Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Thursday 23 June 2011

ANAK TUHAN DAN KARIERNYA

Seorang hamba Tuhan pernah berkata, “It is easier for God to create the whole universe than to help a Christian grows.” Rupanya benar bahwa memang lebih mudah bagi Allah untuk menciptakan seluruh jagat
raya ini daripada menolong seorang anak Tuhan bertumbuh secara rohani dan mengerjakan apa yang Allah kehendaki. Salah satu penyebabnya adalah kekacauan peran yang entah mengapa dan bagaimana
proses terjadinya, telah menyebabkan banyak anak Tuhan mengerjakan peran-peran yang sebetulnya bukan peran mereka, baik itu di gereja, di dalam keluarga, maupun di dalam pekerjaan mereka sehari-hari.
Nah, untuk masalah karier atau pekerjaan sehari-hari yang menjadi sumber nafkah ini, Anda perlu memerhatikan kasus di bawah ini.
Ediarto suami saya adalah pemain tenis andalan dari klub di kota kami. Dia sangat menyesal karena dalam turnamen minggu lalu, iatidak dapat ikut karena sakit. Menurut dokter, ia mengalami pembengkakan jantung dan itu bisa mengakhiri kariernya sebagai pemain tenis. Saya jadi bingung sekali. Apa yang harus saya
lakukan? Saya tahu ia ingin tetap menjadi pemain tenis, tetapi kesehatannya tidak memungkinkan lagi. Saya khawatir kalau nanti dia menganggur, lalu bagaimana? Memang secara finansial kami tidak kekurangan. Saya sendiri mempunyai usaha konfeksi yang cukup maju.
Tetapi mengenai suami saya, saya harus berbuat apa? Saya sangat kenal Ediarto. Dia adalah seorang pribadi yang tak mungkin menganggur, dan dia sama sekali tidak tertarik dengan pekerjaan.

PERTAMA, untuk menghadapi kasus di atas, (bahkan kasus apa saja) biasakanlah diri Anda sebagai seorang konselor untuk tidak terjerat dengan keluhan dan fenomenanya. Coba rasakan dan pahami apa yang
sedang terjadi dalam jiwa istri Ediarto ini. Siapa dia dan apa yang dia alami di belakang keluhan yang diceritakannya. Jadi, jangan sampai Anda langsung berpikir mengenai apa persoalannya dan bagaimana resepnya. Cobalah Anda mulai dengan melatih kepekaan jiwa Anda sendiri. Coba tempatkan diri Anda di tempatnya dan rasakan apa yang kira-kira ia rasakan. Nah, sesuai dengan kepekaan dan keunikan
pribadi Anda, barangkali Anda mulai dapat merasakan kegelisahan, kekhawatiran, dan kebingungannya. Ketiga hal ini pun baru merupakan dugaan Anda. Belum tentu dugaan Anda itu semuanya benar. Oleh sebab
itu, perlu diuji melalui refleksi pribadi Anda kepadanya. Misalnya, Anda dapat mengatakan, “Di luar dugaan kita, sering kali hidup ini mengalami berbagai perubahan … dan kadang-kadang kita tidak tahu
persis apa yang seharusnya kita lakukan ….” Untuk kata-kata Anda ini, saya percaya, apa pun responsnya akan mulai menyingkapkan apa yang sedang ia rasakan dan pikirkan. Mungkin benar, dia bingung,
khawatir, dan tidak tahu apa yang terbaik yang harus dia lakukan, tetapi data itu juga belum cukup. Anda harus ingin tahu, apa sebenarnya hal yang membingungkannya. Mungkin yang dia bingungkan bukan suaminya, melainkan dirinya sendiri karena takut kalau nanti suaminya harus tinggal di rumah sepanjang hari sehingga sistem hidup yang selama ini sudah dinikmatimya akan terganggu. Mungkin juga, yang ia khawatirkan adalah kesehatan suaminya (dan bukan pekerjaannya). Jikalau Anda dapat terus bertahan dalam “spirit
emphaty” (merasakan apa yang ia rasakan) dan “listening” (mendengar pola pikir dan perasaannya) Anda akan menjumpai banyak misteri dalam jiwa klien Anda. Semuanya itu akan tersingkap sedikit demi sedikit.
Mungkin Anda akan kaget bahwa, misalnya, kekhawatirannya tidak lahir dari cinta, tetapi dari ketakutan hidup sendiri tanpa suami. Oleh sebab itu, Anda harus dapat menciptakan suasana konseling yang
kondusif yang memungkinkan klien, tanpa direncanakan, dapat menyingkapkan hubungan yang sesungguhnya dengan suaminya. Sampai poin ini pun Anda jangan buru-buru memberi nasihat apa pun karena
proses konseling Anda baru masuk langkah-langkah pertama. Anda belum betul-betul mengenal siapa dia dan apa yang terjadi secara subjektif menjadi pengalaman pribadinya. Nanti Anda akan mengenal dia yang
sesungguhnya dan dalam konteks pengenalan itulah Anda melihat akar masalah yang dikeluhkannya.
KEDUA, perlu Anda ketahui bahwa sebagai konselor, tak mungkin Anda dapat memberi nasihat dan menemukan penyelesaian “yang sesungguhnya” jikalau Anda tidak mengenal prinsip kebenaran firman Tuhan untuk masalah tersebut. 

Misalnya:
Untuk masalah karier Pak Ediarto
Sebagai orang Kristen kita percaya bahwa Allah menyediakan empat kelompok pekerjaan untuk manusia. 

PERTAMA, pekerjaan untuk membangun tubuh Kristus (gereja yang kelihatan ataupun yang tidak kelihatan).
Ini adalah pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan oleh orang-orang yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus dan mereka yang secara khusus mendapat panggilan Allah. Jenis pekerjaan pembangunan tubuh
Kristus ini hanya dapat dikerjakan dengan “spiritual gifts” dari Allah (Roma 12, lKorintus 12, Efesus 4, Galatia 5 dan sebagainya).

KEDUA, kelompok pekerjaan yang tujuannya adalah untuk “memanusiakan manusia”, seperti pendidikan, kedokteran, filsafat, musik, seni, psikologi, hukum, dan sebagainya. Untuk kelompok ini, Allah memberikan talenta/bakat yang harus terus dikembangkan supaya manusia dapat menggarap area hidup tersebut dan dapat memuliakan Allah. Melalui musik yang agung, misalnya, manusia dapat memasuki dimensi-dimensi hidup yang begitu dalam sehingga mereka lebih peka terhadap kehadiran dan karya Allah yang penuh keajaiban. Allah
memanggil manusia untuk membebaskan setiap dimensi hidup dari jerat kesia-siaan (Roma 8:19-21).

Kelompok KETIGA adalah kelompok pekerjaan yang tujuannya adalah untuk “mengenal, mengontrol (memanipulir secara benar), dan memakai hukum alam” demi menciptakan alat-alat yang dapat membantu kehidupan manusia. Ini juga pekerjaan yang membutuhkan talenta yang khusus (misalnya, keahlian dalam fisika dan matematika) sehingga manusia dapat menciptakan alat-alat dan mesin-mesin (misalnya, radio,
telepon, komputer, mobil pesawat terbang, dan sebagainya) untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk ini, Allah memberikan mandat budaya kepada manusia untuk memenuhi, menaklukkan, dan mengerjakan
bumi dengan segala isinya (Kejadian 1:28).

Kelompok yang KEEMPAT atau yang terakhir adalah kelompok dari jenis pekerjaan yang Allah “izinkan”, yaitu pekerjaan yang pada dirinya tidak mempunyai makna khusus dalam tujuan penciptaan manusia kecuali
untuk “melelahkan atau menyibukkan diri manusia” (Pengkhotbah 3:10).

Dalam kelompok ini termasuk, misalnya, pekerjaan membuka toko kelontong, toko roti dan es krim, restoran, bank, pabrik kain dan konveksi, dan sebagainya. Memang, masing-masing juga membutuhkan
bakat atau talenta, tetapi bakat atau talenta tersebut tidak mempunyai objekt yang secara khusus menjadi bagian integral tujuan penciptaan Allah. Pekerjaan-pekerjaan ini boleh ada, boleh juga tidak ada di dunia ini, dan hampir semua jenis pekerjaan ini sebenarnya diciptakan oleh “anak-anak dunia” dan akan terus
bertambah.
Nah, dalam konteks kelompok pekerjaan yang keempat inilah olahragawan, seperti pemain tenis ada. Olahragawan bukanlah jenis pekerjaan yang punya objektif sebagai bagian integral penciptaan
Allah. Bahkan karena pekerjaan ini, tubuh manusia sebenarnya cenderung menjadi tidak sehat karena dipaksa dan dipacu lebih daripada yang sewajarnya. Itulah yang telah terjadi pada Ediarto sehingga jantungnya membengkak.
Menjadi olahragawan tidak sama dengan berolahraga. Berolahraga merupakan bagian pertanggungjawaban hidup, yaitu untuk memelihara kesehatan dan berekreasi. Meskipun gunanya tidak sepenting latihan
rohani (1Timotius 4:8), olahraga tetap menjadi bagian pertanggungjawaban manusia karena tubuh ini rumah Roh Kudus (1Korintus 6:19-20) sehingga harus dipelihara kesehatannya. Lain halnya dengan menjadi olahragawan. Jenis pekerjaan ini sebenarnya kurang bermakna karena andil untuk kebaikan bukan pada profesi olahraganya, melainkan pada dampak tidak langsungnya, yaitu kekompakan, sportivitas, disiplin, dan sebagainya. Untuk olahragawan itu sendiri, profesi tersebut lebih banyak membawa kerugian bagi
dirinya karena tubuhnya menjadi tidak sehat dan jiwanya cenderung berorientasi pada pujian, hadiah dan arogansi.
Konsep Kristiani ini harus dipahami oleh konselor supaya arah konseling menjadi jelas untuk kemuliaan nama Tuhan.

Bahan diambil dan diedit seperlunya dari:

Judul buletin: PARAKALEO No. 3, Edisi Juli - September 2003
Penulis      : Pdt. Yakub B. Susabda, Ph.D.
Penerbit     : Departemen Konseling STTRII Jakarta
Halaman      : 1 — 3