mencari temaN hidup
BY: fERNANDO TAMBUNAN
Topik berpacaran atau
memilih jodoh adalah topik yang selalu enak untuk dibicarakan dan memang
sangat penting sekali. Dan ini adalah hal yang sangat menentukan bagi
perjalanan hidup seseorang untuk waktu-waktu yang selanjutnya dan ini
bukan masalah yang gampang, sering kali banyak pasangan yang merasa
keliru dengan memilih pasangannya.
Saya percaya bahwa Tuhan menyediakan keluarga
kepada kita salah satu tujuannya adalah agar kita bisa mencicipi
rasanya surga melalui keluarga kita itu. Dalam keluarga
yang sehat yang penuh kasih dan hangat kita akan mendapatkan sukacita
dan ketenangan yang tidak bisa digantikan oleh hal-hal lain. Saya
percaya itulah nantinya surga, surga adalah sebuah ketenangan,
kebahagiaan, sukacita, berada bersama dengan Tuhan. Jadi kalau saya
boleh simpulkan terbalik dari yang saya katakan tadi kalau rumah tangga
kita tidak bahagia, kita akhirnya sadari bahwa kita memilih orang yang
keliru, keluarga kita itu benar-benar merupakan kebalikan dari surga
yaitu neraka, sangat-sangat membakar, sangat-sangat tidak memberikan
kita kedamaian. Maka topik ini saya kira topik yang penting sekali.
Berbicara tentang ‘Mencari Teman Hidup’
yang sesuai dengan kehendak Tuhan atau jodoh yang dari Tuhan, mungkin
kita akan bertanya kehendak Tuhan yang mana?
1) Kalau ‘kehendak’ dalam arti ‘rencana
kekal dari Allah’, maka saya yakin bahwa setiap orang pasti menikahi
jodohnya, karena rencana Allah tidak mungkin tidak terjadi.
2) Kalau
‘kehendak’ dalam arti ‘keinginan Tuhan’ atau ‘yang menyenangkan Tuhan’,
maka ini belum tentu terjadi, karena manusia sering melakukan apa yang
tidak sesuai dengan keinginan Tuhan, atau apa yang tidak menyenangkan
Tuhan.
Yang dalam arti pertama bukan urusan kita, ‘karena kita tidak tahu rencana Allah bagi kita’ (Ul
29:29). Kita harus mencari jodoh yg sesuai dengan kehendak Tuhan, dalam
arti yg kedua.
Ada beberapa
konsep-konsep keliru yang sering mendasari pemikiran orang dan
konsep-konsep ini akhirnya menjerumuskan orang ke dalam kegagalan
pernikahan. Yang pertama adalah orang kadang beranggapan
‘oh Tuhan menunjukkannya kepadaku, Tuhan mengatakan dialah
orangnya, dialah memang pasangan hidupku.’ Masalahnya adalah sering
kali waktu kita berkata begitu kita mendasari kehendak Tuhan atas
perasaan kita sendiri. Sering kali memang kita tertarik pada orang
tersebut, kita seolah-olah hanyalah menggunakan nama Tuhan
sebagai stempel. Yang kedua yang sering kali orang
juga kemukakan dan keliru adalah orang berkata aku merasa
damai dengan dia. Sekali lagi kedamaian juga bisa merupakan kerja
dari perasaan kita belaka bukan benar-benar
menemukan yang cocok, tapi kita menemukan yg sesuai dengan yang kita
inginkan. Jadi karena kita menemukan yang sesuai dengan yang kita
inginkan itu maka perasaan kita damai. Kita langsung berkesimpulan kalau
merasa damai ini pasti adalah orang yang cocok untuk saya. Saya ingin
menekankan di sini bahwa sesuai selera tidak berarti
cocok itu dua hal berbeda. Jadi
kedamaian tidak bisa juga digunakan sebagai ukuran. Ketiga
konsep yang keliru adalah orang berkata oh kalau bertemu yang cocok
pasti saya ketahui, dari mana tahunya ya pokoknya tahu saja. Masalahnya
adalah kecocokan itu tidak terjadi pada pertemuan pertama, kecocokan
harus dibuktikan melewati proses waktu yang panjang atas dasar
pergaulan, persahabatan yang intens. Sehingga kita bisa melihat
perbedaan dan bisa juga melihat kecocokan kita dan akhirnya kita bekerja keras untuk menyesuaikan diri, pada titik
akhir barulah kita bisa berkata bahwa orang ini pas dengan saya. Sekali
lagi kuncinya adalah proses waktu yang panjang. Jadi ketiga konsep ini
acapkali berperan besar dalam proses penentuan pasangan hidup dan karena
ini keliru, orang yang menggunakannya akhirnya terjebak ke dalam
pernikahan yang tidak serasi.
Hal-hal yang harus dipikirkan dan ditaati dalam mencari jodoh
yang sesuai kehendak Tuhan:
a) Ia harus orang yang seiman dengan kita.
Kehendak
Allah sebetulnya sangat-sangat spesifik yakni
Tuhan meminta kita menikah dengan sesama orang percaya, itu yang
Tuhan katakan lewat hamba-Nya Paulus. Kamu bebas menikah dengan
siapapun, namun dengan sesama orang percaya. Jadi itu dicatat di 1 Korintus
7:39. Pertanyaannya kenapa Tuhan meminta kita
menikah dengan orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
Sekurang-kurangnya ada tiga penjelasan, pertama kalau kita menikah
dengan seseorang yang tidak seiman dengan kita, berarti tujuan hidupnya
berubah, tdk sama,2 Korintus
5:15 berkata: Dan Kristus
telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup
untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah
dibangkitkan untuk mereka."
Jadi sebagai orang yang
percaya pada Kristus tujuan hidup kita adalah satu kita hidup untuk
Kristus. Nah kalau kita menikah dengan orang yang tidak seiman, sudah
tentu dia tidak mempunyai tujuan itu. Status hidup juga berbeda,
misalkan saya kutip dari 2 Korintus
5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam
Kristus, dia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya
yang baru sudah datang." Ditekankan
di sini siapa yang ada di dalam Kristus, dengan kata lain memang itu
syarat, di dalam kristus baru kita memiliki hidup yang baru. Sudah tentu
kalau kita menikah dengan seseorang yang tidak seiman dia tidak dalam
Kristus. Jadi status hidupnya juga berbeda dengan kita, dia bukanlah
ciptaan yang diperbarui oleh Tuhan Yesus. Dan yang ketiga
kenapa Tuhan meminta kita menikah dengan yang sesama iman adalah
substansi hidup juga berbeda kalau kita bersama dengan yang tidak
seiman. Substansinya di dalam Kristus kita adalah terang, maka kita
harus juga bersama dengan orang yang di dalam Kristus.
Pengertian
sesama orang percaya, itu sering kali disempitkan hanya pokoknya dia
anggota gereja, apakah itu bisa dibenarkan? Tentu tidak. Yang membuat
seseorang masuk dalam kategori orang percaya, sudah tentu bukan saja
berdasarkan pengakuan mulutnya, ‘saya orang Kristen’, sudah tentu itu
harus ditunjukkan lewat perbuatannya, lewat kehidupannya. Jadi kita
harus menilik buah-buah Kristiani dalam hidupnya, misalkan apakah dia
orang yang memang sabar, penuh kemurahan, penuh kasih, nah itu buah-buah
roh. Atau apakah dalam mengambil keputusan dia memikirkan,
mempertimbangkan kehendak Tuhan, kalau dia mengaku dia orang Kristen
tetapi dalam perbuatan dan pengambilan keputusan tidak menghiraukan
kehendak Tuhan dia masuk dalam kategori dia bukan orang Kristen. Sangat
sederhana sebab memang melalui buahnyalah kita itu dikenal. Jadi
ukurannya sudah tentu bukan apa agama kita di KTP, atau dimanakah
keanggotaan gereja kita , tapi pada buah iman yang nyata dalam
kehidupan.
Sering kali orang juga berpikiran
nanti kalau kami sudah menikah dia akan menjadi seiman dengan saya. Saran saya adalah sebelum menikah memang orang ini
harus bergumul bersama dengan yang tidak seiman itu supaya yang tidak
seiman bisa akhirnya sampai pada iman Kristiani tapi bukan karena ingin
menikah, sudah tentu bukan karena desakan dan paksaan. Tapi memang dia
sendiri yang mempelajari apa itu iman Kristiani dan akhirnya dia berkata
saya mau menjadi pengikut Kristus. Dasar itulah yang kita bisa terima
sebagai alasan orang itu memang sungguh-sungguh mau menjadi seorang
Kristen. Perhatikan..!! Jangan
sampai sekali lagi kita melegalkan segala cara demi pernikahan ini. Kita
bisa mengubah status di mata manusia namun kita tidak bisa mengelabuhi
Tuhan. Kalau memang kita tidak memiliki iman pada Tuhan sudah tentu
Tuhan tahu. Jadi tidak bisalah kita itu mendustai Tuhan, Dia tahu apa yg
sebenarnya ada di hati kita.
Penerapan:
Perhatikan beberapa kutipan dari buku Melody Green ‘Mencari
pasangan hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak
percaya?’ di bawah ini sebagai penerapan.
Melody Green: “Artikel ini saya tujukan khusus untuk gadis-gadis Kristen, sebab dari pengalaman-pengalaman konseling, saya melihat wanitalah yang lebih sering melakukan kesalahan ini”
Melody Green: “Saya kira umumnya
pernikahan didahului dengan berpacaran. Banyak orang Kristen yang
terkecoh pada waktu taraf ini. Mereka rasa, tak salah untuk bergaul
dengan orang-orang tak percaya asalkan ‘tak terlalu serius’. Mungkin
mereka pikir, ‘Satu atau dua kali kencan tak akan menyakiti seorang pun.
Disamping itu mungkin saya dapat membimbingnya kepada Tuhan. Saya
sekedar bersenang-senang saja, bila sudah saatnya nanti saya pasti
menikah dengan seorang Kristen’. Lalu, lihat dan perhatikan,
tahu-tahu mereka telah ‘terperangkap cinta’, dan mereka berusaha
mati-matian untuk membenarkan hubungan (pernikahan) yang akan dilakukan
terhadap diri sendiri, terhadap teman-teman mereka, dan terhadap Tuhan. Saya
berkata - orang Kristen yang cukup tolol untuk berkencan dengan orang
yang tak percaya akan cukup tolol pula untuk menikahinya”
Melody Green: “Menikah adalah
keputusan terpenting dan terbesar yang Anda buat setelah kebutusan untuk
mengikuti Yesus”
Melody Green: “pernikahan didahului
dengan ‘kencan pertama’. Salah satu problem utama ialah banyak orang
Kristen yang bersikap menyepelekan hal ini. ... Meskipun kadang-kadang
tak berlanjut, tapi ingatlah, tiap kencan memiliki potensi untuk
menjadi hubungan seumur hidup. Meluangkan waktu dengan orang yang
salah berarti membuka diri untuk terlibat secara emosional menuju suatu
titik dimana sulit untuk mundur maupun maju. Sekali saja Anda memberikan
hati dan perasaan Anda pada seseorang, Anda akan terkejut bila
menyadari betapa sulit untuk melepaskannya - meskipun Anda tahu harus
melepaskannya” –
Melody Green: “Banyak gadis yang tak menyadari, jika mereka tak cukup
kuat menahan godaan untuk menikah dengan orang tak percaya, pasti mereka
tak cukup kuat pula untuk memenangkan suaminya bagi Tuhan”
Melody
Green: “Acap kali untuk menikahi seorang gadis
Kristen, ada pemuda yang ‘bertobat’, sebab ia sadar harus melakukannya
demi gadisnya. ... Saya tak pernah mempercayai ‘pertobatan’ semacam itu
dan saya selalu mengatakan pada gadis-gadis yang konseling dengan saya,
agar membiarkan pacar mereka membuktikan terlebih dahulu pertobatannya.
... Masalahnya ialah, banyak gadis yang tak sabar untuk menguji
buah-buah si pemuda. Segera setelah melihat
‘sang jodoh’ mengucapkan doa penyesalan, sang gadis mulai menyiapkan
pakaian pengantinnya”
b) Ia haruslah orang yang cocok dengan kita, orang dengan siapa kita bisa ‘enjoy being together’ (= menikmati kebersamaan).
Jangan karena ia sudah memenuhi syarat pertama di
atas, yaitu ia adalah orang Kristen, maka saudara cepat-cepat mau
menikahinya. Dengan sesama saudara seimanpun, kalau tak cocok, maka akan
terjadi ‘bencana’.
Tugas kita mencari pasangan hidup yang cocok dan dapat
saling tolong-menolong dengan kita. Dengan kata lain apakah relasi kita
cocok atau tidak, itu menjadi pertanyaan yang harus kita jawab. Intinya
adalah cocok atau tidak, cocok bukan berarti sama, cocok berarti
meskipun berbeda namun pertama-tama saling menerima perbedaan itu. Dan
kedua meskipun berbeda bukan saja saling menerima namun bisa saling
mengimbangi, menghargai perbedaan itu, dan mengimbanginya. Sehingga
akhirnya perbedaan itu tidak menjadi duri yang saling menusuk, malahan
saling menolong. Artinya apa, kita menjadi orang yang lebih baik dengan
kehadiran pasangan kita sudah tentu ini harus dua arah, sebab saya juga
bertemu dengan kasus seperti ini yg satu berkata
saya menjadi orang yg lebih baik, karena pasangan saya terus-menerus
menolong saya, namun pasangan ini justru menjadi manusia yg lebih buruk.
Karena dia tdk mendapatkan pertolongan sama sekali, jadi hanya searah
saja pertolongan itu. Tidak bisa, pertolongan atau saling menolong harus dua
arah.
Jadi melalui pernikahan nantinya diharapkan
bahwa dua pribadi ini sama-sama bertumbuh, dan salah satu
tanda/kriteria, apakah pernikahan ini atau pasangan ini pasangan yang
serasi adalah mereka bertumbuh, mereka menjadi orang-orang yang lebih
baik karena adanya unsur saling tolong itu. Yang menolong
menjadi lebih baik karena dia mendapatkan pertolongan juga dari yg
ditolongnya itu. Di situlah kita melihat kecocokan, kadang-kadang kita
melihat orang yg tidak cocok, tidak saling tolong malah saling
menghancurkan, namun terlanjur suka nah itu yang kadang-kadang terjadi.
Terlanjur cinta, tergila-gila tidak bisa melepaskan orang itu dari
pikirannya tapi tidak cocok sebetulnya. Relasi mereka penuh pertengkaran
karena tidak saling menolong malah saling menusuk sudah
tentu meskipun sukanya besar tetap ukurannya adalah bahwa ini tidak
cocok.
Prinsip berikutnya adalah
saya ambil dari 1 Kor 7:49 , silakan mencari yang
sesuai dengan selera, jangan hanya mencari yang sesuai dengan misalkan
harapan dari orang tua kita, kita yang harus
hidup dengan dia jadi setelah seiman dengan dia itu kriteria yang paling
dasar setelah seiman ukuran berikutnya adalah cocok atau tidak, setelah
cocok atau tidak kita juga harus bertanya sesuai selera kita atau
tidak, sesuai dengan tipe yang kita idamkan atau tidak. Ini penting
jangan sampai kita menikah dengan orang yang kita katakan aduh.....!!!
cocok dengan saya, orangnya rohani cinta Tuhan, tapi kita tidak suka
melihat dia, wajahnya tidak kita sukai, penampilannya tidak kita sukai, ya repot, kita harus hidup serumah dengan dia
bagaimanakah bisa hidup serumah dengan dia dalam kondisi seperti itu.
Jadi untuk bisa mendirikan pernikahan yang kokoh kita harus menampakkan
kecocokan di dalam semua aspek kehidupan bukan hanya kerohanian,
kerohanian salah satu aspek, tapi bukan satu-satunya aspek. Selanjutnya
tugas kita adalah meminta pimpinan Tuhan, Di dalam Kejadian 24:12, ini adalah
doa Eliezer kepada Tuhan, lalu berkatalah ia: "Tuhan,
Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini,
tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham." Ini doa
seorang hamba yang ditugaskan Abraham mencari jodoh untuk anaknya Ishak, dia berdoa kepada Tuhan meminta Tuhan menunjukkan
jalan.Inilah doa kita sebagai orang percaya setiap tahap dalam
pertemuan, perjumpaan, pembinaan relasi minta pimpinan Tuhan kalau lebih
banyak tidak cocoknya jangan, lebih banyak pertengkarannya jangan,
tidak ada saling tolong-menolongnya jangan.
c) Harus ada saling
cinta.
Ef 5:25 - “Hai suami, kasihilah isterimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan
diriNya baginya”.
Kidung 4:9 -“Engkau
mendebarkan hatiku, dinda, pengantinku, engkau mendebarkan hati dengan
satu kejapan mata, dengan seuntai kalung dari perhiasan lehermu”.
Adanya rasa berdebar-debar dsb menunjukkan bahwa ini adalah
cinta asmara.
Kalau point c dan b tadi ada, maka pasti ada rasa kangen kalau tidak bertemu sang pacar. Bdk. Kidung 3:1-4 -
“(1) Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku.
Kucari, tetapi tak kutemui dia. (2) Aku hendak bangun dan berkeliling di
kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung
hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. (3) Aku ditemui peronda-peronda
kota. ‘Apakah kamu melihat jantung hatiku?’ (4) Baru saja aku
meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan
dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan
aku”.
Menurut saya rasa kangen seperti ini adalah
salah satu tolak ukur. Kalau rasa kangen itu tak ada,
jangan menikah dengan orang tersebut.
Sekalipun saudara mendapatkan orang yang memenuhi semua ini,
jangan berharap bahwa kehidupan pernikahan saudara nanti akan mulus dan
lancar. Selalu bisa muncul problem, bahkan yang besar, pada saat kita
mengikuti Tuhan, juga dalam pernikahan. -AMIN-
Sumber
:
1. Pdt.
Paul Gunadi,PhD., “Mencari Pasangan Hidup”
Tegur Sapa Gembala Keluarga, Malang
2. Pdt.
Budi Asali M.Div., “ Tulang Rusuk”,
GKRI Exodus
3. Melody Green, ‘Mencari
Pasangan Hidup: Bolehkah saudara berpasangan dengan orang yang tidak
percaya?