Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Friday 24 June 2011

PANDANGAN GEREJA TERHADAP ADAT

PANDANGAN GEREJA TERHADAP ADAT
By: Fernando Tambunan


I.             Pendahuluan
Hidup bermasyarakat dan hidup bergereja secara umum di Indonesia adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Kebudayaan mempengaruhi hidup Kekristenan. Perlu disadari bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia dimana ia terbebas dari segala nilai dan adat-istiadat dan bisa berbuat apapun sesukanya, sebab sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini, manusia selalu berinteraksi dengan keluarga, orang-orang di lingkungan hidup sekelilingnya, lingkungan pekerjaan, suku dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya dimana ia dilahirkan, dan budaya religi turun-temurun dimana suku dan bangsa itu memiliki tradisi nenek-moyang yang kuat. Karena itu manusia tidak terbebas dari adat-istiadat.
Secara khusus dalam masyarakat Suku Batak merupakan salah satu suku yang hingga kini masih memegang kuat adat-istiadat dalam kehidupan mereka, itu sebabnya suku Batak terkenal dengan dua identitas: Kekristenan dan adat Batak yang ketat. Kedua identitas ini diwariskan dari orang tua secara turun-temurun dan dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun didalam masyarakat Batak masih ditemukan kesulitan saat memadukan upacara Adat Batak dan Iman Kristen, sehingga ada yang meninggikan adat Batak dan ada pula yang menolaknya. Ada dua kelompok sikap yang ada dalam masyarakat Batak terhadap adat yaitu, pertama kelompok yang secara membabi buta mengagungkan adat Batak, dan menjadikannya seolah-olah sesuatu yang tanpa salah, yang setara dengan Alkitab, atau diatas Alkitab. Kedua, adalah yang menjadikan adat Batak identik dengan pekerjaan setan, seolah-olah tidak ada sesuatu yang baik didalamnya.
Bagaimanakah seharusnya pandangan gereja melihat adat sebagai produk budaya leluhur? Bagaimana pandangan Injil terhadap adat? Apakah Adat Batak bertentangan dengan  Injil?  Pembahasan berikut ini bertujuan untuk menyoroti bagaimana seharusnya sikap gereja terhadap adat, khususnya adat Batak dilihat dari pemahaman yang benar terhadap firman Tuhan. Dengan demikian, sikap yang diambil dalam pembahasan ini bukanlah memihak kepada kubu yang sudah ada didalam masyarakat Batak tersebut.

II.          Pandangan Gereja Terhadap Adat / Kebudayaan
1.      Pengertian Adat
Apa yang dimaksud dengan “Adat”? Menurut kasum umum Poerwadarminta, kata ‘adat’ (Ibrani, haqaq; Yunani, paradosis) berarti sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang, sesuatu yang lazim dilakukan masyarakat. Verkuyl menulis bahwa kata ‘adat’ berasal dari bahasa Arab ‘ada’ yang berarti cara yang telah lazim atau kebiasaan yang terjadi pada masyarakat. Adat juga dimengerti sebagai bagian dari kebudayaan. Adat merupakan hasil karya manusia dalam mengatur kehidupannya serta relasi antar sesamanya agar memiliki ketertiban dan keteraturan untuk menuju kesejahteraan yang diharapkan.

2.     Bagaimana seharusnya pandangan gereja terhadap Adat?
Gereja lebih khususnya Kristus, datang ke dunia ini dan mati di Golgota untuk membaharui hidup dan kehidupan kita, baik itu sifat, kebiasaan (kebudayaan), jati diri dan bahkan keberadaan kita sebagai bangsa yang telah jatuh kedalam dosa.
Adat istiadat nenek moyang adalah adat yang bertumbuh dengan hadirnya gereja atau Kristus, karena itu adat istiadat harus diterangi oleh injil, sehingga adat itu bisa dipakai oleh orang kristen dalam terang Kristus. Kehadiran gereja harus mencampuri adat istiadat manusia, sehingga adat istiadat tersebut sudah diterangi oleh Injil yaitu adat yang tidak terpisahkan dari Injil dan menjadikan orang Batak, Batak yang kristiani. "Ornamen kebudayaan bukanlah masalah, menjadi masalah ketika adatnya egosentris dan individualis. Itulah yang harus diubah, justru adat Batak harus menunjukan persekutuan orang beriman."
Inilah prinsip gereja yang harus ditekankan secara maksimal. Gereja harus masuk dalam adat dan menerangi adat dalam rangka Eklesia, menerangi kegelapan. Adat Batak adalah "jati diri" orang Batak. Nilai-nilai dan praktek adat Batak mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembentukan identitas diri, pola diri, pola hidup dalam bekerja, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab itu, adat Batak yang sekarang sedang berkembang perlu dilestarikan dengan mengembalikannya pada nilai-nilai dasar adat yang telah disinari firman Allah.
Jadi keliru kalau ada anggapan bahwa orang Batak dewasa ini telah menjadi Kristen yang sudah tidak layak lagi mengerjakan adat istiadat. Banyak perubahan yang telah terjadi dalam adat Batak, tetapi perubahan tersebut masih dalam koridor inti atau jiwa budaya asli, sebagai contoh adalah upacara pernikahan. Dahulu pernikahan merupakan kebanggaan karena penonjolannya adalah kemampuan finansial atau harta dari pihak Paranak, namun sekarang upacara pernikahan adalah kebutuhan keluarga pihak Paranak maupun pihak Parboru dan pihak pemuda-pemudi, sehingga upaya pernikahan bebannya dirasakan oleh pihak Paranak dan Parboru.
Bagi yang mencintai adat Batak, hal ini menjadi tantangan, khususnya yang memegang teguh tradisi, kebiasaan, dan adat. Harus diakui bahwa sekarang seringkali timbul sikap yang tidak lagi respon terhadap segala macam adat, budaya, dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan keluarga.
Karena itu, nilai adat istiadat Batak perlu diperkenalkan agar masyarakat sekarang, khususnya generasi mendatang suku Batak mampu berperilaku sesuai dengan tuntutan adat istiadat dan budaya yang dijunjung dengan pandangan Alkitab tentang adat itu sendiri.
Pertemuan antara Gereja (Injil) dengan Adat sering sekali terjadi proses saling mempengaruhi, baik secara sadar atau tidak. Lalu bagaimana manusia bersikap menghadapi tradisi itu? Setidaknya ada 3 kecenderungan yang dijadikan panutan sikap manusia menghadapi adat-istiadat disekelilingnya.  Pertama, sikap antagonistis/penolakan akan segala bentuk adat-istiadat yang tidak diingininya, gejala ini kita lihat dalam bentuk fundamentalisme yang ektrim. Di Indonesia ada Islam pentungan yang suka melabrak kelab-kelab malam dan tempat bilyar kalau mendekati Lebaran, juga ada kalangan kristen yang melarang merokok, minum-minuman keras, dan nonton secara keras. Sikap ini jelas tidak realistis karena sekalipun yang ditolaknya itu barang haram tapi pengubah mental orang tidak tepat bila menggunakan cara larangan dan paksaan yang bersifat lahir demikian;
Kedua, sikap terbuka yang kompromistis yang menerima segala bentuk adat-istiadat lingkungannya. Sikap demikian sering terlihat dalam kecenderungan liberalisme ekstrim yang sering menganut faham kebebasan. Misalnya di Belanda yang dikenal sebagai negara Eropah yang paling liberal, pecandu narkoba bisa menjadi anggota dewan kota dan euthanasia dihalalkan. Kebebasan yang kebablasan demikian juga kurang tepat, karena bagaimanapun manusia hidup didunia berhubungan dengan orang lain, maka kebebasan yang keterlaluan dari sekelompok yang satu bisa berdampak merugikan kelompok lain;
Ketiga, sikap dualisme. Sikap ini tidak mempertentangkan dan tidak mencampurkan faham-faham adat itu, tetapi membiarkan semua adat-istiadat itu berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.   
Pada umumnya orang-orang akan menjauhi pusat lingkaran dan karena dorongan sentrifugal akan mendekati kecenderungan-kecenderungan di lingkaran itu, lalu bagaimana sikap seorang kalau ia menjadi orang Kristen? Apakah ia juga berperilaku selayaknya orang dunia dimana ia hidup sebelumnya?
Memang ada praktek di kalangan orang Kristen yang fundamentalis ekstrim yang menolak segala sesuatu yang dianggapnya dosa, ada juga yang begitu liberal bebas yang menerima begitu saja dan berkompromi dengan semua yang bisa dinikmati orang dunia pada umumnya. Ada juga yang mendua dan berstandar ganda, yaitu dilingkungan kristen ia berusaha hidup suci sesuai standar lingkungan jemaatnya tetapi berada diluar ia bisa tidak ada bedanya dengan orang tidak beriman.
Rasanya ketiga kecenderungan sikap demikian kurang tepat bagi seorang Kristen. Verkuyl dalam salah satu buku etikanya mengatakan bahwa umat Kristen terjerat diantara daya tarik antara libertinisme dan farisiisme. Disatu segi ia ditarik oleh kecenderungan keterbukaan dengan moralitas bebasnya, disegi lain ia ditarik oleh kecenderungan ketertutupan dengan moralitas kakunya. Kenyataan yang disebutkan Verkuyl itu memang benar, dan sikap di antara itu juga tergoda sikap mendua yang ada di antara kedua kecenderungan itu.
Di kalangan kekristenan ada juga yang mencari jalan baru dengan mempromosikan moralitas baru yang menekankan situasi, kondisi dan waktu yang tepat sebagai jendela menerima keputusan etis menghadapi adat-istiadat. Sikap keempat ini mirip sikap mendua dan liberal. Sikap yang dikenal sebagai etika situasi ini (Joseph Fletcher, 1966) itu menolak sikap yang disebutkannya sebagai sikap legalistik, ia juga menolak sikap yang disebutnya sebagai sikap antinomian, karena itu ia menawarkan sikap perantara yang berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan waktu.
Lalu bagaimana selayaknya gereja bersikap? Bagi mereka yang takut akan Allah, rasanya semua tindakan kita dalam menerima adat-istiadat perlu berorientasi pada Allah dan kehendak-Nya, ini menghasilkan empat pertimbangan berikut, yaitu sikap menghadapi adat-istiadat yang: (1) Memuji dan memuliakan Allah; (2) Tidak menyembah berhala; (3) Mencerminkan kekudusan Allah; dan (4) Mengasihi manusia dan kemanusiaan. Keempatnya berurutan dari atas ke bawah dimana memuji dan memuliakan Allah adalah tugas utama umat Kristen (Mazmur 150) dan ketiga lainnya diukur dari apakah itu meneguhkan kepujian dan kemuliaan Allah atau tidak.
Lalu adakah tingkat-tingkat pertumbuhan yang menentukan umat kristen bersikap? Kedewasaan umat kristen dalam bersikap perlu mengarah pada kecenderungan kelima yaitu transformatif, yaitu ia hidup dengan mentransformasikan setiap adat-istiadat agar sesuai dengan kepujian, kemuliaan dan kehendak Allah. Ia semula hidup berkajang dalam dosa dan melakukan adat-istiadat dimana kuasa dosa banyak berpengaruh. Pengenalannya akan Tuhan Yesus Kristus membawanya kepada pertobatan (metanoea) dimana ia mulai merasakan perubahan arah dalam hidupnya dari dosa menuju kebenaran, dan seperti apa yang dikatakan oleh rasul Paulus: Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2Kor.5:17).
Dari perubahan yang transformatif inilah ia terus menerus melakukan trasformasi dari dosa menuju kebenaran sehingga kehidupannya makin hari makin baik. Rasul Paulus mengatakan bahwa: Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah menjadi sempurna, melainkan aku mengejarnya (Flp.3:12). Namun, harus disadari bahwa transformasi itu bukanlah hasil usaha manusia dengan kekuatannya sendiri tetapi sebagai hasil interaksi iman kita yang mendatangkan rahmat Allah: Dan semuanya itu dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan perdamaian itu kepada kami (2Kor.5:18).

III.       Penutup
Menghilangkan adat atau kebudayaan sama dengan menghilangkan identitasnya sendiri, tetapi menerima adat tanpa  bersifat kritis bisa menjadi penyembahan berhala. Ada kebudayaan yang harus ditolak, tetapi ada juga yang dapat diterima karena tidak bertentangan dengan Alkitab, perlu di ingat apa yang ada di dalam Alkitab juga tidak terlepas dari tradisi di zaman Alkitab tersebut. Beriman bukan dengan mengharuskan kita tinggalkan apa yang ada di dunia tetapi pakailah itu semua menjadi alat untuk memuji Tuhan sebab semua berasal dariNya. Berbudaya bukan menjadikan kita meninggalkan Tuhan dan sebaliknya tetapi segala budaya yang kurang baik  perlu ditinggalkan karena salah dan banyak hal baik perlu dilestarikan. Kemudian jangan membuat kesimpulan kalau kita belum mengerti sebenarnya dua sisi yang dipermasalahkan dan hanya memandang satu sisi saja.
Akhirnya, dengan adanya sikap pro dan kontra terhadap adat Batak, ini menunjukkan bahwa adat Batak tidak sepenuhnya benar, tetapi tidak semuanya salah. Karena itulah dianjurkan untuk bersikap selektif dan tetap waspada dalam melakukan acara adat tersebut.
 Semoga pembahasan di atas menjadi bekal bagi gereja untuk bersikap dalam menghadapi adat-istiadat di sekelilingnya.

Diedit dari berbagai sumber.