Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Friday 24 June 2011

TEOLOGI GEREJA

TEOLOGI GEREJA
by: Fernando Tambunan,ST

BAB I
PENDAHULUAN
Kata 'Gereja' merupakan kata yang nampaknya mudah tetapi telah banyak disalah mengerti. Jika kita berbicara tentang Gereja, diakui atau tidak, kita mempunyai asosiasi atau imajinasi tentang suatu institusi gerejawi, organisasi, liturgi, teologia dengan main line Calvinis, Lutheran, Baptis dan sebagainya.[1]
Orang Kristen sendiri masih kurang memahami, bahkan salah mengerti tentang hakekat Gereja yang sesungguhnya. Mereka memahami gereja sebagai bangunan atau denominasi (aliran atau organisasi gereja). Pengertian yang demikian adalah salah. Gereja bukanlah bangunan fisik atau gedung; juga bukan sesuatu deenominasi atau organisasi. Gereja dapat dipahami melalui pengertian arti istilah, baik yang digali dari bahasa-bahasa gereja Eropa juga dari Alkitab sendiri, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Memang wajar jika suatu istilah mengalami perkembangan arti (konotasi), namun kedinamisan konotasi tidak boleh menyeleweng dari esensi. Demikian juga dengan Gereja yang telah menempuh perjalanan sejarah selama dua puluh satu abad. Kendatipun secara “historis” (dalam arti sesudah Kristus) dimulai sejak hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2), namun tidak berarti bahwa aset Gereja PB lepas dari PL.
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis secara khusus akan membahas pengertian gereja menurut Paulus, dengan melihat perkembangannya dalam masa Perjanjian Lama dan juga dalam Perjanjian Baru.

BAB II
GEREJA

II.1. PENGERTIAN GEREJA DALAM PERJANJIAN LAMA
Mungkin akan muncul pertanyaan, apakah di dalam Perjanjian Lama sudah ada gereja? Jika asumsi kita tentang gereja sebagaimana yang berkembang pada masa kini, barangkali kita akan berkata bahwa di dalam Perjanjian Lama belum ada gereja, sebagaimana pandangan para pemikir modern. Namun di dalam Perjanjian Lama terdapat ada dua istilah, yang menggambarkan tentang umat Tuhan yang menunjuk kepada Gereja, yaitu qahal (atau kahal) yang diturunkan dari akar kata yang sudah tidak dipakai lagi yaitu qal (atau kal), yang artinya “memanggil”; dan ‘edhah yang berasal dari kata ya’adh yang artinya “memilih” atau “menunjuk” atau “bertemu bersama-sama di satu tempat yang ditujuk”.[2] Kedua kata ini kadang-kadang dipakai tanpa dibedakan artinya. ‘Edhah adalah kata yang lebih sering dipakai dalam Keluaran, Imamat, Bilangan dan Yosua, tetapi tidak dijumpai dalam kitab Ulangan, dan jarang dijumpai dalam kitab-kitab selanjutnya dalam Perjanjian Lama. Kata qahal banyak sekali dijumpai dalam Tawarikh, Ezra dan Nehemia.
Istilah qahal biasanya diterjemahkan menjadi jemaat, sedangkan ‘edhah diterjemahkan menjadi umat.[3] Septuaginta, menerjemahkan qahal ini dengan ekklesia. Qahal ini juga digambarkan dengan kemampuan berperang sebagaimana dapat ditemukan dalam kitab Ester 8 : 11, 9:2, 15, 16, 18 dan yang tak asing di dalam kitab Hakim-Hakim. Masih banyak refleksi lainnya dalam ragam penggunaan istilah ini, termasuk dalam pengertian beribadat. Hal ini menunjukkan variabilitas keadaan jemaatNya. Mereka adalah umat Allah, dikuduskan, diurapi dan harus mendengarkan hukum Allah. Sedangkan istilah ‘edhah, mempunyai pengertian perkumpulan yang sudah ditetapkan. Apabila hal ini dikenakan kepada umat Israel, maka hal ini menunjuk kepada para pemimpin agama, baik yang sedang berkumpul maupun tidak. Karena itu pada umumnya dua kata dipakai bersama-sama dengan qahal, sehingga menjadi qahal-‘edhah yaitu jemaat sedang berkumpul. Karena itu dapat disimpulkan bahwa umat Allah, qahal-‘edhah yang mendasari pengertian gereja sebagai umat Tuhan mempunyai karakter:
  1. Mendengar hukum (Ul. 4:10; 9:10; 18:16, dst.).
  2. Mempunyai pertahanan bersama (Est. 8:11; 9:2, 15-16, 18), dapat berperang (Yos. 22:12; Hak. 20:1).
  3. Berdiri di hadapan Allah (Ul. 4:10; 1Raj. 12:21) yang dikuduskan, diurapi,dan mendengar firman Allah.
  4. Memberikan persembahan domba Paskah (Kel. 12).
  5. Menerima perjanjian Allah (Kel. 33-35).
  6. Kepadanya Allah memberikan penebusan dan menerima kurban penebusan karena Allah (Im. 4:16).
  7. Mendapat sebutan sebagai bangsa yang kudus dan memuliakan Allah (Kel. 19:6; Hos. 2:23; Mzm. 2:23; 22:22 bandingkan dengan Ibr. 2:9, 10)[4]
Israel mendapat sebutan umat Allah dan jemaat Allah karena mereka dipilih dan dikuduskan oleh Allah. Hubungan Allah dengan umat-Nya sedemikian intim, sehingga banyak gambaran di dalam Perjanjian Lama yang mengungkapkan bagaimana intimnya hubungan tersebut. Misalnya hubungan Bapa-anak, hubungan pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, perjanjian antara pihak superior dan inferior, gembala-domba, raja-rakyat, tuan-hamba dan sebagainya. Gambaran-gambaran tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara YHWH dengan umat-Nya adalah sedemikian eratnya. Ini menunjukkan bahwa pemulihan relasi, rekonsiliasi dan persekutuan dengan Allah bukan teori melainkan realitas. Pemilihan-Nya untuk rencana keselamatan di muka bumi adalah realitas di dalam sejarah. YHWH Yang Maha Tinggi bersedia dan telah turun untuk bersekutu dengan umat-Nya di bumi. Pengertian dasar Gereja menurut Perjanjian Lama dapat juga dilihat dari sikap dan relasi Tuhan Yesus dengan Israel. Tuhan Yesus datang ke dunia sebagai orang Yahudi, kepada orang Yahudi dan menerima otoritas Perjanjian Lama. Ia menghadiri upacara-upacara dalam Bait Allah dan juga ibadah di sinagoge-sinagoge, serta hidup sebagai orang Yahudi dalam kultur Yahudi. Konsep tentang orang percaya sebagai “Israel yang benar” hanya dapat dimengerti dari latar belakang Perjanjian Lama. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ada kontinuitas Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru.

II.2. GEREJA DALAM PERJANJIAN BARU
 
Nama Gereja berasal dari kata Yunani kuriakos (arti: kepunyaan Tuhan), yang merupakan asal usul dari kata igreia (Latin), dalam bahasa Inggris church dalam bahasa Jerman kirche, dalam bahasa Swedia kyrke, bahasa Slavia cerkov, bahasa Scot kirk; dan bahasa Belanda kerk. Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyatakan pengertian jemaat Tuhan adalah kata yang diambil dari Septuaginta yaitu ekklesia (I Pet. 2:9) diawali dengan preposisi ek yang berarti “keluar dari”, dan kata kaleo menjelaskan mengenai “dipanggil keluar dari kounitas tertentu”, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago yang berarti “datang atau berkumpul bersama” (Omanson 1984:231)[5]. Istilah ekklesia dalam Perjanjian Baru secara umum juga menunjuk kepada Gereja, walaupun dalam beberapa bagian menunjukkan pertemuan secara umum, Kis 19:32,39,41.[6] biasanya kata ini diapakai dalam konteks pemanggilan penduduk Yunani, keluar dari rumah mereka berkumpul dalam suatu tempat yang sudah ditentukan.
Gereja pada jaman perjanjian ini pada dasarnya satu dengan Gereja dari jaman sebelumnya. Sejauh natur esensialnya terkait, keduanya terdiri dari orang-orang percaya yang benar. Pada zaman Perjanjian Baru, Gereja dipisahkan dari kehidupan nasional bangsa Israel dan menjadi organisasi yang tidak terikat kepada bangsa itu. Dalam hubungannya dengan hal ini, batasan-batasan dari Gereja disingkirkan. Apa yang semula merupakan gereja nasional sekarang memiliki sifat universal, penyembahan ritual pada masa lampau menjadi suatu ibadah yang lebih bersifat spritual yang selaras dengan maksud-maksud yang lebih dalam dari Perjanjian Baru.
Dalam Septuaginta “jemaat” diterjemahkan sebagai ekklesia. Suatu istilah yang sudah umum dalam konteks Yunani yaitu sidang parlemen atau sidang rakyat, yang biasanya diadakan di Athena pada hari-hari besar, dan dihadiri oleh para wakil rakyat dan penduduk segenap negeri.[7]
Dalam Perjanjian Baru kata ekklesia, misalnya terdapat dalam Matius 16:18; 18:17. Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia memang bukan untuk membawa istilah-istilah baru, melainkan untuk menyelamatkan manusia berdosa. Istilah-istilah yang sudah ada, yang sudah dikenal, dipakai dengan pengertian dan isi yang baru. Pengakuan Petrus di dalam Matius 16:16 yang menjadi dasar didirikannya ekklesia di muka bumi ini adalah berdasarkan penyataan Allah. Dalam gereja yang mula-mula, menurut komentar I. Howard Marshall, Lukaslah yang pertama kali memakai istilah ekklesia untuk Gereja dalam Kisah Para Rasul 5:11 untuk menyatakan kumpulan orang Kristen. Dengan demikian semakin jelaslah bahwa identitas Gereja, bukan lagi sebagai pendukung “tata cara ibadat” sinagoge melainkan sebagai orang-orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.[8] Selain itu Alkitab juga memberikan begitu banyak pengajaran tentang sifat dan relasi gereja dengan Kristus, baik secara eksplisit maupun secara implisit dengan tiga aspek manifestasi gereja yaitu marturia (kesaksian), koinonia (persekutuan) dan diakonia (pelayanan).
Perlu ditambahkan bahwa istilah ekklesia dalam Perjanjian Baru yang oleh David Watson mengali pemakaiannya dengan empat pengertian yang berbeda, yaitu: [9]
1. Universal Church, menunjuk kepada pengertian gereja secara universal, sebagai persekutuan orang percaya (Ef. 1:22; 3:10, 21; 1 Kor. 10:32;12:28; Flp 3:6; Kol. 1:58, dll.)
2. Particular Local Church, pengertian gereja lokal, sebagai jemaat di Kenkrea, Korintus, Laodikia, dll.
3. Actual Assembly, dalam arti sebagai jemaat di beberapa tempat, dalam persekutuan, dalam ibadat bersama (1 Kor. 11:18; 14:19, 23)
4. Small House Church, dipakai untuk menunjuk tempat ibadat atau rumah yang biasa dipakai untuk berkumpul oleh sekelompok kecil jemaat sebagai ekklesia domestis (Rom. 16:5; I Kor. 16:19).

III. AJARAN PAULUS TENTANG GEREJA
Kata "jemaat" digunakan Paulus dalam pengertian sekelompok orang-orang percaya dalam suatu daerah setempat. Suatu bentuk organisasi tidak disebut. Ternyata, hanya dalam Filipi 1:1 disebutkan pejabat-pejabat gerejawi, dan mereka pun hanya disebutkan setelah menyebutkan "orang-orang kudus". Pengertian kedua yang dimaksudkan Paulus ialah Jemaat yang bersifat universal. Pengertian ini dinyatakan secara tidak langsung dalam beberapa kiasan yang dipakainya, tetapi baru menjadi jelas dalam surat Efesus dan Kolose, yang menguraikan kedudukan Kristus sebagai Kepala Jemaat (Ef 1:22; Kol 1:18).
Defenisi gereja dalam tulisan Paulus menyebutnya sebagai orang-orang kudus (40 kali; orang yang dipisahkan untuk maksud tertentu). Paulus juga menyebutnya dengan ‘saudara’ (Rom. 16:14, I Kor 8:12;16:20, Kol 4:15), dalam pengertian ini berarti gereja adalah persekutuan saudara-saudari. Dia juga menyebut istilah semua orang percaya yaitu orang yang hidup sesuai aturan Tuhan (Rom 4:11, I Tes. 1:7).
Dalam surat-surat Paulus terdapat petunjuk-petunjuk tertentu mengenai ciri dari perhimpunan-perhimpunan lokal tersebut. Istilah en ekklesia (dalam atau sebagai Jemaat) digunakan beberapa kali dalam Surat I Korintus (1 Kor 11:18; 14:19,28,35) dengan arti suatu perhimpunan orang-orang percaya, Sifat ini didukung dengan kuat oleh kiasan kiasan yang dipakai Paulus, misalnya Jemaat sebagai satu tubuh (tubuh Kristus) dalam Rom 12:4-5, I Kor 12, Efesus 1:23,dan inilah yang menjadi cir khas gerja yang memiliki sifat kesatuan-Efs 1:10, struktur untuk pelayanan Tuhan – Efs 4:12, dan mempunyai fugsi perdamaian – I Kor 12:25 karena itu gereja adalah tubuh Kristus yang mengerjakan pelayanan Tuhan.
Pendekatan terbaik terhadap teologi gereja ialah dengan meninjau penggunaan Paulus tentang istilah ekklesia yang latar belakng istilah itu adalah dari PL yang menunjuk Israel sebagai umat Allah.[10] Pengunaan ekklesia adalah gagasan bagi konsep Paulus mengenai gereja. Istilah lain yang dipakai Paulus adalah Umat (laos) Allah yang baru. Dalam Roma 9-11 Paulus membahas panjang lebar tentang problem Israel dan didalam pembahasan itu ia mengemukakan bahwa gereja adalah umat Allah yang baru. Paulus juga menggunakan istilah Israel untuk menunjukkan gereja yaitu sebagai Israel rohani sebagai umat percaya yang tersisa ditambah orang-orang bukan Yahudi yang percaya. Gambaran Paulus tentang pohon Zaitun mengemukakan kesatuan umat Allah yang lama – Israel – dan gereja.[11] Gambaran lain yang digunakan Paulus untuk menunjukkan gereja sebagai Israel yang sejati adalah tentang bait Allah. Paulus melihat bahwa kelompok Kristen sebagai Bait Allah eskatologis telah menggantikan bait Allah sebagai tempat Allah berdiam dan disembah. Pengertian ini mengantar kita kepada pemahaman Paulus bahwa gereja adalah suatu Umat Eskatologis, hal ini mengandung dua makna. Mereka telah ditetapkan untuk mewarisi Kerajaan dalam penggenapan eskatologisnya (1 Tes 2:12; Rm 8:17; Ef. 1:18), karena mereka telah mengalami Kerajaan itu (Kol. 1:13; Rm. 14:17).[12]

IV. PERKEMBANGAN GEREJA DARI PB KE PL
Ditinjau dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, nyata bahwa umat Allah adalah suatu persekutuan orang-orang yang telah diangkat dari kondisi berdosa, tidak mengenal Allah, seteru Allah, yang kemudian dimasukkan ke dalam persekutuan dengan Allah berdasarkan anugerah-Nya yang digenapi di dalam dan melalui pribadi dan karya Tuhan Yesus Kristus.
Jika mempelajari secara saksama karya Kristus (atonement) dan aplikasi atonement yang dikerjakan oleh Roh Kudus maka kita semakin mengerti hakikat gereja sebagai manifestasi karya penebusan Kristus. Karena itu gereja juga disebut Tubuh Kristus. Bagi Paulus persekutuan dengan Kristus (union with Christ) bukanlah mitos melainkan fakta nyata. Di dalam 1 Korintus 12; 13; 14; Roma 12 dan Efesus 4 Paulus menunjukkan bagaimana Tubuh Kristus dalam hakikatnya adalah kesatuan di dalam kepelbagaian atau kepelbagaian di dalam kesatuan (diversity within unity). Demikian juga jika kita memperhatikan gereja yang mula-mula dapat dikategorikan dengan Palestinian Judaism Christianity, Hellenistic Judaism Christianity, Hellenistic Gentile Christianity.[13]

BAB III
KESIMPULAN
Paulus telah menguraikan pengertian gereja (persekutuan orang percaya) berdasarkan apa yang Tuhan buat bagi umat-Nya. Uraiannya tentang gereja secara teologis bukan hanya melihat masa kini (aspek waktu), bukan pula melihat kepada diri sendiri (aspek relasi), atau hanya melihat kepentingan manusia dalam sektor tertentu melainkan melihat kepentingan manusia dalam semua aspeknya. Karena karya Kristus mencakup semua aspek kehidupan manusia, maka orang percaya juga harus mampu melihat dan memproporsikan kepelbagaian aspek-aspek.
Gereja adalah Tubuh Kristus dan Kristus sebagai Kepala Gereja, karena itu Gereja adalah gereja yang memiliki Yesus, mendengar perintah Yesus dan melaksanakan kehendak Yesus dengan kata lain gereja adalah alat Yesus untuk dunia. Gereja juga menjadi pengantin Kristus yang menggambarkan hubungan antara Kristus dan jemaat dengan keakraban dan kesucian. Keakraban Allah dengan anggotanya menggambarkan bahwa gereja juga adalah Keluarga Allah. Hal ini menunjukan bahwa semua gereja adalah sama dengan suatu bangunan yaitu Bagunan Allah. Karena itu sebagai bangunan Allah, Bait Allah dan anggota keluarga Allah orang Kristen atau jemaat tidak bisa berdiri sendiri. Orang kristen harus menjadi salah satu anggota gereja.

DAFTAR PUSTAKA
  1. David Watson, I Believe in the Church, Grand Rapids: Williams B. Eerdmans Publishing Company, 1979
  2. Edmund P.Clowney, The Church ,Leicester: Inter Varsity Press, 1995
  3. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006
  4. George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru II, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2002.
  5. I. Howard Marshall, The Tyndale New Testament Commentary,The Acts of the Apostles, Michigan: Williams B. Eerdmans Publishing Company, 1980
  6. Lotnatigor Sihombing, Kultus dan Kultur, Sekolah Tinggi Theologia I-3, Batu, 1997
  7. Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja ,Lembaga Reformed Injili Indonesia, Momentum, Surabaya, 1997
  8. Reginald Fuller, The Foundations of New Testament Christology , New York: Charles Scribner’s Sons, 1965
  9. William Childs Robinson, “Church,” dalam Baker’s Dictionary of Theology, ed. Everett Harisson ,Grand Rapids: Baker Book House, 1981

[1] Lotnatigor Sihombing, Kultus dan Kultur, Batu: Sekolah Tinggi
Theologia I-3, 1997, 6.
[2] Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja Lembaga Reformed
Injili Indonesia, Momentum, Surabaya, 1997, 5.
[3] Edmund P.Clowney, The Church Leicester: Inter Varsity Press, 1995, 30.
[4] William Childs Robinson, “Church,” dalam Baker’s Dictionary of Theology,
ed. Everett Harisson Grand Rapids: Baker Book House, 1981, 123.