebenaran penting, yaitu Penyataan Umum memberikan unsur kebenaran umum di dalam setiap orang. Karena penyataan inilah semua orang merasa bahwa diri mereka adalah benih Allah (Kis. 17:28), mencari Allah kalau-kalau mereka dapat menemukan-Nya (Kis. 17:27), melihat di dalam alam kuasa dan zat ilahi-Nya yang kekal (Rom. 1:19-20) dan melakukan dengan sendirinya hal-hal yang berhubungan dengan hukum Taurat (Rom. 2:14). Meskipun manusia hidup di dalam kegelapan dosa dan kebodohan, memutarbalikkan kebenaran Allah, mereka tetap mendapat bagian dari terang Firman (Yoh. 1:9) dan dari pekerjaan umum Roh Kudus (Kej. 6:3)
 
Penyataan Umum merupakan dasar bagi Penyataan Khusus. Penyataan Khusus ini tidak dapat dimengerti sepenuhnya tanpa Penyataan Umum.

2. Penyataan Khusus
Selain Penyataan Umum, Alkitab memberikan pengertian adanya Penyataan Khusus. Alkitab itu sendiri adalah Penyataan Khusus Allah yang tertulis yang memberikan pengertian yang lebih spesifik tentang diri Allah.
 
Penyataan Khusus menjadi penting karena adanya fakta keberdosaan manusia. Didalam keberdosaannya, manusia telah menjadi buta rohani, menjadi sasaran dari kesalahan dan ketidakpercayaan. Di dalam kondisi sedemikian, manusia gagal membaca dengan benar penyataan Allah yang tertinggal dan tidak mampu memahaminya lebih jauh.
 
Di dalam Penyataan Khusus, manusia mengenal sifat dan karakter Allah secara lebih mendalam, yang tidak akan diperolehnya melalui Penyataan Umum. Di dalamnya ada pengetahuan akan rencana dan kehendak Allah sedalam-dalamnya. Penyataan Khusus ini dapat juga disebut sebagai Penyataan Penebusan karena penyataan ini menyatakan rencana Allah mengenai penebusan orang-orang berdosa dan dunia serta bagaimana rencana itu diwujudkan. Penyataan ini adalah alat pembaharuan manusia yang memberikan penerangan pada pikiran manusia dan mencondongkannya kepada hal-hal yang baik. Penyataan ini memenuhi pikiran manusia dengan kasih yang suci.
Penyataan ini juga bukan hanya membawa kepada berita penebusan, tapi juga memperkenalkan fakta-fakta dari sifat penebusan. Penyataan ini tidak hanya memberikan pengetahuan yang berlimpah, tapi juga mengubah kehidupan orang-orang berdosa menjadi orang-orang yang suci.

PENUTUP
 
Pengenalan dasar iman Kristen dimulai dengan mengenal Allah yang benar dan kesiapan hati untuk taat kepada-Nya. Karena mengenal Allah dan mengenal diri terkait erat, maka adalah kewajiban setiap orang untuk belajar mengenal Allah dengan benar, sehingga ia dapat memiliki harapan untuk mengenal dirinya dengan benar dan memahami makna keberadaanya di dunia ini, dan bagaimana seharusnya menjalani kehidupannya di dunia ini. Tidak ada study yang lebih mulia yang seharusnya dapat menarik perhatian anak-anak Allah dibandingkan dengan study ‘Pengenalan Allah’ ini, karena hanya dengan mengenal Allah dengan benar, baru kita dimungkinkan untuk hidup memperkenankan hati Allah. Amin. Soli Deo Gloria ? /nan1

Suka Duka Pelayanan

SUKA DUKA PELAYANAN

Oleh : Fernando Tambunan

I. PENGANTAR

Menjadi pelayan bukanlah pekerjaan yang disukai, “Siapakah yang senang kalau harus melayani orang lain?” ujar Plato. Perkataan ini mengandung pengertian yang sangat dalam. Rupanya Plato lebih jujur daripada kita. Sebab seringkali kita mau melayani orang lain namun dalam prakteknya, kitalah yang ingin dilayani orang lain.

Tuhan Yesus berpesan agar kita saling melayani. Tiap orang percaya adalah pelayan Tuhan. Begitulah kata pelayanan sering dipakai di gereja maupun persekutuan. Tetapi apakah sebenarnya arti pelayanan? Meminjam istilah Pdt.DR. Stephen Tong , “Pelayanan adalah penaklukan diri didalam rencana Allah sampai mati, sehingga seluruh hidup kita memuliakan Allah dan menjadi saluran berkat bagi orang lain”.

Didalam melakukan pelayanan setiap orang percaya pasti akan mengalami suka duka pelayanan, apa saja dan bagaimana kita menghadapi suka duka dalam pelayanan?

II. PELAYANAN

A. Makna Pelayanan dalam Alkitab
Secara etimologi, kata “pelayanan” memiliki makna yang amat kompleks. Dalam Perjanjian Baru digunakan beberapa istilah, yaitu:


1. doulos – melayani sebagai hamba (budak). Pada zaman PB, seorang budak dapat dibeli atau dijual sebagai komoditi. David Watson menyatakan: “Seorang budak adalah seorang yang sama sekali tidak memiliki kepentingan diri sendiri. Dalam ketaatan penuh kerendahan hati ia hanya bisa berkata dan bertindak atas nama tuannya. Dalam hal ini tuannya berbicara dan bertindak melalui dia”. Benar-benar tak berdaya. Sebagai orang percaya, kita sekalian adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba (doulos) kebenaran (Roma 6:18), menjadi hamba Allah (Roma 6:22).

2. diakoneo – melayani sebagai pelayan dapur, yang menantikan perintah di sekitar meja makan (Mat. 8:15; Efs. 4:12). Ini bukan pekerjaan yang menyenangkan, karena seringkali ia akan menerima dampratan dari orang yang merasa kurang puas dilayani. Dalam arti luas kata ini menyatakan seseorang yang memperhatikan kebutuhan orang lain, kemudian berupaya untuk dapat menolong memenuhi kebutuhan itu. Orang bisa saja bekerja sebagai budak (doulos) dan tidak menolong seorangpun; tetapijika ia seorang diakonos, ia berkaitan erat dengan upaya menolong orang lain (Luk 22:27; Yoh. 12:26; Tim. 3:13)

3. hyperetes – melayani sebagai bawahan terhadap atasannya. Duane Dunham menyatakan bahwa seorang hyperetes adalah seorang yang segera memberi-kan tanggapan dan tidak banyak tanya tentang tugas yang dipercayakan kepadanya. Dalam bidang pelayan ia adalah seorang kelasi kapal. Dalam Kisah 24:13 kita melihat sahabat-sahabat Paulus bertindak selaku hyperetes terhadap Paulus, yaitu menolong hamba Tuhan lain agar pelayanan-nya menjadi lebih efektif.

4. leitourgeo – melayani orang lain di depan publik atau bekerja untuk kepentingan rakyat (Kisah 13:2) sebagai lawan untuk kepentingan pribadi. Orang yang berbuat itu disebut leitourgos dan pekerjaan luhur itu disebut leitourgia. Dari sini timbul kata liturgi untuk kata ibadah.

5. latreuo – berarti bekerja untuk mendapat latron, yaitu gaji atau upah. Latreia berarti juga bisa pemujaan untuk para dewa. Di perjanjian baru kata ini digunakan dalam arti menyembah atau beribadah pada Tuhan (Mat. 4:10 ; Kis 7:7) Penggunaan yang lebij jelas digunakan Paulus dalam Roma 12:1 yaitu supaya kita mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan sebagai logike latreia, artinya persembahan yang pantas (berkenan).

Pelbagai kata ini digunakan oleh gereja abad pertama dengan arti melayani, mengabdi atau menghamba kepada Tuhan dan kepada orang lain, atau pola hidup yang bukan lagi hidup untuk diri sendiri melainkan hidup untuk Tuhan dan untuk orang lain (bnd. 2 Kor 5:15)

Apa sebabnya kita didorong untuk melayani Tuhan dan orang lain? Dasarnya adalah karena Yesus sendiri telah melayani kita. Orang yang mau berjalan dibelakang Yesus adalah orang yang rela melayani dan menghamba. Dalam pelaksanaanya itu tidaklah mudah, melayani mengandung banyak segi dan resiko. Melayani bukan berarti sekedar bersibuk di sana sini dan bukan pula sekadar memberi ini atau itu. Melayani adalah mengosongkan diri dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan Tuhan dan kepentingan orang lain. Ini sungguh bertolak belakang dengan jalan hidup yang lazim di mana orang justru mengutamakan kepentingan diri sendiri.

Berjalan dibelakang Yesus memang adalah berjalan melawan arus. Benarlah apa yang dikatakan Plato: “Siapa yang mau menjadi pelayan?” sebaliknya, Yesus berkata, “tetapi Aku ada ditengah-tengah kamu sebagai pelayan”. (Luk. 22:27)


B. Suka Duka Pelayanan

Dalam pelayanan kita tidak hanya menemukan yang menyenangkan saja namun juga ada hal hal yang menurut kita menyakitkan dan tidak menyenangkan, ketika kita diperhadapkan dengan semuanya itu sebenarnya kita harusnya makin dewasa dalam Tuhan. Orang yang tidak bisa menghadapi suka duka pelayanan adalah orang yang tidak mendasarkan panggilan pelayananya atas dasar mengasihi Yesus lebih dari segala sesuatu. Orang boleh sama-sama melayani, namun tujuan melayani bisa berbeda-beda pada setiap orang. Ada yang murni untuk Tuhan, tapi ada pula yang karena ingin menonjol, paksaan keluarga/pacar dan berbagai alasan lain. Apa yang menjadi motivasi bisa terlihat ketika pelayanan kita mendapat gesekan baik dari sesama teman pelayanan atau mungkin mendapat penolakan dari orang yang kita layani. Jika belum apa-apa kita sudah bereaksi dengan emosional, seperti mengundurkan diri dari pelayanan, menghujat atau yang lebih ekstrim langsung pindah pelayanan, itu artinya kita belum sampai pada visi yang benar dalam melayani Tuhan.

Lantas bagaimana jika ada seseorang yang menjengkelkan dalam pelayanan atau mungkin dalam Gereja? Saya mengerti bahwa mungkin sulit untuk fokus melakukan sesuatu ketika ada hal yang mengganggu di dekat kita. Namun hendaklah kita bisa mengalahkan itu, karena mengasihi Yesus seharusnya berada di atas segala hal lainnya. Yesus berkata: "Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa." (Yohanes 12:26). Kita yang berada dalam pelayanan haruslah mengikuti Yesus dimanapun Dia berada. Dan hal itu bisa jadi tidak mudah, karena seringkali kita harus menghadapi situasi-situasi bagaikan memikul salib. Dan hal itu pun sudah diingatkan Yesus sejak awal. "Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Jika kita melihat para Nabi baik di Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, kita pun akan melihat bahwa pelayanan mereka seringkali disertai berbagai permasalahan, penuh penderitaan dan berbagai gejolak yang setiap saat mampu melemahkan mereka hingga ke titik terendah. Dari Nuh, Musa hingga Paulus dan rekan-rekan sepelayanan, semua mengalami berbagai masalah yang tidak mudah untuk dihadapi. Namun mereka tidak patah semangat, dan tetap tegar melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa. Mereka tetap tekun melayani sepenuh hati. Malah tidak sedikit yang mempertaruhkan nyawa mereka, bahkan ada yang harus menjadi martir. Tapi mereka tetap setia hingga akhir. Mengapa? Karena visi mereka jelas, yaitu menempatkan Tuhan di atas segalanya dalam apapun yang mereka lakukan. Mereka punya sikap hati yang lebih mementingkan keinginan Tuhan di atas segalanya.Kita bisa meneladani mereka. "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan." (Yakobus 5:10).

Dalam menghadapi apapun dalam pelayanan baik suka maupun duka ingatlah bahwa:
1. Ada penghiburan yang tidak terungkapkan dari Roh Kudus (Yoh 14:26-27)

2. Ada janji penyertaan dari Yesus (Mat. 28:16-20 bnd. Mrk 10:30)

3. Ada Rumah Bapa yang telah disediakan bagi kita (Yoh. 14:1-2)

4. Tuhan merindukan orang-orang percaya (Kristen), supaya menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, Yesus Kristus (Rom 8:29). Dalam tujuan tersebut Tuhan juga menyediakan alat untuk mewujudkannya, yang salah satunya diantaranya adalah kesusahan (Yak 1:1-4)

5. Penderitaan dan kesusahan merupakan karunia Tuhan dan merupakan kebanggaan kepada orang yang dianggap Tuhan layak untuk itu (Fil 1:29, band. Kis 5:41)

6. Dua hal yang tidak sepadan / bertentangan maka kedua hal itu akan berusaha untuk saling melenyapkan. Demikian halnya dengan dunia ini dimana falsafahnya berbeda pasti akan menimbulkan kesusahan demi kesusahan (1 Yoh 3:12-13)

Suka duka merupakan keharusan yang sekaligus menjadi bunga-bunga dalam hidup pelayanan, dan yang lebih penting hal tersebut diperkenankan oleh Tuhan yang telah terlebih dahulu mengalaminya dan mengasihi kita (Ibr 4:15)
Melayanilah karena mengasihi Tuhan, bukan karena hal lain

III. PENUTUP

Tidak ada pelayanan yang bebas dari berbagai hambatan dan persoalan. Kita hidup di masa yang sulit, dan hal ini tidak pernah berakhir, namun mereka yang ulet dalam memenuhi panggilan Allah akan dapat mengatasinya. Manusia memiliki banyak keterbatasan, namun kebergantungan dan beriman kepada pemberi mandat pelayanan, yaitu Yesus Kristus akan memampukan setiap orang yang ambil bagian di dalamnya untuk mencapai tujuan pelayanan pemuda. Leslie B Flynn mengatakan bahwa iman adalah suatu kemampuan yang dianugrahkan oleh Roh Kudus untuk melihat sesuatu yang diingini Allah untuk dikerjakan dan untuk mempertahankan keyakinan yang kuat bahwa Allah akan melakukan segalanya walaupun ada rintangan-rintangan yang tampaknya tidak dapat diatasi.

Apapun yang kita alami dalam pelayanan, suka maupun duka, kalau kita taat dan setia semuanya itu akan membawa kita untuk semakin serupa dengan Kristus, semakin dewasa, bertumbuh dan berbuah di dalamNya. Akhirnya, apakah ketika kita menyelesaikan hidup dan pelayanan kita, dan setelah kita mengevaluasinya dengan jujur, kita dapat berkata seperti Tuhan Yesus, "Sudah genap!" atau seperti Rasul Paulus, "Aku telah mengakhirinya dengan baik"? Amin /nan1
Referensi :
- Pdt. Dr. Andar Ismail, Selamat Melayani, BPK Gunung Mulia
- Henry T. Blackaby, Experiencing God, Interaksara