DIRANCANG BAGI KEMULIAAN
Pertanyaan tentang siapakah manusia dan apa artinya menjadi manusia mungkin sudah sangat sering kita dengar dan bahkan kita pertanyakan, banyak orang Kristen yang memiliki pengetahuan Alkitab yang kuat dan baik, mempunyai komitmen doktrinal yang ortodoks, juga gagal menangkap pengertian yang dikatakan Alkitab tentang diri mereka.
Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa keselamatan yang kita miliki di dalam Kristus merupakan anugerah dari Allah. Kita tahu bahwa kita selamat bukan karena usaha kita tetapi karena kita dipilih sebelum dunia diciptakan, dan kita juga tahu bahwa kita menerima keselamatan yang tak dapat hilang. Namun demikian apakah kita tahu apa yang harus kita lakukan setelah kita diselamatkan?
Kita diciptakan Allah untuk menjadi ciptaanNya yang memiliki harkat/kemuliaan dan Allah tidak membiarkan rancanganNya bagi kita itu menjadi gagal karena kejatuhan kita dalam dosa. Di dalam Kristus, Ia membawa kita kembali ke dalam kemuliaan, sesuai dengan rancangan-Nya.
Kehidupan manusia seharusnya tidak boleh sama sebelum dan sesudah kita dilahirbarukan. Ada kesempatan baru yang sudah Tuhan bukakan dan ada pula sarana untuk memanfaatkan kesempatan yang sudah Tuhan sediakan. Ada medan peperangan yang sudah Tuhan persiapkan dan ada pula berkat yang sudah Tuhan curahkan dan yang harus kita syukuri. Dan di puncak segalanya, ada Kristus yang telah menggenapi apa yang harus digenapi dan yang akan datang kembali untuk kita.
Jhon Calvin dalam bukunya “The Institutes of the Christian Religion”, dengan baik mengamati bahwa kita mengerti siapa diri kita hanya didalam terang siapa Allah itu. Allah adalah sang pencipta dan kita ciptaanNya. Tanpa memandang diri kita melalui terang ini, kita tidak akan pernah dapat menangkap apa artinya menjadi manusia. Pada saat yang sama Calvin percaya bahwa kita hanya dapat mengerti Allah sebagaimana kita mengerti diri kita. Sebagai puncak dari ciptaanNya, manusia menyatakan Allah secara lebih menakjubkan dibandingkan dengan ciptaan lain. Karena alasan inilah, kita mengerti diri kita bila kita belajar tentang Allah, dan kita mengerti Allah bila kita belajar tentang diri kita.
Anda mungkin sudah sering mendengar fabel mengenai anak elang yang dipelihara oleh induk ayam. Sejak kecil, ia diajari dan hidup di antara para ayam. Suatu saat ketika usia beranjak tua, ia berbaring di padang sambil memandangi langit. Ia melihat seekor elang terbang dengan gagah. Lalu ia berangan-angan seandainya bisa terbang seperti itu. Tiba-tiba seekor ayam menghampirinya dan mengatakan bahwa angan-angannya hanyalah mimpi belaka karena elang adalah raja di antara segala raja burung. Akhirnya, elang tua itu mati tanpa menyadari keberadaan sesungguhnya.
Kebanyakan orang Kristen memiliki kehidupan seperti elang tersebut. Ia dilahirkan, dididik dan diajar di tengah orang dunia sehingga tanpa disadari menerima nilai yang mereka tawarkan. Akibatnya, ia menganggap diri sama dengan dunia. Contohnya, menurut pandangan dunia, anak dapat dikatakan berhasil menjadi ‘orang’ jikalau sudah mandiri, memiliki keluarga sejahtera bahkan berkelebihan. Orang Kristen cenderung menerimanya tanpa menyadari bahwa konsep Alkitab sangat berbeda.
Orang Kristen seharusnya percaya bahwa Tuhan mengasihinya hingga selalu memberi yang terbaik yaitu berada dalam Kerajaan Sorga. Setelah memilih, menebus dan menjadikannya sebagai anak, lalu mengapa Tuhan tak segera memanggilnya pulang? Seringkali muncul pendapat bahwa memang belum saatnya. Namun Alkitab tak mengatakan seperti itu.
Selain itu, orang Kristen seharusnya selalu siap dipanggil kembali oleh Tuhan karena percaya bahwa sekali diselamatkan, kelak pasti masuk Sorga. Kenyataannya, seringkali timbul keraguan karena ada perasaan malu bertemu denganNya akibat dosa. Dalam hidup, manusia termasuk orang Kristen sebenarnya makin mempermalukan-Nya. Contohnya, kebanyakan mahasiswa Kristen sangat cinta Tuhan hingga rela meluangkan waktu dan persembahan demi pelayanan, baik di kampus,persekutuan maupun Gereja. Tapi setelah masuk ke dunia kerja, mereka mulai meninggalkannya bahkan ada yang ‘menjual iman’. Menurut pandangan manusia, orang semacam itu lebih baik dipanggil pulang ketika masih kuliah karena setelah masa tersebut, kesaksian hidupnya membuat Allah makin terhina.
Dalam Flp 1:20-25 Paulus dengan jelas menyatakan alasan Tuhan tak segera memanggil orang Kristen pulang. Saat menulis surat Filipi, ia berada di penjara. Nasibnya belum dapat dipastikan, entah dibebaskan atau dihukum mati. Tapi, di ayat 25 ia mengatakan, “Dan dalam keyakinan ini (bahwa lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu) tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman.” Dengan kata lain, ia berani memastikan dirinya dibebaskan karena tugas belum selesai. Dan yang dikatakannya sungguh terjadi. Ia masih harus menguatkan dan mengajar serta menulis beberapa surat antara lain untuk jemaat di Roma, Korintus, Titus, Filemon, Timotius dll.
Saat menulis surat kedua untuk Timotius, Paulus juga berada di penjara. Namun ia tak berkeyakinan akan tetap hidup seperti dulu Tuhan telah melepaskannya (2 Tim 4:6). Dan sekali lagi perkataannya benar. Ia dipenjara sampai mati dipenggal. Di ayat 7-8 ia mengatakan , “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hariNya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya.” Dengan kata lain, tugas Paulus selesai dan kelanjutannya akan diserahkan pada Timotius. Itulah saatnya pulang ke rumah Bapa.
Nilai pernyataan tersebut berada 1 tingkat di bawah seruan Tuhan sewaktu menjelang kematianNya di kayu salib, “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” (Luk 23:46) Menurut Pdt. Stephen Tong dalam buku ‘Tujuh Perkataan Salib’, kalimat tersebut menunjukkan bahwa Yesuslah Tuhan. Sedangkan Paulus tetap manusia berdosa sehingga tak berhak berkata seperti itu. Namun kalimat Paulus mungkin sekali diungkapkan oleh semua orang Kristen. Beberapa bagian Alkitab menunjukkannya antara lain:
Pertama, Kej 1: 26, 28. Di ayat 26 Allah mengatakan bahwa manusia dicipta menurut gambar dan rupaNya. Sedangkan ayat 28 menjelaskan mengenai 2 tugas khusus manusia yaitu: (1)”Beranakcuculah dan bertambah banyak;” (2)”Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.” Dan hanya manusia yang didesign untuk menyelesaikannya. Semua yang ada di dunia hingga kini merupakan hasil penaklukkan manusia terhadap bumi. Binatang juga berkembang biak tapi tak mampu menaklukkan bumi. Sebaliknya, malaikat yang belum ataupun telah jatuh ke dalam dosa, dengan sangat mudah dapat menaklukkan tapi tak mampu memenuhi bumi karena memang tak kawin dan dikawinkan (Mrk 12:25).
Anselmus dalam bukunya ‘Cur deus homo’ mengatakan bahwa Allah mencipta malaikat dalam jumlah tetap. Kemudian sebagian malaikat melawanNya. Maka Ia mencipta manusia dan jumlah orang percaya sama dengan jumlah malaikat pemberontak. Dengan kata lain, manusia diselamatkan untuk menggantikan malaikat pemberontak.
Dari ayat tersebut tampaklah karakter Allah yang tak pernah mencipta tanpa tujuan. Con¬tohnya, burung dicipta bersayap karena Ia menghendakinya memenuhi udara. Demikian pula ikan bersirip supaya dapat berenang dan hidup memenuhi air. Alam semesta dicipta sedemikian luas hingga memuat beberapa galaxi selain Bima Sak¬ti (matahari + 9 planet).
Carl Sagan, ilmuwan atheis, menulis novel ‘Contact’. Ada 1 dialog diulang 3 kali yaitu mengenai seandainya hanya Bumi yang didiami manusia, betapa mubazirnya alam semesta. Menurut Rm 1:18-20, alam semesta harus luas hingga tak seorang pun mengetahui ujungnya dengan pasti karena Allah menghendaki walaupun tak dapat melihatNya secara langsung, manusia mengakui, gentar, hormat serta percaya akan kuasa dan keilahianNya. Bahkan orang atheis takkan mampu berdalih. Sebaliknya malah harus menekan kebenaran bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah. Jikalau Ia tak mencipta manusia, barulah alam semesta menjadi mubazir karena binatang takkan mampu melihat kemuliaanNya. Sedangkan malaikat tak membutuhkan-nya karena sering menyaksikan kuasa kemuliaanNya. Manusia memang unik. Setelah diciptakan, Adam dan Hawa ditempatkan bukan di Sorga melainkan di taman Eden. Sehingga walaupun Ia menjumpai dan menyapa, mereka tak dapat melihatNya. Namun manusia tetap tak punya alasan untuk meragukanNya.
Kedua, Ef 2:8-9. Ada tugas khusus yang Allah berikan hanya pada orang percaya karena tak semua manusia mampu menyelesaikannya. Ef 2:1-10 merupakan salah satu penjelasan terbaik tentang predestinasi. Puncaknya ada di ayat 8–9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Kemudian Paulus melanjutkan dengan ayat 10, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya"yang merupakan alasan tak semua orang dipilih Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen tak terlalu interested karena mengharapkan jawaban berupa kata sifat. Misalnya, karena lebih baik, dermawan dsb. Atau, karena miskin dan tak berkemampuan sehingga Tuhan merasa kasihan lalu memilihnya. Namun alasan pemilihan justru berupa kata kerja. Tuhan pernah mengatakan, “Kamu (dan hanya kamu) adalah garam dunia. Kamu (dan hanya kamu) adalah terang dunia.” (Mat 5:13, 14) Dalam 1 Ptr 2:9 ditegaskan, “Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib.”
Ketiga, Rm 11:26. Orang Kristen sesungguhnya mengetahui tujuan hidup. Menurut Katekismus singkat Westminster, tujuannya ialah memuliakan Tuhan dan menikmatiNya selamanya. Menurut buku ‘Social Teaching of Christian Churches’, karakter Allah terpenting bagi Martin Luther ialah kasih. Tapi bagi John Calvin, kasih dan anugerahNya pada umat pilihan sekaligus keadilan dan murkaNya terhadap orang dunia yang harus binasa, menuju kepada kemuliaan Allah. Dalam Yoh 17:4 dijelaskan pengertian memuliakanNya.
Keempat, 1 Kor 12:27. Firman menyebut orang percaya sebagai tubuh Kristus. Sehingga tiap anggota mempunyai tugas unik dan tak tergantikan bahkan sesama anak Tuhan tak dapat mengerjakannya sebaik orang itu sendiri. Maka mereka diperlengkapi secara khas dengan segala talenta, kelebihan dan kekurangan.
Banyak orang Kristen bergumul mencari kehendak Tuhan tapi tak berhasil mendapatkan. Mungkin sekali karena mereka sebenarnya tak percaya dengan sungguh. Seringkali mereka berpikir seperti ayam yang meminta petunjukNya, di mana ia harus mencari cacing. Namun ketika Tuhan menghendakinya terbang menyatakan kemuliaanNya, ia berusaha melarikan diri karena merasa kehendakNya sangat tak masuk akal. Abraham berani meninggalkan tanah leluhur karena percaya akan janjiNya (Kej 12:1-3). Dalam Ibr 11:24-27 dijelaskan alasan Musa meninggalkan Mesir dan masa depan yang lebih baik. Mereka dengan jelas mengerti mana yang lebih mulia.
Seandainya elang yang terbang itu turun menemui elang tua untuk mengajaknya terbang bersama, elang tua pasti sulit percaya bahwa dirinya sama dengan elang itu. Realisasinya, ia terus berusaha membantah dan tetap menganggap dirinya adalah ayam.
Manusia pasti marah ketika orang lain menghina atau tak memperlakukannya secara wajar. Ironisnya, seringkali ia menempatkan diri jauh di bawah panggilan-Nya. Contohnya, ketika mendengar janjiNya pada Abraham bahwa Tuhan akan memberi keturunan, Sara malah tertawa. Padahal seharusnya ia bersukacita dan memuji Tuhan karena keinginannya terkabul. Ia menganggap janji tersebut sangat mustahil karena usianya tak memungkinkan untuk mengandung. Tiap orang tentu menginginkan kehidupan yang berarti. Tapi seringkali sulit mempercayai bahwa dirinya sangat istimewa di hadapan Tuhan.
Banyak orang menganggap Firman sangat teoritis dan tidak relevan dengan kehidupan. Ada 2 kemungkinan penyebab yaitu: (1)Firman terlalu tinggi; (2)standard hidup ditempatkan terlalu rendah. Jikalau orang Kristen ingin sukses dalam hidup sesuai kehendakNya maka hanya Firman yang dapat memberikan iman bahwa kesuksesan bukan di tangan manusia. Firman memang ditulis hanya untuk warga Kerajaan Sorga yang masih harus hidup di dunia. Jikalau status tersebut ditolak maka Alkitab takkan berbicara banyak.
Biarlah kita yang mengaku sebagai Anak Allah semakin menyadari bahwa kita dirancang Allah dengan satu tujuan untuk memuliakan-Nya, sementara kita menunggu kembalinya Kristus, kita dipanggil untuk menderita bagi Dia. Setiap orang percaya menanggung penderitaan dan kesuakaran demi Kristus. Tetapi ini semua hanya salah satu sisi. Allah juga telah memberikan penghiburan untuk menolong kita di dalam melewati penderitaan. Ia membuka mata kita agar kita dapat melihat masa depan yang mulia; Ia memberi kita RohNya; Ia menyiagakan kita untuk menerima rencanaNya yang sempurna. Saat kita memegang penghiburan ini di depan mata kita, kita akan dapat menanggung penderitaan yang terburuk, kita tetap bisa bertahan sampai kita tiba disorga. Amin. by: /nan1
Sumber :
1. Pratt, Richard L.Jr., DESIGNED FOR DIGNITY , Momentum 2002
2. Ongkowidjojo, Hendry, Khotbah ‘Design for Dignity’, GRII Andhika Surabaya, 2002