Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Saturday 25 June 2011

MENCARI TEMAN HIDUP

mencari temaN hidup
BY: fERNANDO TAMBUNAN
Topik berpacaran atau memilih jodoh adalah topik yang selalu enak untuk dibicarakan dan memang sangat penting sekali. Dan ini adalah hal yang sangat menentukan bagi perjalanan hidup seseorang untuk waktu-waktu yang selanjutnya dan ini bukan masalah yang gampang, sering kali banyak pasangan yang merasa keliru dengan memilih pasangannya.
 
Saya percaya bahwa Tuhan menyediakan keluarga kepada kita salah satu tujuannya adalah agar kita bisa mencicipi rasanya surga melalui keluarga kita itu. Dalam keluarga yang sehat yang penuh kasih dan hangat kita akan mendapatkan sukacita dan ketenangan yang tidak bisa digantikan oleh hal-hal lain. Saya percaya itulah nantinya surga, surga adalah sebuah ketenangan, kebahagiaan, sukacita, berada bersama dengan Tuhan. Jadi kalau saya boleh simpulkan terbalik dari yang saya katakan tadi kalau rumah tangga kita tidak bahagia, kita akhirnya sadari bahwa kita memilih orang yang keliru, keluarga kita itu benar-benar merupakan kebalikan dari surga yaitu neraka, sangat-sangat membakar, sangat-sangat tidak memberikan kita kedamaian. Maka topik ini saya kira topik yang penting sekali.

Berbicara tentang ‘Mencari Teman Hidup’ yang sesuai dengan kehendak Tuhan atau jodoh yang dari Tuhan, mungkin kita akan bertanya kehendak Tuhan yang mana?
1) Kalau ‘kehendak’ dalam arti ‘rencana kekal dari Allah’, maka saya yakin bahwa setiap orang pasti menikahi jodohnya, karena rencana Allah tidak mungkin tidak terjadi.
2) Kalau ‘kehendak’ dalam arti ‘keinginan Tuhan’ atau ‘yang menyenangkan Tuhan’, maka ini belum tentu terjadi, karena manusia sering melakukan apa yang tidak sesuai dengan keinginan Tuhan, atau apa yang tidak menyenangkan Tuhan.
 
Yang dalam arti pertama bukan urusan kita, ‘karena kita tidak tahu rencana Allah bagi kita’ (Ul 29:29). Kita harus mencari jodoh yg sesuai dengan kehendak Tuhan, dalam arti yg kedua.
 
Ada beberapa konsep-konsep keliru yang sering mendasari pemikiran orang dan konsep-konsep ini akhirnya menjerumuskan orang ke dalam kegagalan pernikahan. Yang pertama adalah orang kadang beranggapan ‘oh Tuhan menunjukkannya kepadaku, Tuhan mengatakan dialah orangnya, dialah memang pasangan hidupku.’ Masalahnya adalah sering kali waktu kita berkata begitu kita mendasari kehendak Tuhan atas perasaan kita sendiri. Sering kali memang kita tertarik pada orang tersebut, kita seolah-olah hanyalah menggunakan nama Tuhan sebagai stempel. Yang kedua yang sering kali orang juga kemukakan dan keliru adalah orang berkata aku merasa damai dengan dia. Sekali lagi kedamaian juga bisa merupakan kerja dari perasaan kita belaka bukan benar-benar menemukan yang cocok, tapi kita menemukan yg sesuai dengan yang kita inginkan. Jadi karena kita menemukan yang sesuai dengan yang kita inginkan itu maka perasaan kita damai. Kita langsung berkesimpulan kalau merasa damai ini pasti adalah orang yang cocok untuk saya. Saya ingin menekankan di sini bahwa sesuai selera tidak berarti cocok itu dua hal berbeda. Jadi kedamaian tidak bisa juga digunakan sebagai ukuran. Ketiga konsep yang keliru adalah orang berkata oh kalau bertemu yang cocok pasti saya ketahui, dari mana tahunya ya pokoknya tahu saja. Masalahnya adalah kecocokan itu tidak terjadi pada pertemuan pertama, kecocokan harus dibuktikan melewati proses waktu yang panjang atas dasar pergaulan, persahabatan yang intens. Sehingga kita bisa melihat perbedaan dan bisa juga melihat kecocokan kita dan akhirnya kita bekerja keras untuk menyesuaikan diri, pada titik akhir barulah kita bisa berkata bahwa orang ini pas dengan saya. Sekali lagi kuncinya adalah proses waktu yang panjang. Jadi ketiga konsep ini acapkali berperan besar dalam proses penentuan pasangan hidup dan karena ini keliru, orang yang menggunakannya akhirnya terjebak ke dalam pernikahan yang tidak serasi.
 
Hal-hal yang harus dipikirkan dan ditaati dalam mencari jodoh yang sesuai kehendak Tuhan:

a) Ia harus orang yang seiman dengan kita.
2Kor 6:14 - “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”.

Kehendak Allah sebetulnya sangat-sangat spesifik yakni Tuhan meminta kita menikah dengan sesama orang percaya, itu yang Tuhan katakan lewat hamba-Nya Paulus. Kamu bebas menikah dengan siapapun, namun dengan sesama orang percaya. Jadi itu dicatat di 1 Korintus 7:39. Pertanyaannya kenapa Tuhan meminta kita menikah dengan orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Sekurang-kurangnya ada tiga penjelasan, pertama kalau kita menikah dengan seseorang yang tidak seiman dengan kita, berarti tujuan hidupnya berubah, tdk sama,2 Korintus 5:15 berkata: Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka."

Jadi sebagai orang yang percaya pada Kristus tujuan hidup kita adalah satu kita hidup untuk Kristus. Nah kalau kita menikah dengan orang yang tidak seiman, sudah tentu dia tidak mempunyai tujuan itu. Status hidup juga berbeda, misalkan saya kutip dari 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, dia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." Ditekankan di sini siapa yang ada di dalam Kristus, dengan kata lain memang itu syarat, di dalam kristus baru kita memiliki hidup yang baru. Sudah tentu kalau kita menikah dengan seseorang yang tidak seiman dia tidak dalam Kristus. Jadi status hidupnya juga berbeda dengan kita, dia bukanlah ciptaan yang diperbarui oleh Tuhan Yesus. Dan yang ketiga kenapa Tuhan meminta kita menikah dengan yang sesama iman adalah substansi hidup juga berbeda kalau kita bersama dengan yang tidak seiman. Substansinya di dalam Kristus kita adalah terang, maka kita harus juga bersama dengan orang yang di dalam Kristus.

Pengertian sesama orang percaya, itu sering kali disempitkan hanya pokoknya dia anggota gereja, apakah itu bisa dibenarkan? Tentu tidak. Yang membuat seseorang masuk dalam kategori orang percaya, sudah tentu bukan saja berdasarkan pengakuan mulutnya, ‘saya orang Kristen’, sudah tentu itu harus ditunjukkan lewat perbuatannya, lewat kehidupannya. Jadi kita harus menilik buah-buah Kristiani dalam hidupnya, misalkan apakah dia orang yang memang sabar, penuh kemurahan, penuh kasih, nah itu buah-buah roh. Atau apakah dalam mengambil keputusan dia memikirkan, mempertimbangkan kehendak Tuhan, kalau dia mengaku dia orang Kristen tetapi dalam perbuatan dan pengambilan keputusan tidak menghiraukan kehendak Tuhan dia masuk dalam kategori dia bukan orang Kristen. Sangat sederhana sebab memang melalui buahnyalah kita itu dikenal. Jadi ukurannya sudah tentu bukan apa agama kita di KTP, atau dimanakah keanggotaan gereja kita , tapi pada buah iman yang nyata dalam kehidupan.

Sering kali orang juga berpikiran nanti kalau kami sudah menikah dia akan menjadi seiman dengan saya. Saran saya adalah sebelum menikah memang orang ini harus bergumul bersama dengan yang tidak seiman itu supaya yang tidak seiman bisa akhirnya sampai pada iman Kristiani tapi bukan karena ingin menikah, sudah tentu bukan karena desakan dan paksaan. Tapi memang dia sendiri yang mempelajari apa itu iman Kristiani dan akhirnya dia berkata saya mau menjadi pengikut Kristus. Dasar itulah yang kita bisa terima sebagai alasan orang itu memang sungguh-sungguh mau menjadi seorang Kristen. Perhatikan..!! Jangan sampai sekali lagi kita melegalkan segala cara demi pernikahan ini. Kita bisa mengubah status di mata manusia namun kita tidak bisa mengelabuhi Tuhan. Kalau memang kita tidak memiliki iman pada Tuhan sudah tentu Tuhan tahu. Jadi tidak bisalah kita itu mendustai Tuhan, Dia tahu apa yg sebenarnya ada di hati kita.

Penerapan:
Perhatikan beberapa kutipan dari buku Melody Green ‘Mencari pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak percaya?’ di bawah ini sebagai penerapan.

Melody Green: “Artikel ini saya tujukan khusus untuk gadis-gadis Kristen, sebab dari pengalaman-pengalaman konseling, saya melihat wanitalah yang lebih sering melakukan kesalahan ini”
Melody Green: “Saya kira umumnya pernikahan didahului dengan berpacaran. Banyak orang Kristen yang terkecoh pada waktu taraf ini. Mereka rasa, tak salah untuk bergaul dengan orang-orang tak percaya asalkan ‘tak terlalu serius’. Mungkin mereka pikir, ‘Satu atau dua kali kencan tak akan menyakiti seorang pun. Disamping itu mungkin saya dapat membimbingnya kepada Tuhan. Saya sekedar bersenang-senang saja, bila sudah saatnya nanti saya pasti menikah dengan seorang Kristen’. Lalu, lihat dan perhatikan, tahu-tahu mereka telah ‘terperangkap cinta’, dan mereka berusaha mati-matian untuk membenarkan hubungan (pernikahan) yang akan dilakukan terhadap diri sendiri, terhadap teman-teman mereka, dan terhadap Tuhan. Saya berkata - orang Kristen yang cukup tolol untuk berkencan dengan orang yang tak percaya akan cukup tolol pula untuk menikahinya
Melody Green: “Menikah adalah keputusan terpenting dan terbesar yang Anda buat setelah kebutusan untuk mengikuti Yesus”

Melody Green: “pernikahan didahului dengan ‘kencan pertama’. Salah satu problem utama ialah banyak orang Kristen yang bersikap menyepelekan hal ini. ... Meskipun kadang-kadang tak berlanjut, tapi ingatlah, tiap kencan memiliki potensi untuk menjadi hubungan seumur hidup. Meluangkan waktu dengan orang yang salah berarti membuka diri untuk terlibat secara emosional menuju suatu titik dimana sulit untuk mundur maupun maju. Sekali saja Anda memberikan hati dan perasaan Anda pada seseorang, Anda akan terkejut bila menyadari betapa sulit untuk melepaskannya - meskipun Anda tahu harus melepaskannya”

Melody Green: “Banyak gadis yang tak menyadari, jika mereka tak cukup kuat menahan godaan untuk menikah dengan orang tak percaya, pasti mereka tak cukup kuat pula untuk memenangkan suaminya bagi Tuhan”

Melody Green: “Acap kali untuk menikahi seorang gadis Kristen, ada pemuda yang ‘bertobat’, sebab ia sadar harus melakukannya demi gadisnya. ... Saya tak pernah mempercayai ‘pertobatan’ semacam itu dan saya selalu mengatakan pada gadis-gadis yang konseling dengan saya, agar membiarkan pacar mereka membuktikan terlebih dahulu pertobatannya. ... Masalahnya ialah, banyak gadis yang tak sabar untuk menguji buah-buah si pemuda. Segera setelah melihat ‘sang jodoh’ mengucapkan doa penyesalan, sang gadis mulai menyiapkan pakaian pengantinnya”

b) Ia haruslah orang yang cocok dengan kita, orang dengan siapa kita bisa ‘enjoy being together’ (= menikmati kebersamaan).
 
Jangan karena ia sudah memenuhi syarat pertama di atas, yaitu ia adalah orang Kristen, maka saudara cepat-cepat mau menikahinya. Dengan sesama saudara seimanpun, kalau tak cocok, maka akan terjadi ‘bencana’.
 
Tugas kita mencari pasangan hidup yang cocok dan dapat saling tolong-menolong dengan kita. Dengan kata lain apakah relasi kita cocok atau tidak, itu menjadi pertanyaan yang harus kita jawab. Intinya adalah cocok atau tidak, cocok bukan berarti sama, cocok berarti meskipun berbeda namun pertama-tama saling menerima perbedaan itu. Dan kedua meskipun berbeda bukan saja saling menerima namun bisa saling mengimbangi, menghargai perbedaan itu, dan mengimbanginya. Sehingga akhirnya perbedaan itu tidak menjadi duri yang saling menusuk, malahan saling menolong. Artinya apa, kita menjadi orang yang lebih baik dengan kehadiran pasangan kita sudah tentu ini harus dua arah, sebab saya juga bertemu dengan kasus seperti ini yg satu berkata saya menjadi orang yg lebih baik, karena pasangan saya terus-menerus menolong saya, namun pasangan ini justru menjadi manusia yg lebih buruk. Karena dia tdk mendapatkan pertolongan sama sekali, jadi hanya searah saja pertolongan itu. Tidak bisa, pertolongan atau saling menolong harus dua arah.

Jadi melalui pernikahan nantinya diharapkan bahwa dua pribadi ini sama-sama bertumbuh, dan salah satu tanda/kriteria, apakah pernikahan ini atau pasangan ini pasangan yang serasi adalah mereka bertumbuh, mereka menjadi orang-orang yang lebih baik karena adanya unsur saling tolong itu. Yang menolong menjadi lebih baik karena dia mendapatkan pertolongan juga dari yg ditolongnya itu. Di situlah kita melihat kecocokan, kadang-kadang kita melihat orang yg tidak cocok, tidak saling tolong malah saling menghancurkan, namun terlanjur suka nah itu yang kadang-kadang terjadi. Terlanjur cinta, tergila-gila tidak bisa melepaskan orang itu dari pikirannya tapi tidak cocok sebetulnya. Relasi mereka penuh pertengkaran karena tidak saling menolong malah saling menusuk sudah tentu meskipun sukanya besar tetap ukurannya adalah bahwa ini tidak cocok.

Prinsip berikutnya adalah saya ambil dari 1 Kor 7:49 , silakan mencari yang sesuai dengan selera, jangan hanya mencari yang sesuai dengan misalkan harapan dari orang tua kita, kita yang harus hidup dengan dia jadi setelah seiman dengan dia itu kriteria yang paling dasar setelah seiman ukuran berikutnya adalah cocok atau tidak, setelah cocok atau tidak kita juga harus bertanya sesuai selera kita atau tidak, sesuai dengan tipe yang kita idamkan atau tidak. Ini penting jangan sampai kita menikah dengan orang yang kita katakan aduh.....!!! cocok dengan saya, orangnya rohani cinta Tuhan, tapi kita tidak suka melihat dia, wajahnya tidak kita sukai, penampilannya tidak kita sukai, ya repot, kita harus hidup serumah dengan dia bagaimanakah bisa hidup serumah dengan dia dalam kondisi seperti itu. Jadi untuk bisa mendirikan pernikahan yang kokoh kita harus menampakkan kecocokan di dalam semua aspek kehidupan bukan hanya kerohanian, kerohanian salah satu aspek, tapi bukan satu-satunya aspek. Selanjutnya tugas kita adalah meminta pimpinan Tuhan, Di dalam Kejadian 24:12, ini adalah doa Eliezer kepada Tuhan, lalu berkatalah ia: "Tuhan, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham." Ini doa seorang hamba yang ditugaskan Abraham mencari jodoh untuk anaknya Ishak, dia berdoa kepada Tuhan meminta Tuhan menunjukkan jalan.Inilah doa kita sebagai orang percaya setiap tahap dalam pertemuan, perjumpaan, pembinaan relasi minta pimpinan Tuhan kalau lebih banyak tidak cocoknya jangan, lebih banyak pertengkarannya jangan, tidak ada saling tolong-menolongnya jangan.

c) Harus ada saling cinta.

Ef 5:25 - “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya”.
Tit 2:3-4 - “(3) Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.

Kidung 4:9 -“Engkau mendebarkan hatiku, dinda, pengantinku, engkau mendebarkan hati dengan satu kejapan mata, dengan seuntai kalung dari perhiasan lehermu”.

Adanya rasa berdebar-debar dsb menunjukkan bahwa ini adalah cinta asmara.
 
Kalau point c dan b tadi ada, maka pasti ada rasa kangen kalau tidak bertemu sang pacar. Bdk. Kidung 3:1-4 - “(1) Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. (2) Aku hendak bangun dan berkeliling di kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. (3) Aku ditemui peronda-peronda kota. ‘Apakah kamu melihat jantung hatiku?’ (4) Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku”.

Menurut saya rasa kangen seperti ini adalah salah satu tolak ukur. Kalau rasa kangen itu tak ada, jangan menikah dengan orang tersebut.

Sekalipun saudara mendapatkan orang yang memenuhi semua ini, jangan berharap bahwa kehidupan pernikahan saudara nanti akan mulus dan lancar. Selalu bisa muncul problem, bahkan yang besar, pada saat kita mengikuti Tuhan, juga dalam pernikahan. -AMIN-

Sumber :
1. Pdt. Paul Gunadi,PhD., “Mencari Pasangan Hidup” Tegur Sapa Gembala Keluarga, Malang
2. Pdt. Budi Asali M.Div., “ Tulang Rusuk”, GKRI Exodus
3. Melody Green, ‘Mencari Pasangan Hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak percaya?