Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Monday, 25 July 2011

Mengapa Cincin Pernikahan Harus Ditaruh di Jari Manis??

Mengapa Cincin Pernikahan Harus Ditaruh di Jari Manis??


Ikuti langkah berikut ini, Tuhan benar-benar membuat keajaiban 
  1. Pertama, tunjukkan telapak tangan anda, jari tengah ditekuk ke dalam (lihat gambar)) 
  2. Kemudian, 4 jari yang lain pertemukan ujungnya. 
  3. Cobalah membuka ibu jari anda, ibu jari menwakili orang tua, ibu jari bisa dibuka karena semua manusia mengalami sakit dan mati. Dengan demikian orang tua kita akan meninggalkan kita suatu hari nanti. 
  4. Tutup kembali ibu jari anda, kemudian buka jari telunjuk anda, jari telunjuk mewakili kakak dan adik anda, mereke memiliki keluarga sendiri, sehingga mereka juga akan meninggalkan kita. 
  5. Sekarang tutup kembali jari telunjuk anda, buka jari kelingking, yang mewakili anak2. cepat atau lambat anak2 juga akan meninggalkan kita. 
  6. Selanjutnya, tutup jari kelingking anda, bukalah jari manis anda tempat dimana kita menaruh cincin perkawinan anda, anda akan heran karena jari tersebut tidak akan bisa dibuka. Karena jari manis mewakili suami dan istri, selama hidup anda dan pasangan Anda akan terus melekat satu sama lain. Cinta suami isteri kekal abadi. 
sumber: unknow  (cina)

Thursday, 14 July 2011

Riwayat Hidup Sumi San


GADIS PEJUANG IMAN
(Riwayat Hidup Sumi San dari Negeri Jepang)


  Sumi San dilahirkan dalam keluarga yang sederhana, ayahnya seorang   pedagang pipa air, sedang ibunya adalah seorang ibu rumah tangga   biasa. Semasa remaja, ia harus hidup berkekurangan karena ayahnya   mengalami kerugian besar dalam berdagang. Dampaknya, orang tua Sumi   harus menanggung utang yang tidak sedikit jumlahnya. Demi membantu   meringankan beban orang tuanya, Sumi meninggalkan kampung halamannya   dan bekerja di sebuah perusahaan tekstil di Kobe. Tidak ada waktu   baginya untuk memikirkan hal-hal lain di luar rutinitasnya. Waktunya   ia habiskan untuk bekerja dan belajar. Semangat dan kemauan yang   begitu kuat menyebabkan ia tidak memedulikan kondisi kesehatannya.   Tanpa disadari, ia menderita penyakit bronkitis dan beri-beri yang   menyebabkan ia harus dirawat di sebuah rumah sakit selama tiga   bulan. Setelah sembuh dari sakitnya, ia dikeluarkan dari   pekerjaannya. Hal ini membuatnya sangat sedih karena pekerjaan   tersebut sangat ia butuhkan dan merupakan satu-satunya cara agar ia   dapat membantu meringankan beban orang tuanya.

  Sumi pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Funo.   Persoalan utama baginya saat ini adalah bagaimana ia dapat membantu   orang tuanya dalam hal keuangan. Akhirnya, ia memutuskan untuk   mendaftar ke sebuah sekolah perawat di Hiroshima. Berkat ketekunan   dan kesabarannya, ia diterima di sekolah tersebut, bahkan mendapat   beasiswa sehingga ia tidak perlu menanggung semua biaya sekolahnya.
  Berkat semangat dan kesabarannya pula, Sumi mampu menyelesaikan   pendidikannya dengan nilai yang sangat memuaskan dan mendapat   kesempatan bekerja pada sebuah rumah sakit.

  Namun di tengah kebahagiaannya, ia mendapat kabar bahwa ibunya   meninggal karena sakit. Masalah tidak berhenti sampai di situ. Ia   dihadapkan pada persoalan baru -- siapakah yang akan menggantikan   ibunya mengurus rumah tangga? Sebagai anak tertua, Sumi sadar bahwa   dialah yang akan melaksanakan tugas tersebut. Sungguh bukan hal   mudah baginya. Namun, ia dan ayahnya yakin bahwa mereka dapat   mengatasi kesulitan yang sedang terjadi dan segalanya pasti akan   kembali normal dengan bantuan dewa Hotoke San. Sumi dan keluarganya  adalah penganut agama Budha. Prinsip hidupnya didasarkan pada ajaran  tersebut, yaitu bahwa "hidup hanyalah soal nasib semata, biarpun   manusia dapat berbuat sesuatu untuk meringankan beban hidupnya".  Sumi dibesarkan dalam ajaran ini dan ia menyerahkan hidupnya pada  nasib. Ia berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalah yang  terjadi dalam hidupnya dan berharap mudah-mudahan nasib baik akan  menghampirinya pada masa yang akan datang.

  Di samping mengurus rumah tangga, Sumi juga terus memerdalam  pengetahuan keperawatannya. Ia berharap suatu hari nanti dapat  bekerja pada sebuah distrik dengan penghasilan yang jauh lebih besar  daripada penghasilan bekerja di rumah sakit. Nasib baik nampaknya  berpihak pada Sumi, ia diterima sebagai perawat di Badan Kesehatan   Distrik di bagian timur Kobe. Suatu hari, Sumi mendapat tugas baru.  Ia ditugaskan merawat Machan, putra tunggal keluarga Komatsu yang  menderita bisul pada kakinya. Tugas tesebut mengharuskannya untuk  datang setiap hari ke rumah Machan. Kedatangan Sumi selalu disambut  gembira oleh Machan, mereka berdua benar-benar telah menjadi  sahabat. Namun secara diam-diam, Komatsu, ayah Machan, menaruh  perhatian khusus kepada Sumi. Sumi mengetahui hal tersebut, dan  karenanya ia berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan  Komatsu, mengingat Komatsu sudah memiliki istri.

  Setelah mendapatan perawatan yang intensif, kaki Machan benar-benar  sembuh. Di akhir kunjungannya, Sumi mendapatkan sebuah kado dari  Machan. Tidak hanya itu, Komatsu juga memberikan sebuah bungkusan  kecil sebagai tanda terima kasihnya kepada Sumi yang telah merawat  Machan. Dari bungkusan kecil tersebut, Sumi tahu bahwa tanda terima  kasih tersebut adalah uang. Sumi menolak pemberian tersebut dengan  alasan pihak rumah sakit telah menggajinya atas tugas tersebut.  Tidak hanya itu, Komatsu juga meminta Sumi untuk sesekali bertemu  dan berbincang-bincang dengannya. Karena terus didesak dan merasa  telah berutang budi pada pihak keluarga Komatsu (dalam budaya  Jepang, suatu utang harus dilunasi secara penuh dan tidak boleh  kurang suatu apa pun), akhirnya Sumi menerima bungkusan tersebut  (bungkusan berisi uang seratus yen, lebih banyak dari jumlah gajinya  selama dua bulan) dan berjanji sesekali akan menemui Komatsu hanya  untuk berbincang-bincang sebagai seorang teman.

  Tawaran Komatsu yang telah diterimanya ternyata membuat Sumi merasa  tidak nyaman. Ia memutuskan untuk meninggalkan Kobe dan mencari  pekerjaan di tempat lain. Sumi mencoba melamar ke beberapa tempat  dan ia diterima bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Tokyo. Ia  merasa lega, pikirnya ia akan terbebas dari persoalan tersebut.  Namun setelah setahun bekerja di Tokyo, tiba-tiba ia mendapat  kunjungan dari seseorang. Ya, orang tersebut adalah Komatsu. Tentu  saja kunjungan Komatsu membuatnya sangat terkejut. Apa sebenarnya  tujuan Komatsu berkunjung ke Tokyo? Apakah hanya sekadar untuk  menemuinya? Tujuan Komatsu menemui Sumi adalah untuk menjodohkannya  dengan Jiro, adik kandungnya. Dan tanpa sepengetahuan Sumi, ternyata  Komatsu telah terlebih dahulu menemui keluarga Sumi di Funo untuk  membicarakan rencana tersebut, dan pihak keluarga pun menyetujuinya.

  Sumi memang merindukan sebuah rumah tangga sebagaimana layaknya  seorang wanita, namun bukan dengan Jiro, karena sebenarnya Sumi  mencintai Katzuo, pemuda asal Funo yang sedang ditugaskan di Cina  sebagai seorang prajurit. Hingga saat ini, Sumi tidak pernah  mengetahui dengan pasti kabar maupun keberadaan Katzuo, namun Sumi  yakin Katzuo akan kembali ke Funo karena bagaimanapun mereka pernah  berjanji akan membawa hubungan tersebut sampai ke pernikahan. Sumi  menolak tawaran Komatsu, namun Komatsu tidak kehabisan akal,  Komatsu berencana mengajukan Sumi ke pengadilan atas tuduhan Sumi  telah berutang kepada keluarga Komatsu dan tidak mampu  membayarnya, jika Sumi menolak tawaran Komatsu untuk menikah dengan  adiknya. Akhirnya dengan berat hati, Sumi menerima tawaran tersebut.

  Pernikahan Sumi dan Jiro pun berlangsung menurut cara dan adat  Jepang. Sumi pun resmi menjadi istri Jiro. Selama resepsi  berlangsung, Jiro hanya diam saja. Namun setelah meminum sake, ia  tertawa dan berteriak-teriak layaknya orang gila, sehingga para tamu  menjadi sangsi apakah ia benar-benar waras. Selama mengarungi rumah  tangga bersama Jiro, hampir setiap malam Jiro tidak berada di rumah,  ia pergi ke tempat hiburan malam dan menghabiskan sepanjang malam  dengan minuman keras dan wanita. Sumi tinggal sendirian di rumah,  rasa sepi mulai menghampirinya dan ia bertekad untuk mengakhiri  penderitaannya dengan bunuh diri. Namun, pikiran tersebut segera  dibuangnya jauh-jauh ketika ia mengingat utang ayahnya yang belum  lunas.

  Pada suatu malam, Komatsu berkunjung ke rumah Sumi untuk menjalankan  rencana yang telah ia rencanakan dengan matang. Komatsu tidak pernah  memikirkan kebahagiaan Jiro maupun Sumi. Ia melakukannya agar Sumi  berada di sampingnya dan untuk kepuasan dirinya saja. Ia tahu Jiro  tidak pernah berada di rumah. Ia berusaha merayu Sumi. Tidak hanya  itu, Komatsu juga menggunakan kekerasan. Tetapi Sumi melawan dan  berteriak dengan sekuat tenaga sehingga teriakannya sampai terdengar  oleh kakak laki-laki Komatsu yang tinggal tidak jauh dari rumah  Sumi. Sumi menceritakan apa yang telah dialaminya kepada kakak  iparnya. Kakak Komatsu menaruh rasa iba kepada Sumi dan berjanji  akan mencarikan tempat yang aman baginya. Pagi harinya, mereka  berdua pergi ke suatu tempat yang telah dijanjikannya. Mereka pergi  ke sebuah rumah di dekat pantai. Rumah tersebut adalah milik Yamada  -- teman kakak Komatsu. Yamada adalah seorang janda yang suaminya  telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sumi merasa aman berada di  rumah Yamada dan karena itulah Sumi tidak segan untuk menceritakan  pengalaman pahitnya kepada Yamada.

  Yamada memperkenalkan Sumi kepada Koide. Ia adalah seorang Kristen  dan Koide mulai menceritakan kasih Kristus kepada Sumi. Meskipun  hati Sumi sudah dipenuhi oleh kebencian dan dendam, tetapi Yamada  dan Koide tidak menyerah. Mereka berdua terus menceritakan kasih  Allah dan mengajaknya ke gereja. Pada awalnya Sumi menolak, namun  setelah dipikirkannya, ia berpendapat apa salahnya apabila ia  memenuhi ajakan Koide. Sumi tidak tertarik pada khotbah yang  disampaikan dalam kebaktian tersebut karena khotbah yang disampaikan  malam itu mengenai kasih Allah kepada manusia. Karena pengalaman  hidupnya, maka ia meragukan ajaran tersebut. Namun Koide tidak  menyerah, ia terus mengajak Sumi mengikuti kebaktian yang setiap  minggu diadakan oleh Pendeta Honda di gereja. Sumi menjadi  pengunjung tetap, tapi ia belum bersedia menyerahkan hidupnya kepada  Kristus. Seusai kebaktian, pendeta Honda menghampiri Sumi dan  bertanya kepadanya mengapa ia tidak mau percaya kepada Kristus. Sumi  menjawab bahwa ia akan percaya jika pendeta Honda mampu  memerlihatkan Tuhan kepadanya. Malam itu, pendeta Honda dan Koide  mendoakan Sumi. Dan Tuhan menjamah hatinya, ia bersedia mengampuni  orang-orang yang telah menyakitinya dan menyerahkan hidupnya kepada  Kristus.

  Dua tahun kemudian terjadi perang pasifik. Rumah Sumi tak luput dari  keganasan perang tersebut -- semuanya hancur. Ia tidak memunyai  rumah lagi, jalan satu-satunya adalah kembali ke Funo dan tinggal di  sana sampai perang berakhir. Sumi berangkat menuju kampungnya dengan  menggunakan kereta api, perjalanan tersebut cukup melelahkan. Sumi  tiba di desa Sawadani. Ketika ia sedang menunggu bis yang menuju  Funo, seorang pria mendekatinya dan mengajaknya berbincang-bincang.  Pria tersebut menawarkan kepada Sumi untuk menjadi perawat di  Sawadani, mengingat tidak ada perawat di tempat itu saat ini. Sumi  pun menerima tawaran tersebut.

  Pasien pertamanya adalah seorang ibu yang akan melahirkan. Ini  adalah kelahiran anaknya yang ketiga. Kedua anaknya yang terdahulu  meninggal selama proses persalinan dan ia sangat takut jika anaknya  yang ketiga akan lahir dengan kondisi yang sama. Sumi memanfaatkan  waktu tersebut untuk menceritakan kasih Allah kepadanya dan berdoa  baginya. Persalinan berjalan dengan lancar dan anaknya dapat lahir  dengan selamat. Setiap hari, semakin banyak pasien yang harus  ditanganinya. Sumi tidak hanya merawat pasien-pasiennya, tetapi ia  juga memberikan hiburan, semangat, dan mendoakan mereka. Namun, ada  satu hal yang mengusik hatinya. Sebagai bidan, ia tahu bahwa banyak  anak yang lahir di luar pernikahan. Penduduk setempat menganggap hal
  itu sebagai hal yang biasa. Namun, Sumi tahu bahwa hal tersebut  merupakan dosa. Ia tahu bahwa jalan keluar atas masalah ini adalah  dengan menyampaikan ajaran Kristus. Sumi semakin yakin bahwa Tuhan  menempatkannya di Sawadani untuk menyampaikan Kabar Baik kepada  penduduk setempat. Tapi ia tahu, ia tidak dapat melaksanakannya  sendirian. Ia tidak memiliki pendidikan khusus, namun ia berdoa agar  Tuhan membimbingnya untuk menanamkan nilai-nilai Kristen di  Sawadani.

  Tiga tahun setelah perang berakhir, tepatnya pada tahun 1948,  Pendeta Honda membangun kembali pelayanannya -- menceritakan Kabar  Baik. Suatu hari, ia mendapat surat dari Sumi yang memintanya datang  ke Sawadani. Namun, ia tidak dapat memenuhi permintaan Sumi. Ia  menyarankan agar Sumi menemui Pendeta Hashimoto. Pendeta Hashimoto  bukan orang asing bagi Sumi, ia sering memimpin kebaktian yang  sering dikunjungi Sumi ketika berada di Kobe. Pendeta Hashimoto  memenuhi permintaan Sumi meskipun pada saat itu kondisinya tidak  terlalu sehat untuk melakukan perjalanan jauh. Ia juga mengajak  Koide ke Sawadani. Kebaktian dimulai pukul tujuh malam. Jumlah orang  yang menghadiri kekebaktian tersebut sungguh di luar dugaan -- lebih  dari empat puluh orang. Pada hari kedua, orang yang datang jumlahnya  lebih banyak dari sebelumnya. Apa yang diharapkan Sumi terjadi pada  hari ketiga -- beberapa penduduk memutuskan untuk mengikut Kristus  dan dibaptis. Di antara orang-orang yang akan di baptis, ada seorang  pria bernama Sugimoto -- dialah yang menjadi motor penggerak  pertumbuhan orang Kristen di Sawadani. Kejadian ini membuat Sumi  bahagia. Namun di tengah kebahagiaan tersebut, Sumi dinyatakan  positif mengidap kanker payudara. Penyakit tersebut tidak membuat  imannya goyah. Persoalan tidak berhenti sampai di situ. Karena  pertumbuhan orang Kristen yang luar biasa, mau tidak mau menimbulkan  sebuah tantangan baru.

  Suatu sore, Pendeta Hashimoto didatangi orang yang tidak ia kenal.  Orang tersebut adalah seorang pendeta Budha. Kunjungan tersebut  merupakan awal usaha menghalangi upaya penginjilan di Sawadani. Para  pendeta Budha memiliki pengaruh yang cukup besar di Sawadani. Mereka  memaksa agar setiap orang tua melarang anak-anak mereka untuk pergi  ke gereja. Hal ini membuat Sumi sangat sedih. Namun, pekerjaan Tuhan  tidak dapat dihancurkan oleh tangan manusia. Larangan para orang tua  tidak menyebabkan anak-anak mereka meninggalkan gereja. Meskipun  harus pergi ke gereja secara sembunyi-sembunyi, namun mereka tidak  takut menyaksikan Kristus kepada penduduk yang belum percaya.

  Pada tanggal 24 Mei 1949, Sumi menjalani operasi di sebuah rumah  sakit di Hamada. Penyakitnya bertambah parah dan menurut dokter  tidak ada harapan baginya untuk sembuh. Kabar tersebut tidak membuat  Sumi putus asa. Ia tetap bersemangat dan percaya kepada Yesus.  Sikapnya itu membuat setiap orang yang berada di rumah sakit menjadi  heran. Akibatnya, banyak pasien yang mampu berjalan, datang ke kamar  Sumi dan berbincang-bincang dengannya. Sumi menyaksikan Kristus  kepada mereka dan Injil pun tersebar di rumah sakit tersebut. Suatu  keajaiban terjadi di Hamada. Sumi yang sedang sakit parah membawa  tiga puluh orang yang belum percaya datang kepada Kristus. Beberapa  di antara mereka menjadi pelayan Tuhan sepenuh waktu dan meneruskan  apa yang telah dimulai oleh Sumi dari tempat tidurnya di rumah  sakit.

  Pada musim panas 1949, Sumi kembali ke Sawadani. Ia disambut hangat  oleh teman-temannya sesama Kristen. Ia akan tinggal di Sawadani  untuk mengabarkan Injil. Satu kerinduannya adalah memunyai gedung  gereja sendiri dan usul ini disetujui oleh setiap anggota. Untuk  mewujudkan hal tersebut, ia menyumbangkan delapan ribu yen guna  meyokong pembangunan gedung gereja. Meskipun para pendeta Budha  berusaha menghalangi upaya tersebut, namun pembangunan gereja itu  terus berjalan. Tahun 1951, segala keperluan untuk membangun gereja  telah tersedia dan pembangunan gereja segera dilaksanakan. Gereja  tersebut dibangun di atas bukit sehingga dapat terlihat dari  berbagai penjuru.

  Pada bulan Oktober 1952, Sumi mendapat pekerjaan sebagai perawat di  Oyama. Di tempat barunya ini, Sumi tetap bersaksi bahwa Kristus  datang untuk menolong dan menyelamatkan manusia. Setelah enam bulan  berada di Oyama, penyakitnya kambuh kembali dan sel kankernya telah  menyebar, bahkan menyerang organ tubuhnya yang lain. Namun,  penyakitnya tidak mematahkan semangatnya untuk tetap memberitakan  Injil. Pada bulan April 1953, Sumi mendapatkan perawatan di rumah  sakit -- penyakitnya sudah sangat parah. Tidak ada harapan baginya  untuk sembuh. Tekanan darahnya turun secara drastis dan daya tahan  tubuhnya semakin menurun. Berkat perawatan yang intensif, kondisi  Sumi mulai membaik dan ia diizinkan pulang. Pada tanggal 1 September  1953, Sumi menghadiri peresmian gereja di Sawadani dan ia bersyukur  karena akhirnya mereka memiliki gereja sendiri. Kondisi kesehatan   Sumi semakin memburuk. Kanker tersebut telah menjalar sampai ke  wajahnya, kerongkongannya membesar sehingga ia mengalami kesulitan  bernapas. Dokter pun sudah tidak dapat berbuat apa-apa.

  Pada suatu malam, tepatnya di bulan Desember, Sumi bergumul dengan  rasa sakitnya, napasnya seolah terhenti. Dengan tersenyum, ia  menutup matanya perlahan-lahan, pergi meninggalkan dunia yang fana  ini menuju ke rumah Bapa. Beberapa hari kemudian, ia dikuburkan di  lereng bukit -- menghadap ke arah gereja di Sawadani. Upacara  penguburan tersebut dihadiri oleh banyak orang. Di antara mereka,  hadir pula para pemuka desa Sawadani untuk memberikan penghormatan  dan penghargaan atas apa yang telah Sumi lakukan untuk Sawadani.  Sumi telah tiada, namun kematiannya membuktikan adanya kemenangan   dari Kristus -- adanya harapan menuju kehidupan kekal. Sungguh, di  sebuah desa di pegunungan Jepang telah dibangun gereja Tuhan. Telah  tiba waktunya dan nyata, bahwa yang telah dilakukan oleh Sumi di  Sawadani adalah "rumah emas, perak, batu yang indah" yang akan tetap  tinggal sampai selama-lamanya.

  Diringkas dari:
  Judul buku: Gadis Pejuang Iman
  Judul asli buku: Upon This Rock
  Penulis: Eric Gosden
  Penerjemah: Barus Siregar
  Penerbit: Badan Penerbit Kristen, 1965
  Halaman: 5 -- 88

D. L. MOODY

D. L. MOODY
UTUSAN INJIL TERBESAR ABAD XIX 

D. L. Moody lahir tanggal 5 Februari 1837 di Northfield, Massachusetts. Ayahnya, Edwin Moody adalah seorang tukang batu, sedangkan ibunya, Betsey Holtom berasal dari kaum alim Purilastan. Pada 28 Mei 1841, ayahnya meninggal dunia sehingga ibunya terpaksa bekerja keras mengasuh tujuh orang anaknya.

Tiap pagi, Betsey Holtom selalu membacakan Alkitab untuk anak-anaknya, dan pada hari Minggu mengajak mereka pergi ke gereja Unitaris. D. L. Moody tidak suka pergi ke gereja karena ia tidak dapat memahami apa yang dikhotbahkan. Ia lebih suka bepergian dan bersuka ria. Setelah dibaptis, ibunya mendesak agar ia belajar berdoa. Ia mencoba, tetapi merasa sia-sia saja. Setelah dewasa, D. L. Moody bertekad belajar sebanyak-banyaknya sambil bekerja. Mula-mula ia bekerja di toko buku dan alat-alat tulis, tetapi ia tidak puas dan pergi menemui pamannya di Boston. Pamannya setuju menerimanya dengan syarat ia harus ke gereja Mount Vernon, tidak minum minuman keras, dan tidak berjudi. Karena kecerdasan dan keramahannya, disertai rasa humor, ia segera menjadi penjual yang sukses. Saat ke gereja, ia lebih suka duduk di sudut gereja yang gelap dan sering kali ia tertidur karena penat bekerja.

Suatu hari, Edward Kimball, gurunya, menyampaikan pelajaran mengenai Musa. D. L. Moody mendengarkan dengan terpesona. Beberapa minggu kemudian, Edward Kimball memberinya Alkitab sambil memberitahu pelajaran yang diambil dari kitab Yohanes. D. L. Moody mengambil Alkitab itu dan mencarinya dengan membuka kitab Kejadian. Guru itu melihat bahwa murid-murid yang lain tersenyum-senyum dan saling menyikut satu sama lain. Ia segera menyerahkan Alkitabnya kepada D. L. Moody dalam posisi terbuka dengan ayat yang tepat. Ia merasa malu, dan hari Minggu depannya ia tidak hadir. Gurunya segera mencari dan memintanya untuk datang kembali. Tanggal 21 April 1855, Edward Kimball merasa saatnya telah tiba untuk berbicara mengenai Kristus kepada D. L. Moody. Dan saat itu juga, ia bertobat. Setelah itu, D. L. Moody bergegas kembali ke rumahnya di Northfield dan memberikan kesaksian imannya kepada saudara-saudaranya. Namun, mereka tidak menanggapinya, dan ia kembali ke Boston dengan kecewa. Ia sering kali putus asa ketika ia ingin menjadi anggota gereja Mount Vernon. Panitia keanggotaan gereja selalu mengulur waktu karena tidak yakin bahwa ia sungguh-sungguh bertobat. Walaupun demikian, ia tetap bersemangat berbicara di persekutuan doa. Tanggal 20 September 1856, ia pindah ke Chicago dan mendapat pekerjaan di toko sepatu Wiswall. Pada hari minggu, ia pergi beribadah di First Baptist Church. Di gereja ini, ia bertemu dengan calon istrinya. Pada waktu itu, ia menjadi anggota the Young Men's Mission Band of the First Methodist Episcopal. Tujuan organisasi ini adalah mengunjungi hotel dan asrama, serta membagikan brosur dan mengajak orang hadir dalam kebaktian.

Dalam musim gugur tahun 1858, ia mulai membuka sekolah minggu sendiri. Ia mendapat persetujuan dari walikota untuk memakai North Market Hall sebagai tempat ia membina anak-anak. Pada tahun 1860, ia meninggalkan usaha dagangnya dan memfokuskan diri pada pelayanan, padahal pada saat bekerja ia mendapat 5000 dolar -- jumlah uang yang cukup besar pada saat itu. Tahun pertama menjadi pekerja Kristen ia hanya mendapat 300 dolar, namun ia yakin akan pemeliharaan Tuhan. Di bawah pimpinannya, sekolah minggu dan YMCA (Persatuan Pemuda Kristen, hasil dari kebangunan rohani dari tahun 1857-1858) berkembang pesat. Kemudian, ia mendirikan gereja dan diresmikan pada awal tahun 1864. Gerejanya menjadi gereja yang berkembang dan paling giat di kota tersebut. Pada masa Perang Saudara di Amerika, ia mendukung penghapusan budak dan ia mulai melayani para tentara. Ia dicintai para prajurit karena usahanya yang tidak mementingkan diri sendiri dan sangat memerhatikan para prajurit. Pada tanggal 22 Februari 1867, D. L. Moody dan istrinya berangkat ke Inggris, ia ingin menjumpai Spurgeon, seorang pengkhotbah terkenal. Setelah mengadakan pembicaraan dengan Spurgeon, ia mengunjungi Bristol melihat panti asuhan yang didirikan oleh George Muller. Ia juga pergi ke Edinburgh dan mendapat kesempatan berpidato di Free Assembly Hall. Ia juga sempat mengunjungi Dublin. Di sini, ia bertemu dengan Harry Moorehouse, seorang pemuda yang sangat mengesankan hati D. L. Moody.

Karena kefasihan Moorehouse dalam menguraikan firman Tuhan. D. L. Moody menjadi lebih rajin mempelajari Alkitab. Saat ada pameran di Paris, ia berkunjung ke sana bersama istrinya dan ia berkhotbah beberapa kali di Paris. Tahun 1870, saat Rapat Pemuda Kristen Sedunia (Internasional Convention of the Young Men's Christian Association), ia bertemu dengan Ira D. Sankey, yang kelak akan menjadi mitra utama Moody dalam pekerjaan pekabaran Injil. Ira D. Sankey memunyai talenta memuji Tuhan. Tanggal 8 Oktober, terjadi kebakaran hebat di Chicago yang menghanguskan Farwell Hall dan Illinois Street Church. Saat itu D. L. Moody sedang mengalami pergumulan rohani berkaitan dengan kuasa Roh Kudus. Setelah membawa istri dan keluarganya ke tempat yang aman, ia bergegas mencari bantuan ke bagian timur negara dan terkumpul $3.000. Dengan dana tersebut, segera dibangun gereja darurat dan diresmikan sebagai North Side Tabernacle. Tidak lama kemudian, ia mengalami urapan Roh Kudus. Chicago mengalami kebangunan rohani yang besar. Pada bulan Juni 1872, ia pergi ke Inggris untuk kedua kalinya karena ingin memperdalam pengetahuan tentang Alkitab.

Semula ia berniat menghindari pelayanan berkhotbah, tetapi atas permintaan seorang pendeta, akhirnya ia menyanggupi untuk berkhotbah di Old Balley. Terjadi kebangunan rohani di gereja tersebut, beratus-ratus orang bertobat. Setelah ke Dublin, ia kembali ke Old Balley dan mengadakan kebaktian selama 10 hari. Setelah tiga bulan, ia kembali ke Amerika, dan setahun kemudian ia kembali ke Inggris memimpin kebaktian selama 5 minggu di York. Di sini ratusan orang bertobat. Kemudian tim penginjilan ini melanjutkan perjalanan ke Sunderland dan New Castle-On-Tync. Hasil kebangunan rohani ini terdengar sampai ke Edinburgh. Para pendeta kemudian mengundang D. L. Moody untuk memimpin kebaktian di sana. Gaya khotbah D. L. Moody yang sederhana dan berapi-api, disertai pimpinan Roh Kudus membuat kebangunan rohani besar-besaran dan berita kebangunan ini semakin meluas ke seluruh negeri. Setelah tiga bulan di Edinburgh, mereka ke Dundee dan Glascow untuk berkhotbah selama empat bulan. Pada bulan September 1874 mereka menuju Belfast, Irlandia, dan puncak ibadah terjadi di Exhibition Palace di Dublin. Tanggal 9 Maret 1875, dimulailah serangkaian kebaktian di London dengan jumlah pengunjung mencapai 15.000 - 20.000 orang.

Pada waktu itu, D. L. Moody baru berusia 38 tahun. Setelah tiba di Amerika, D. L. Moody dan rombongannya memberitakan Injil di New York, Philadelphia, Baltimore, St. Louis, Cincinnati, Chicago, dan Boston. Pada musim semi tahun 1892, D. L. Moody mendapat kesempatan untuk mengunjungi Yerusalem dan Kairo. Setelah mengunjungi beberapa tempat bersejarah, ia dan timnya bertolak ke Italia. Pada 26 Januari 1896, ibunya meninggal dunia. Waktu ibunya dikebumikan ia berkata: "Apabila setiap orang memiliki ibu seperti ini, maka semua penjara akan dihapus." Tanggal 30 Oktober 1898, cucu perempuannya meninggal dunia karena radang paru-paru. Walaupun demikian, ia berkata: "Saya sungguh bersyukur kepada Allah atas hidup ini, cucu saya kini berada di surga bersama Yesus selamanya, kita semua akan segera menyusulnya." D. L. Moody berkhotbah untuk terakhir kalinya pada tanggal 16 November 1899. Pada malam itu, Convention Hall penuh sesak. Tanggal 22 Desember menjelang kematiannya ia berkata: "Dunia bergerak mundur, surga terbuka bagiku ... kalau ini kematian maka begitu nikmatnya. Tuhan memanggil saya, maka saya harus pergi". Tanggal 26 Desember 1899, ia dimakamkan di kota Northfield dengan diiringi lagu, "Yesus Pengasih Jiwaku."

Diambil dari:
Judul majalah: Cahaya Buana, Edisi 92/2002
Judul artikel: Dwight L. Moody -- Utusan Injil Terbesar Abad XIX
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Komisi Literatur GKT III Malang
Halaman: 16 -- 17 dan 33


"THE MORE OF HEAVEN IN OUR LIVES, THE LESS OF EARTH WE COVERT"

Thursday, 7 July 2011

MENJAGA KESUCIAN PADA MASA BERPACARAN



MENJAGA KESUCIAN PADA MASA BERPACARAN

Menjaga kesucian menuntut disiplin diri yang kuat dan disiplin ini hanya bisa ada apabila ada niat yang sama kuatnya pula. Tidak hanya itu, faktor utama untuk tetap menjaga kesucian selama masa pacaran hendaknya didasarkan pada rasa takut akan Allah sebab pada akhirnya kita tetap harus memberi pertanggungjawaban kepada Allah sendiri (1 Tesalonika 5:23). Berikut ini beberapa saran untuk menolong kita menjaga kesucian pada masa berpacaran.
1. Sirami hati kita dengan Firman Allah.
Firman Allah akan memberi peringatan dan sekaligus kekuatan bagi kita untuk melawan godaan seksual. Bacalah dan renungkanlah firman-Nya setiap hari; jadikan saat teduh sebagai aktivitas rohani rutin kita. Jangan biarkan iblis atau diri kita menipu dengan mengatakan bahwa kita sudah tidak layak menerima firman Tuhan. Ketidaklayakan adalah suatu sikap yang selalu harus ada namun kita butuh firman Tuhan guna bertahan dalam kehendak Tuhan.

2. Pertahankan batas sejauh-jauhnya dan sepanjang-panjangnya.
Jangan mulai sentuhan fisik terlalu dekat dan terlalu cepat. Barang siapa memulai terlalu cepat akan mengakhirinya dengan cepat dan sangat jauh pula. Hindarkan ciuman di bibir, sebisanya berhenti pada ciuman di pipi. Sentuhan-sentuhan pada anggota tubuh selain tangan, misalnya pinggul dan dada, harus dihindarkan. Hindarkan pelukan muka dengan muka, batasi hanya pada pelukan dari samping yakni tangan kanan memeluk bahu dari samping.

3. Bicarakan godaan seksual secara terbuka dan doakan bersama.
Jangan merasa sungkan atau tidak enak hati melukai pasangan kita. Keterbukaan menunjukkan kedewasaan dan kesadaran untuk menghadapi secara matang. Sepakati batas fisik dan hormati keputusan itu sebab dengan cara itulah kita menghormati tubuh pasangan kita sebagai rumah Allah yang kudus.

4. Hindarkan keberduaan dan keterpisahan.
Bertemulah di tempat terbuka dan umum; jangan mencari-cari kesempatan untuk menyendiri guna melaksanakan niat seksual kita. Membicarakan hal pribadi tidak perlu dalam kamar atau di rumah yang sepi; kita dapat melakukannya di tempat ramai yang tetap memberi kita kesempatan berbicara dengan serius.

5. Bicarakan masalah dengan seorang bapa atau ibu rohani.
Bicarakan dan akuilah masalah kita dengan seorang bapa atau ibu rohani kita agar kita bisa mempertanggungjawabkan perbuatan kita secara berkala dan terbuka. Mintalah kesediaannya untuk menjadi pengawas yang akan terus mengecek kemajuan kita. Keberadaan seorang pengawas akan menolong kita hidup kudus dan bertanggung jawab. Dosa yang disembunyikan niscaya membuat kita lebih liar dan tak terkendali, dosa yang diakui justru memperkuat ketahanan kita.

6. Jangan menyerah.
C.S. Lewis, seorang penulis Kristen, pernah berujar bahwa kita tidak akan tahu besarnya kekuatan dosa sampai kita mencoba melawannya. Godaan seksual merupakan godaan besar yang adakalanya membuat kita putus asa melawannya. Namun nasihat C.S. Lewis adalah jangan menyerah. Lewis melukiskan suatu contoh yang indah. Jika kita mengosongkan kertas ujian kita, pasti kita mendapatkan nilai 0. Namun, jika kita mencoba menjawab setiap pertanyaan, kita pasti memperoleh nilai meski jawabannya salah. Lewis mengingatkan kita bahwa Tuhan ingin melihat usaha kita melawan dosa dan Ia menghargai upaya yang keras. Jangan menyerah atau membenarkan diri. Akui kejatuhan kita dan bangunlah kembali; setiap hari merupakan hari pengujian, sebab itulah esensi kehidupan Kristen.

Sumber diedit dari: 
Buletin: Seks Pranikah — Seri Psikologi Praktis 
Judul Artikel: Menjaga Kesucian 
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. 
Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001 
Halaman : 6 – 8

Tuesday, 5 July 2011

PENTINGNYA SAAT TEDUH


PENTINGNYA SAAT TEDUH 
Nats: Daniel 9:1-8
Disampaikan pada ibadah PA PERMATA GBKP Psr. 2  thn 2010


I.       Pendahuluan
Nats yang kita baca tadi menjelaskan bagaimana Daniel memperhatikan dalam kitab Yeremia jumlah tahun lamanya orang Israel di buang, dan lamanya adalah 70 tahun, jumlah itu membuat Daniel bersujud kepada Allah, dan berdoa. Daniel pertama menyatakan permohonan yg diawali dengan pengangungan kepada Tuhan, dilanjutkan dengan pengakuan dosa, dan permohonan.

Bagian ini menggambarkan apa yang selama ini kita sebut dengan Saat Teduh…
Siapa diantara kita yang sudah melakukan saat teduh dengan teratur?.. teratur bang sekali sebulan, atau sekali setahun…? J


II.    Pembahasan

A.    Apa itu Sa Te? Pengertian:
Saat Teduh adalah waktu yang disediakan bagi Tuhan setiap hari secara teratur untuk menikmati persekutuan yang indah dengan Tuhan, berbicara dalam doa, mendengarkan apa yang Dia katakan kepada kita melalui firmanNya (Maz. 119:147-148;  63:2))

Saat teduh adalah saat di mana kita benar-benar menyediakan waktu secara khusus dan fokus untuk berkomunikasi dengan Allah, melalui perenungan firman Tuhan dan doa Saat teduh adalah saat di mana kita benar-benar datang kepada Tuhan dan berkata secara bertanggungjawab, “Inilah aku Tuhan. Saya siap untuk mendengarkan Engkau berbicara kepada anakmu ini.”

Mengapa saya mengatakan bahwa saat teduh adalah waktu secara khusus dan fokus?
Pertama, kita harus benar-benar menyediakan waktu secara khusus untuk bersaat teduh. Kita bukannya menyelipkan waktu untuk bersaat teduh: saat kita sedang tidak ada pekerjaan pada pukul 2 siang di rumah atau di kantor, saat kita masih memiliki sedikit waktu atau masih sempat untuk bersaat teduh karena hari ini tidak bangun kesiangan – jika tidak sempat ya sudah, berarti “pass” untuk hari ini, atau jika pada malam hari kita sedang merasa tidak terlalu lelah dan tidak ada film yang bagus untuk ditonton di TV. TIDAK!!!! Kita harus berdisiplin. Kita harus telah secara khusus menyediakan waktu untuk saat teduh. Dan tidak boleh ada badai apapun yang boleh menghalangi kita untuk tetap setia pada janji akan waktu untuk bersaat teduh. Bahkan, ada satu ungkapan yang mengatakan “no bible, no breakfast”. Wow… ! Jika memang harus begitu, berapa banyak dari kita yang akan celaka karena kelaparan yach.

Kedua, kita harus fokus. Kita harus meletakkan semua permasalahan kita, semua keluh kesah kita, semua keberatan kita dalam doa sebelum kita memulai untuk bersaat teduh. Menjadi seperti Maria, yang duduk diam di kaki Yesus. Jika kita masih berpikir untuk harus menelpon si A nanti pagi ini, atau harus memasak air untuk mandi pagi ini, atau masih memikirkan tentang daftar tugas-tugas yang harus diselesaikan hari ini, berarti kita belum terfokus.

Mulailah dengan doa. Letakkan semua kelemahan kita di hadapan-Nya. Katakan dengan jujur keadaan kita hari ini pada Dia yang setia, yang mengerti isi hatimu yang terdalam. Beritahu Dia bahwa pagi ini kita bangun dengan kepala yang sakit, leher yang kaku, atau hal lainnya. Mintalah Dia untuk membimbing kita pada renungan hari ini, mintalah iluminasi (=penerangan) Roh Kudus agar kita dapat mengerti secara jelas firman Tuhan hari ini, mintalah agar kita memiliki hati yang mau mendengar dan juga taat kepada firman Tuhan.

B.     Pentingnya Sa Te

1.      Meneladani Tuhan Yesus (Mark 1:35).
Ia menunjukkan, betapa Ia menikmati persekutuan dengan BapaNya, meskipun pada hari sebelumnya Ia sibuk sekali. Tetapi keesokan harinya Ia bangun pagi-pagi benar dan  menyediakan waktu bagi BapaNya (Mark. 1:35). Kalau Yesus yang adalah Anak Allah masih memerlukan waktu teduh bersama dengan BapaNya, apalagi kita.

2.      Allah merindukan persekutuan dengan kita anak-anakNya.
Suatu hal yang luar biasa, bahwa pencipta langit dan bumi benar-benar menginginkan persekutuan dengan ciptaanNya.

3.      Tanpa waktu teduh yang teratur, kita sulit bertumbuh dalam iman.
Orang-orang  saleh yang dipakai Tuhan dari abad ke abad, semuanya mempunyai waktu teduh yang teratur.  Misalnya Daud (Maz. 5:4), Daniel (Dan 6:11), dan lain-lain.
Sebagai seorang manusia, secara fisik kita membutuhkan makanan setiap harinya untuk bertahan hidup. Tanpa makanan, kita akan kekurangan kalori yang memberikan kita energi untuk melaksanakan aktivitas kita. Demikian juga halnya dengan saat teduh. Saat teduh adalah makanan rohani kita. Jiwa kita membutuhkannya untuk terus bertahan hidup.
Setiap hari kita diserang oleh berbagai macam masalah. Kita seringkali kehilangan keseimbangan karenanya. Kita bingung bagaimana menentukan pilihan. Pilihan mana yang benar dan mana yang salah? Apa standarnya sesuatu dapat dikatakan benar atau salah? Keseimbangan itu hanya dapat kita terima kembali melalui saat teduh bersama Allah. Sebab Allah adalah standar dari kebenaran. Dia adalah kebenaran itu sendiri.

Membaca dan merenungkan firman Tuhan akan mengajar kita, menyatakan kepada kita apabila kita salah, akan memperbaiki kelakuan kita, dan akan terus mendidik kita dalam kebenaran (2 Tim 3:16). Membaca dan merenungkan firman Allah dalam saat teduh membuat kita dapat semakin mengenal Allah. Dengan membaca firman Tuhan, kita akan mengetahui apa yang Allah sukai, apa yang menyenangkan hati-Nya, dan apa yang tidak Dia sukai. Dan itulah yang menjadi intinya. Apapun yang harus kita lakukan dalam menjalani hidup ini, kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah, dengan cara hidup yang menyenangkan hati Allah. Dengan pengetahuan inilah kita dapat menemukan keseimbangan kita kembali. Kita menjadi tahu keputusan seperti apa yang harus kita ambil ketika badai hidup menerpa hidup kita, yaitu keputusan yang menyenangkan hati Tuhan, yang sesuai dengan firman Tuhan.

C.    Manfaat Saat Teduh.
1.      Untuk mendengarkan suara Tuhan lewat firmanNya.
Manfaat kebenaran firman Tuhan :
·         Untuk memberikan pertumbuhan rohani (iman) dan daya tahan terhadap serangan-serangan si iblis
a.             Firman Tuhan sebagai roti hidup (Mat. 4:4)
b.             Firman Tuhan sebagai air susu yang murni (I Pet. 2:2)
·                Untuk mengajar, menyatakan kesalahan – sebagai cermin, memperbaiki kelakuan, mendidik orang dalam kebenaran (II Tim. 3:16)
·                Untuk menyegarkan jiwa dan memberi hikmat kepada orang yang tidak berpengalaman (Maz. 19:8)
·                Untuk menyukakan hati dan membuat mata bercahaya (Maz. 19:9).

2.      Untuk menyatakan isi hati kepada Tuhan
·           Menyatakan isi hati kepada Tuhan melalui lagu-lagu pujian
·           Menyatakan isi hati kepada Tuhan melalui doa (Pujian Penyembahan, Ucapan Syukur, Pengakuan Dosa, Permohonan, permohonan kepada orang lain, permohonan kepada kita)

D.    Pelaksanaan Saat Teduh.
Saat Teduh dilakukan, sebaiknya pada pagi hari. Contoh Tuhan Yesus dan Raja Daud. Tetapi kalau tidak bisa pagi, usahakanlah memilih waktu di mana Saudara dapat menikmati kehadiran Allah.

Catatan : Allah jijik dengan saat teduh yang kita lakukan dengan tidak sungguh-sungguh.
    

E.     Cara melakukan Saat Teduh. (Metode BGA)
a.      Sediakan waktu yang teratur setiap hari. Sebagai permulaan, mulailah dengan 15 menit, jika kebiasaan itu sudah tertanam dengan baik, sediakanlah waktu yang cukup lama.
b.      Carilah tempat yang tenang. Hindarilah suara-suara yang bisa mengganggu. Misalnya radio, tape, televisi dan lain-lain.

o    Berdoalah. : Sebelum memulai menggali Alkitab, mohon supaya Tuhan menolong kita menemukan rahasia kebenaran firman Tuhan. -à dapat diawali dengan bernyanyi

o    Bacalah. Nats firman Tuhan: secara berulang-ulang 2-3 x sampai meresap.

o    Renungkanlah. Renungkanlah nas tadi dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan berikut

1. Apa saja yang kubaca. Peristiwa apa? Hal apa? Siapa? Adakah kaitan dengan nas-nas sebelumnya? Maksud pertanyaan ini adalah Anda perlu memperlakukan teks Alkitab secara riil dan mencari ciri, hal, unsur, semua hal yang ada di sekitar (konteks), di dalam, dan yang membentuk teks tersebut.

2. Apa pesan yang Allah sampaikan kepadaku melalui nas tadi: janji, peringatan, teladan, dst? apabila Anda cermat di langkah sebelum ini dan terus menerus bertanya-tanya kepada Roh Kudus, maka Ia akan memperlihatkan arti teks tersebut dan membantu Anda melihat kaitan arti itu dengan Anda kini. Mengkategorikan pesan tersebut ke: janji, pelajaran, perintah, peringatan, teladan, bisa membantu Anda menemukan pesan Allah dalam teks Alkitab.

3. Apa responsku? Adakah hal-hal spesifik dalam hidupku kini yang disoroti oleh pesan firman tersebut? Apa responsku terhadap firman itu agar menjadi bagian dari hidupku? Ini adalah puncak dari tujuan kita bersaat teduh. Kita tidak ingin berhenti hanya pada mengetahui tetapi rindu maju lebih jauh lagi sampai ke mengalami pembaharuan hidup yang berkelanjutan akibat firman kita pahami, terima, simpan, dan lakukan.

o    Bandingkanlah. Bandingkanlah hasil renungan Anda dengan Santapan Harian. Ini bisa membuat Anda diperkaya, dipertajam, atau berdialog lebih lanjut dengan nas maupun dengan orang lain (Kis. 17:11). Santapan Harian adalah alat bantu atau teman saat teduh Anda. Inti saat teduh adalah merenungkan teks Alkitab, bukan penjelasannya. Tetapi itu tidak berarti kita harus mengabaikan bahwa Roh Allah berbicara juga kepada para hamba-Nya termasuk para penulis Santapan Harian yang telah menggumuli teks itu secara serius. Maka jadikanlah Santapan Harian sahabat saat teduh Anda.

o    Berdoalah agar Allah memberdayakan Anda melakukan dan membagikan pesan firman tersebut (Mat. 7:24). à sebelum doa dapat diakhiri dengan pujian

CONTOH:
MAZMUR 1

1.      Berdoa
2.      Bacalah Mazmur 1
3.      Renungkanlah : dengan bantuan pertanyaan berikut:
a.      apa saja yang kubaca?
-          Siapakah yang disebut orang yang berbahagia? (1,2)
-          Siapakah yang disebut orang fasik atau orang berdosa dan pencemooh? (1)
-          Seperti apakah orang berbahagia dan orang fasik digambarkan oleh pemazmur? (3,4)
-          Bagaimanakah keadaan orang fasik atau orang berdosa pada hari penghakiman? (5)
-          Perbandingkan apakah yang kita lihat pada orang benar dan orang fasik? (6)

b.     Apa pesan yang Allah sampaikan kepadaku?
-          Peringatan: pergaulan sehari-hari dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang
-          Perintah: Kunci kebahagiaan adalah suka dengan firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam

c.       Apa responku? (setiap orang dapat berbeda dalam meresponi)
-          Bagaimana pergaulanku selama ini? Aku tidak boleh sembarangan bergaul
-          Saya harus lebih mencintai firman Tuhan dan merenungkan setia hari

4.      Bandingkan dengan Santapan Harian
5.      Berdoa

F.      Alasan yang sering dipakai umtuk tidak bersaat teduh.
a.      Tidak ada waktu atau terlalu sibuk (maslah prioritas).
b.      Malas (persoalan kedagingan).
c.       Tidak mau (masalah kehendak).
d.      Tidak mengerti apa yang dibaca (masalah me­ode).
e.       Tidak mendapat berkat (persoalan sasaran).


Maukah engkau mulai hari ini ber saat teduh?   

Keselamatan


SALVATION



Nats: 2 Korintus 5:15
"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetap untuk Dia, yang telah mati dan telah bangkit untuk mereka"

I.    Pendahuluan
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus secara khusus (2 Kor 5 : 14 _ 21) telah menjelaskan arti kematian Yesus di kayu salib, oleh karena Kasih Kristus yang telah menguasai/mendesak . ("Sunecho"= menekan, mendorong) dan rasul Paulus telah memberikan alasan-alasan Kasih Kristus yang telah menguasai/mendesaknya.
  1. Jika Kristus tidak mati bagi kita maka kita mati dalam hukuman, dalam dosa, dalam pelanggaran, dalam kerohanian kita dan disambung dengan kematian kekal. Ini adalah keadaan yang sangat menyedihkan dan akan selalu dalam keadaan yang sangat mengerikan.
     
  2. Apa yang akan kita perbuat bagi Kristus yang telah mati bagi kita? Kita harus hidup bagi Dia!
Kematian Kristus telah melepaskan kita, orang-orang beriman, dari kematian kekal dan kebangkitanNya mendatangkan kehidupan kekal bagi kita. Kematian Kristus mempunyai pengertian ganda, yaitu:
  1. Ia telah mati untuk kita (Rm 5 : 6-8 ; 2 Kor 5: 21)
Pada waktu Kristus mati untuk menggantikan kita, maka keadilan Allah dinyatakan dan kita dibenarkan.
  1. Kita telah mati bersama Kristus (Rm 6 : 8 )
Pada waktu kita mati bersama Kristus, maka itulah yang menjadi dasar kekudusan. Kita harus memandang diri kita telah mati bagi dosa, tetap hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. (Rm 6 : 11 ; Gal 2 : 20)
Kekristenan tidak akan ada artinya tanpa berita Kristus datang berinkarnasi dan menebus dosa manusia namun saat hal tersebut diberitakan ternyata tidak mudah untuk diterima.
Pada saat kita bersama-sama menghadap meja perjamuan, kita sadar bahwa kita boleh bersekutu hari ini karena Allah pernah menjadi manusia dan bahkan tujuan hidupnya jelas untuk menyelamatkan umatNya dari dosa mereka. Kristus hadir di dunia ini dengan sasaran yang jelas yaitu menuju ke Golgota. Bagi saya tidak ada satu kehidupan yang sedemikian bermakna namun juga mengerikan seperti hidup Kristus. Seringkali manusia hidup tidak tahu arah dan tujuannya akan kemana tetapi sebelum Kristus lahir Ia telah mempunyai sasaran yang tegas yaitu Anak Manusia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan menyerahkan tubuhNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mat 20:28).


II.   Pembahasan

Dan dari pengertian ganda Kematian Kristus tersebut, rasul Paulus telah memberikan 3 akibat yaitu:






1. PEMBARUAN HIDUP

"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang" (2 Kor 5 : 17)

Soal yang paling penting ialah "di dalam Kristus". Bagaimana caranya seseorang ada di dalam Kristus? Setiap orang yang lahir di dalam dunia ini, ada di "luar Kristus", karena semua orang telah berdosa. Bagaimana caranya seseorang berpindah dari keadaan "di luar Kristus" kepada keadaan " ada di dalam Kristus?". Ia harus mempunyai perubahan dalam pikirannya mengenai Kristus. Janganlah kita menilai Kristus menurut ukuran manusia, sama seperti dunia menilai Dia.
Ada di dalam Kristus, berarti dipersatukan dengan Kristus. Pada sat kita bertobat dan beriman kepada Kristus, lalu mengundang Dia masuk dalam hati kita sebagai Juruselamat kita, pada saat itu kita berada di dalam Kristus. Itulah yang dimaksud dengan dilahirkan kembali oleh pekerjaan Roh Kudus dan dengan demikian kita mengalami perubahan hidup yang besar sehingga kita merupakan ciptaan baru. Itulah permulaan yang baru.

"Yang lama sudah berlalu"
Yaitu kecintaan akan dosa, pikiran lama, prinsip lama dan kebiasaan-kebiasaan lama.

"Yang baru sudah datang"
Yaitu yang baru dalam hati, pikiran perangai, maksud dan tujuan. (Yoh 3 : 3-7 ; Gal 6:15 ; Kol 1 : 23 ). Baru dalam pandangan terhadap Allah dan Kristus Yesus. Baru dalam pandangan terhadap dunia sekarang dan yang akan datang.

2. PENDAMAIAN

"Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya....... Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka..." (2 Kor 5 : 18a ; 19a)

Manusia telah berdosa terhadap Allah. Bukan karena dosa-dosanya yang kecil atau besar, tetapi dosa-dosanya merupakan kedurhakaan terhadap Allah. Kedurhakaan itu menyebabkan kita berseteru dengan Allah. (Bukan Allah yang berseteru dengan kita) Agar kedua belah pihak dapat berdamai, dasar perseteruan, yaitu dosa, harus dicabut dan dibuang.

Karena Allah adalah adil dan benar. Dia harus membenci dan menghukum dosa. Sebab itu Allah bertindak lebih dulu. Allah senantiasa mengasihi kita dan penuh rakhmat. Tetapi, keadilanNya harus ditunjukkanNya. (Rm 3 : 26). KeadilanNya menuntut hukuman atas dosa. Oleh karena itu, Allah dengan kasihNya telah mengaruniakan AnakNya menjadi korban pendamaian bagi dosa-dosa kita. (Rm 3 : 25 ; Kol 1 : 20 ; I Yoh 2 : 2, 4, 10). Allah telah membuka jalan agar kita dapat diperdamaikan dengan Dia. Allah telah menghukum AnakNya di kayu salib karena dosa-dosa kita. PengorbanNya telah memmbuka jalan agar kita diperdamaikan dengan Allah sebab perseteruan karena dosa kita telah dicabut.

Allah telah membuka jalan agar kita diperdamaikan dengan diriNya oleh kematian Kristus Yesus di kayu salib untuk menggantikan kita. Tetapi pendamaian berkuasa dan berlaku bagi kita menurut sikap kita.

Penting sekali kita mengerti bahwa Allah tak perlu memperdamaikan diriNya dengan kita, melainkan kita harus memperdamaikan diri kita dengan Allah. Kematian Kristus di kayu salib adalah atas nama kita atau rekening kita. Harga pendamaian kita tidak lain adalah darah Kristus. Tetapi, ependamaian itu menuntut tindakan dari kita, yaitu percaya bahwa Kristus adalah pendamaian itu. Menyambut Dia ke dalam hati kita sebagai Juruselamat.

3. PELAYANAN PEMBERITAAN INJIL

"Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami" (2 Kor 5 : 19b)

Sebagaimana Allah mai berdamai dengan kita, demikianlah kita harus mempunyai kemauan untuk berdamai dengan Allah. Rencana pendamaian itu yang dibuat Allah tidak memperhitungkan pelanggaran yang dibuat manusia. (Rm 5 : 18 _ 6 : 2 ). Dan sekarang Ia telah mempercayakan kita pelayanan pendamaian itu. Dengan kata lain, memberitakan InjilNya. Oleh karena kita sudah terlebih dahulu mengalami pelayanan pendamaian itu yang kemudian memberitakannya kepada semua orang yang belum mengenal Kasih Karunia Allah.

Kehidupan orang-orang percaya yang sudah diperdamaikan dengan Allah hidupnya harus dipersembahkan kepada Kristus, yang telah mati bagi kita. Sama seperti Kristus tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kita.

"Tidak hidup untuk dirinya sendiri", artinya tidak mencari kesenangan, kepentingan, kemudian bagi dirinya sendiri.

"Tetapi, untuk Dia" artinya mencari kemuliaan bagi namaNya. Seluruh waktu, talenta, kekuatan, kepandaian dan hidup, semuanya untuk Dia. Kemudian Kristus melepaskan kita dari kematian kekal dan kebangkitanNya mendatangkan hidup kekal yang merupakan inti dari Pemberitaan Injil yang perlu disampaikan kepada semua orang.

Kristus yang mati di kayu salib, yang tak mengenal dosa di dalam diriNya dijadikan dosa untuk kita yang tidak mempunyai kebenaran di dalam diri kita, dijadikan benar oleh Allah di dalam Dia. Sehingga setiap orang yang percaya, memperoleh jaminan hidup yang kekal.

Dengan demikian kita yang percaya kepadaNya dibenarkan di hadapan Allah Bapa, karena Yesus Kristus dengan kehendakNya sendiri dijadikan dosa sebagai ganti kita. Itulah isi inti Pemberitaan Injil yang harus disampaikan ke seluruh dunia.


III.  Penutup