MEMAHAMI KONSEP PAULUS MENGENAI ANUGERAHDALAM SURAT ROMA
oleh: Fernando Tambunan
I. PENDAHULUAN
Anugerah merupakan bagian penting dalam kekristenan dan juga merupakan keunikan dari kekristenan. Anugerah yang terdapat di dalam kekristenan memberikan pengharapan bagi orang percaya untuk bisa diselamatkan, diampuni dan dikuduskan hidupnya dengan mengingat tidak ada satu kebaikan pun dalam diri manusia yang menjadikan dirinya layak untuk diselamatkan dan memampukannya untuk menguduskan dirinya sendiri. Oleh karena itu anugerah sering kali disampaikan baik dalam bentuk khotbah, pengajaran, atau penginjilan untuk memperkenalkan Allah dan segala kebaikan-Nya dalam hidup manusia.
Di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, anugerah banyak disebut dan dibicarakan. Dalam Perjanjian Lama anugerah diperkenalkan dalam pengertian “perkenanan” (kasih karunia) atau “kebaikan “ dengan dua istilah Ibrani, yaitu hen (Kej. 6:8; Est. 2:17; Ams.12:2, dll.) dan hesed (Kel. 15:13; 33:12-13; Yun. 4:2; Ayb. 6:14; 10:12; 37:13; Ams. 11:17; 3:3; Yes. 57:1; Mzm. 36:11; 103:17; dll.) yang penggunaannya tersebar di berbagai kitab PL.[1] Sementara itu dalam Perjanjian Baru anugerah diperkenalkan dengan istilah charis. Charis muncul sebanyak 154 kali dalam PB, dan dari jumlah itu seratus di antaranya muncul dalam surat-surat Paulus dan dua puluh tiga di antaranya muncul dalam surat Roma.[2]
Dengan demikian kita bisa melihat bahwa sebenarnya Paulus banyak bicara tentang anugerah. Akan tetapi anugerah yang disebut dan diajarkan Paulus tersebut seringkali ditafsirkan secara berbeda dan sebagai akibatnya anugerah tersebut diaplikasikan sesuai dengan tafsiran masing-masing. Khususnya dalam kitab Roma di pasal 6 ayat 1 hingga ayat 4 terlihat bahwa orang-orang Roma tidak memandang anugerah seperti cara Paulus memandangnya, akan tetapi mereka menyimpulkan bahwa oleh karena mereka sekarang berada di bawah kasih karunia atau anugerah, maka mereka patut berdosa lebih banyak lagi supaya anugerah makin bertambah. Pada zaman sekarang, hal yang sama seperti ini dilakukan juga oleh orang-orang yang menciptakan sendiri definisi anugerah mereka dengan mengangkat ayat Alkitab, khususnya perkataan Paulus dalam surat Roma tanpa memperhatikan keseluruhan konteks ayat tersebut ataupun menggalinya.
Sebagaimana cara orang-orang mendefinisikan anugerah, demikian juga cara mereka hidup. Friedrich Nitzsche pernah mengkritik orang-orang Kristen pada zamannya tentang kehidupan mereka yang dijalani dengan cara yang tidak mencerminkan apa yang mereka percayai. Ia memberikan contoh bahwa Yesus punya pola hidup yang baik dan penuh anugerah, akan tetapi orang Kristen tidak seperti Yesus.[3] Sampai saat ini pun nampak bahwa tidak sedikit orang Kristen yang hidup dengan sembarangan, yaitu hidup dalam dosa dengan menjadikan anugerah sebagai “perisai” yang melindungi mereka terhadap setiap kritik yang datang berkenaan dengan hidup mereka yang bobrok. Banyak orang Kristen yang bersikap bebas untuk berbuat dosa dengan alasan bahwa ada anugerah yang tersedia baginya di mana anugerah itu senantiasa siap memberikan pengampunan dan penyucian sehingga mereka tidak perlu takut akan dosa. Seorang penyiar radio Kristen, Hank Hanegraaff, dalam laporannya mengenai siarannya menyatakan sangat terkejut ketika bicara tentang dosa dengan pemirsanya oleh karena ia mendapatkan respons berupa pengakuan bahwa mereka berdosa setiap waktu.
Anugerah menjadi alasan yang kuat untuk berbuat dosa. Itu sebabnya di gereja-gereja Amerika ditemukan ada para diaken yang mabuk pada acara pernikahan gerejawi, banyak anggota-anggota gereja yang terlibat dalam seks di luar nikah tanpa dikoreksi oleh gereja, selain itu perceraian, perselingkuhan, perzinahan, penipuan, korupsi, dan narkoba dianggap lumrah dan tidak mendapatkan disiplin dari gereja dengan alasan karena adanya anugerah.[4] Anugerah juga rupanya dipakai sebagai alasan bagi para homoseksual untuk membela diri dengan berkata, “kita tidak lagi berada di bawah hukum Taurat.” Orang yang memakai alasan anugerah untuk menentang hukum ini jatuh kepada antinomianisme, yaitu menganggap Allah telah memberikan anugerah-Nya yang besar sehingga tidak ada lagi kewajiban untuk menaati hukum Allah, khususnya hukum moral oleh karena anugerah Allah1 yang menyelamatkan itu sifatnya konstan. Sebagai akibatnya orang-orang ini juga tidak mengindahkan apa yang tertulis dalam Alkitab.[5] Dengan kata lain, anugerah seperti yang diberitakan oleh Paulus sebagai sesuatu yang membebaskan kita dari hukum Taurat, membebaskan mereka pula untuk perilaku sebagai homoseksual tanpa perlu takut ancaman hukuman.
Anugerah pada akhirnya oleh orang-orang seperti di atas dipakai sebagai “surat izin” untuk mengabaikan hukum Allah. Surat izin ini mengimplikasikan bahwa apa pun perilaku dan tindakan kita terhadap Allah sama sekali bukan masalah. Kita bebas hidup dengan sembrono secara sadar dan bisa memberontak terhadap Allah jika kita mau supaya anugerah Tuhan bisa bekerja ketika kita menghadapi penghakiman Tuhan. Orang-orang yang memiliki anggapan seperti ini juga disebut sebagai orang yang menganut moralitas yang baru (new morality) yang berkata segala gerbang sekarang terbuka untuk kepuasan yang tidak terkontrol terhadap setiap keinginan tubuh dan pikiran. Pemahaman yang salah bukan saja membuat orang-orang Kristen hidup dengan sembrono dan tidak takut akan dosa, lebih dari itu, ada juga orang-orang Kristen yang berulang-ulang berbuat dosa yang sama. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Stephen Tong bahwa banyak orang Kristen yang hidup dalam dosa, tekun dan betah berada dalam dosa dengan alasan memberi kesempatan pada Tuhan untuk menunjukkan kuasa-Nya yang besar.[6]
Kondisi seperti ini tentu saja sangat memprihatinkan karena selain menimbulkan kekacauan dalam dunia kekristenan juga menimbulkan pengaruh buruk terhadap pandangan orang-orang non-Kristen terhadap kekristenan, dan yang pasti hal ini juga yang menjadikan penyebab utama gagalnya kesaksian Kristen. Beranjak dari hal-hal tersebut, penulis melihat bahwa kita perlu untuk benar-benar memahami maksud anugerah menurut Paulus dalam surat Roma supaya tidak terjadi penyimpangan konsep beserta aplikasi-aplikasi yang salah seperti di atas. Namun pertanyaan yang muncul adalah anugerah yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Paulus dalam surat Roma tersebut? Sejauh mana anugerah itu mengampuni dosa yang banyak dan berulang-ulang dalam hidup orang yang sudah diselamatkan? Lalu apa fungsi anugerah dalam penjelasan surat Roma ini? Sebagai akibatnya, hidup yang seperti apa yang semestinya dijalani oleh orang-orang yang sudah menerima anugerah itu?
Kehidupan orang percaya tidak bisa dilepaskan dari adanya anugerah Allah yang menyelamatkan dan mengampuni dosa. Rasul Paulus pun menegaskan adanya anugerah/kasih karunia yang mengampuni dosa atau pelanggaran manusia dalam Roma 5:20-21. Namun kita tidak boleh menggunakan anugerah, khususnya perkataan Paulus tentang anugerah dalam ayat ini sebagai alasan untuk membenarkan dan mengizinkan kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa dengan sebebas-bebasnya di hadapan Allah. Paulus sendiri juga tidak bermaksud demikian ketika mengungkapkan tentang anugerah dalam surat Roma ini.
Berdasarkan hal ini penulis melihat akan perlunya sebuah pemahaman yang tepat akan konsep anugerah yang dimaksud Paulus dalam surat Roma, sejauh mana anugerah itu bekerja memberi pengampunan dan bagaimana orang percaya sepatutnya mengaplikasikan anugerah itu dalam kehidupannya.
II. KONSEP ANUGERAH MENURUT PAULUS DALAM SURAT ROMA
Anugerah merupakan sebuah pokok pembahasan yang penting dalam surat Roma. Sejak awal Paulus sudah menggunakan kata ini sebagai sebuah salam pembuka (Roma 1:7). Lebih lanjut, di sepanjang surat Roma, Paulus juga berulang-ulang menyebut dan mengajarkan tentang anugerah Allah, baik dalam hubungan dengan panggilan kerasulannya oleh Kristus (Roma 1:5) maupun dalam hubungan dengan keselamatan. Kita akan melihat konsep anugerah Paulus yang terdapat dalam tulisannya kepada jemaat Roma.
Anugerah diungkapkan oleh Paulus dalam tulisan-tulisannya dengan menggunakan kata “carij” (kharis). Menurut arti katanya, kharis berarti “kemurahan,” “kebaikan hati Allah,” “rencana yang penuh kemurahan,” atau “pemberian gratis yang dimanifestasikan oleh Allah terhadap manusia yang dinyatakan dalam injil-Nya.” Dalam penggunaan kata kharis oleh Paulus, anugerah tidak hanya memiliki arti yang terkandung dalam kata Ibrani hen, melainkan gabungan dengan makna yang terkandung juga dalam kata Ibrani lainnya untuk anugerah yaitu hesed.
Anugerah yang dibahas oleh Paulus dalam surat Roma ini tidak berdiri sendiri tanpa hubungan dengan karya-karya Allah yang lainnya. Sebaliknya, anugerah merupakan suatu kesatuan dari rentetan karya Allah dalam diri manusia yang akan dibahas pada bagian berikut ini.
Anugerah Merupakan Inisiatif Allah
Dalam surat Roma Paulus menggunakan anugerah dalam dua bagian, yaitu pada bagian salam dan bagian penjelasan tentang keselamatan sebagai isi surat tersebut. Kalimat Paulus di dalam pembukaan surat ini merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dasar dan sumber anugerah yang dibicarakan Paulus di sepanjang Surat Roma ini. Frase “dengan perantaraan-Nya” dalam ayat 17 mengacu kepada Tuhan Yesus Kristus yang sudah disebut terlebih dahulu di dalam kalimat sebelumnya. Apa yang hendak di sampaikan oleh Paulus di sini adalah bahwa Rasul Paulus menerima anugerah maupun jabatan kerasulan itu dari Allah Bapa dengan perantaraan Yesus Kristus. Khusus tentang anugerah dalam Roma 1:1-7 ditafsirkan Barclay sebagai salah satu alasan yang disadari oleh Paulus mengapa ia mendapat pengkhususan dari Allah, ia telah dipilih dari antara manusia (Kis. 13:2).[7]
Anugerah artinya suatu pemberian gratis dan lebih mengacu kepada tindakan kebaikan hati dari Allah kepada manusia yang tidak disebabkan oleh sesuatu apa pun dalam diri manusia. Anugerah secara faktual merupakan tindakan penyelamatan hasil keputusan Allah sendiri di dalam Yesus Kristus. Paulus, baik melalui salam pembuka surat maupun dalam isi suratnya, memperlihatkan bahwa sumber anugerah itu datang dari Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Keselamatan yang diteruskan dengan panggilan kerasulannya datang dari Allah. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa inisiatif pemberian anugerah adalah bukan dari manusia melainkan sepenuhnya dari Allah.
Anugerah Berbentuk Sebagai Pembenaran oleh Iman
Dalam pengajaran Paulus terhadap jemaat Roma, bentuk anugerah yang diberikan Allah itu secara jelas diungkapkan sebagai sebuah pemberian berupa pembenaran oleh iman. Paulus melihat bahwa untuk bisa menerima keselamatan dan masuk dalam persekutuan dengan Allah, manusia sangat membutuhkan sebuah pembenaran, penyebabnya adalah karena semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Manusia dalam keberdosaannya tidak dapat menolong dirinya sendiri. Berdosa berarti perseteruan dengan Allah, hal ini membuat manusia terpisah dari Allah dan tidak memungkinkan ia untuk hidup sebab upah dosa adalah maut. Dosa ini melanda semua manusia tanpa terkecuali. Untuk menggambarkan hal ini Paulus menggunakan figur Adam yang melambangkan satu dosa berakibat kepada dosa semua orang. Figur Adam digunakan supaya jemaat Roma yang berada dalam dua kelompok (Yahudi dan non- Yahudi) yang saling merasa paling benar, menyadari bahwa mereka berasal dari satu keturunan yang sama dan bahwa mereka punya hubungan satu sama lain dan punya status dan perilaku yang sama, yaitu sebagai orang berdosa. Oleh sebab itu, maka secara pasti arah jalan hidup manusia menuju kepada satu tujuan yang sama yaitu kematian atau maut sebagai upah dosanya.
Kondisi ini membuat manusia tidak berdaya dan tidak dapat menolong dirinya sendiri, bahkan hukum Taurat pun tidak menyelamatkannya dari maut sebagai akibat dosa itu. Dalam surat Roma ini Paulus menunjukkan bahwa hukum Taurat yang selama ini diandalkan orang orang Yahudi bahkan dianggap sarana keselamatan hanya memainkan peranan sekunder. Lebih dari itu, hukum Taurat bahkan berakibat makin bertambahnya pelanggaran karena pada dasarnya fungsi hukum Taurat itu hanya untuk mendefinisikan dosa. Oleh karena dorongan dari natur manusia yang berdosa maka semakin dosa dijabarkan semakin manusia melakukannya.
Dengan adanya kenyataan bahwa manusia tidak bisa menolong dirinya sendiri dengan melakukan hukum Taurat, maka Allah memberikan solusi yaitu pembenaran oleh iman sebagaimana yang berulang-ulang disebut oleh Paulus dalam surat Roma. Keselamatan bagi manusia berdosa yang adalah seteru dan musuh Allah hanya bisa dimungkinkan terjadi oleh sebuah pembenaran, yaitu pemberian kebenaran yang dilakukan oleh Allah sendiri kepada manusia. Dalam hal ini pembenaran adalah terhadap relasi manusia dengan Allah, dan bukan pembenaran terhadap perbuatan-perbuatan dosa manusia. Melalui pembenaran, maka Allah mengubah seluruh hubungan manusia dengan-Nya menjadi sebuah hubungan yang dipulihkan dan dibenarkan sehingga ketika manusia nantinya berhadapan dengan Allah sebagai Hakim maka manusia itu berstatus benar dan bebas dari penghukuman kekal. Anugerah berupa pembenaran hanya diterima dengan iman kepada Yesus Kristus dan pengorbananNya di kayu Salib. Ini adalah pemberian cuma-cuma bagi mereka yang percaya tanpa jasa perbuatan baik manusia, dan bagi mereka yang percaya atau beriman inilah kebenaran Kristus diimputasikan kepada diri orang tersebut. Kebenaran Kristus itu adalah bahwa Ia telah dengan sempurna menaati hukum Taurat yang tidak bisa ditaati manusia, dan bahwa Ia telah menanggung murka yang selayaknya ditimpakan kepada manusia atas dosa-dosa manusia itu sendiri.
Anugerah Merupakan Lawan dari Dosa Anugerah dan dosa adalah dua kekuatan yang saling bertentangan. Anugerah tidak mendorong perbuatan dosa dengan lebih besar dan banyak lagi, demikian juga dosa yang bertambah-tambah bukan jalan mendapatkan anugerah yang lebih besar lagi. Jika Paulus dalam Roma 5:2-21 berkata “dosa bertambah banyak” yang dilanjutkan dengan frasa “kasih karunia menjadi berkelimpahan,” maksud Paulus adalah untuk menyatakan suatu kategori keadaan anugerah yang berlimpah-limpah yang melampaui kelimpahan dosa. Kalimat Paulus tidak dimaksudkan untuk membicarakan tentang penambahan dosa secara kualitas maupun kuantitas. Namun Paulus sedang menggambarkan kekuatan anugerah yang super, melebihi kekuatan dosa di mana anugerah menang mengatasi dosa.
Anugerah Berlanjut kepada Pengudusan
Anugerah tidak berhenti pada pembenaran oleh iman, namun berlanjut kepada pengudusan orang percaya yang menerima anugerah. Pengudusan ini bukan merupakan pengudusan terhadap status dan relasi manusia secara rohani di hadapan Allah, akan tetapi mengacu kepada tindakan luar manusia di hadapan tuntutan kebenaran dan standar kekudusan Allah sendiri. Jika pada tahap penganugerahan pembenaran peran manusia tidak dilibatkan di dalamnya, maka pada tahap ini manusia terlibat untuk bertanggung jawab atas hidupnya sesuai dengan statusnya yang baru dengan kekuatan dari Roh Kudus yang diberikan kepadanya.
Setelah manusia dibenarkan Allah, ia tidak lagi memilih hidup di bawah dosa. Hidupnya telah mati terhadap dosa, saat itu adalah akhir dari kehidupan yang lama yang ada di bawah pemerintahan dosa. Paulus menegaskan bahwa pembenaran itu membawa manusia kepada pembaharuan hidup yang di dalamnya mengandung makna pertumbuhan pada diri manusia baru tersebut. Dalam hidup yang baru, manusia lama telah disalibkan bersama Kristus dan bersamaan dengan itu kuasa dosa hilang. Namun hilangnya kuasa dosa terhadap diri orang yang mengalami anugerah bukan berarti dosa yang dilenyapkan sama sekali. Dosa tetap ada dan mungkin dilakukan oleh manusia, bedanya adalah jika dalam manusia lama natur yang dimiliki oleh orang tersebut adalah natur berdosa dan selalu dikontrol oleh dosa sehingga perbuatan dan pikirannya selalu kepada dosa, maka dalam diri manusia yang baru ia menyerahkan diri pada Allah untuk dikontrol oleh-Nya. Manusia yang baru menyandarkan pengetahuan dan keputusannya kepada Tuhan. Sesuai dengan naturnya yang baru, maka keputusan-keputusan, tindakan, pemikiran, dan kehendak manusia baru disandarkan pada pimpinan Tuhan. Manusia baru berusaha bertanggung jawab atas hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus dengan kehendak untuk mengambil keputusan dan pilihan yang benar sesuai dengan statusnya yang baru di hadapan Allah.
Di dalam kehidupan yang sudah diperbaharui seseorang tidak mungkin untuk berada di bawah kuasa dosa dan berada di bawah kuasa kebenaran secara berganian dan bergiliran terus-menerus. Selain itu juga tidak ada jalan tengah di antara keduanya. Kejatuhan manusia dalam dosa dalam hidup baru bukan sesuatu yang disengaja dan dilakukan berulang-ulang. Dengan menyebutkan bahwa manusia baru sudah dibaptiskan (bersatu) dengan Kristus, dalam konsep yang diajarkan Paulus jelas bahwa orang yang sudah menerima anugerah memiliki kehendak sesuai dengan Kristus. Kondisi ini yang tidak memungkinkan manusia baru dengan sengaja menghendaki untuk melakukan dosa.
Manusia baru bisa sesekali gagal dalam pergumulannya antara menuruti keinginan dosa dan melakukan kehendak Allah sehingga ia gagal pula dalam tanggung jawab pribadinya untuk mengambil keputusan yang benar. Hal ini sangat mungkin terjadi di dalam proses pengudusan, namun orang yang hidup dalam anugerah akan kembali kepada kehendak Allah dalam suatu penyesalan akan dosa-dosanya dan tidak berkehendak untuk melakukan mengulangi apalagi menambah dosanya.
Ketika hidup manusia berakhir di dunia (mengalami kematian fisik) maka proses pengudusan pun berakhir. Pada akhir dari proses pengudusan tersebut manusia baru menerima pemberian hidup yang sudah dimulai sejak ia dibenarkan oleh Allah. Hidup kekal maupun pembenaran oleh iman adalah bentuk pemberian anugerah oleh Allah kepada manusia secara gratis.
III. PENUTUP
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa anugerah merupakan isi pengajaran Paulus dalam surat Roma sekaligus menjadi sebuah tema sentral yang sangat signifikan dalam kekristenan. Tujuan diberikannya anugerah, yaitu untuk memberikan keselamatan melalui sebuah pembenaran oleh iman. Sementara itu, berkenaan dengan isu bahwa anugerah mendorong manusia berbuat dosa lebih banyak maka baik dari pemaparan tulisan para teolog tersebut maupun dari hasil eksegesis terhadap surat Roma ditemukan bahwa anugerah tidak mendukung manusia berbuat dosa lebih banyak. Sebaliknya, anugerah berkontradiksi dengan dosa. Dengan demikian konsep yang mengatakan anugerah memberikan kebebasan berbuat dosa merupakan sebuah konsep yang salah. Untuk menghindari kesalahan dalam konsep seperti yang pernah dan masih terjadi tersebut kita perlu memiliki konsep anugerah Paulus yang ditulisnya dalam surat Roma ini secara utuh dan benar sesuai firman Tuhan itu sendiri.
[1] Daniel Lucas Lukito, “Kekeliruan Pengartian Konsep Anugerah dalam Teologi dan Pelayanan Praktis,” Veritas 3/2 (Oktober 2002) 159.
[2] A. B. Lutter , “Grace” dalam Dictionary of Paul and His Letters (ed. Gerald F. Hawthorne et al.; Downers Grove: InterVarsity, 1993) 372.
[3] Lukito,”Kekeliruan Pengartian” 151.
[4] Lukito, “Kekeliruan Pengartian” 162-163.
[5] Lukito, “ Kekeliruan Pengartian” 160-161.
[6] “Mati Terhadap Dosa, Hidup dalam Kebenaran,” Ringkasan Khotbah Mimbar Reformed Injili 3/94. 236.
[7] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Roma (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 24-25
KEPUSTAKAAN
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Roma. Jakarta: Gunung Mulia, 1999.
Bruce, F.F. Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, Jakarata, BPK Gunung Mulia
Carlson, G. Raymon. Surat Roma. Malang: Gandum Mas, 1962.
Conn, Harvie M. Teologia Kontemporer. Malang: SAAT, 1988.
Hagelberg, Dave. Tafsiran Roma (dari bahasa Yunani), Bandung, Kalam Hidup
Hoekema, Anthony A. Diselamatkan oleh Anugerah. Surabaya: Momentum, 2001.
Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002
Susabda,Yakub B. Seri Pengantar Teologi Modern I. Jakarta: LRII, 1999.
Tong, Stephen. “Mati terhadap Dosa, Hidup dalam Kebenaran.” Ringkasan Khotbah Mimbar Reformed Injili 3/94
.
Van den End, Th. Dr. Tafsiran Surat Roma, Jakarta, BPK Gunung Mulia
Wenham, J. W. Bahasa Yunani Koine. Malang: SAAT, 1977.
Lukito, Daniel Lucas “Kekeliruan Pengartian Konsep Anugerah dalam Teologi dan Pelayanan Praktis,” Veritas 3/2 (Oktober 2002): 149-170.
SABDA (OLB versi Indonesia), 2002, http://www.sabda.net.
“Grace and The Helmet of Salvation.” http://www.stopsinning.net/excuses.html.
“Rationalization.” http://www.stopsinning.net/rationalization.html.
“What Grace is Not.” http://www.edwardfudge.com/written/grace03.html.
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Roma. Jakarta: Gunung Mulia, 1999.
Bruce, F.F. Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, Jakarata, BPK Gunung Mulia
Carlson, G. Raymon. Surat Roma. Malang: Gandum Mas, 1962.
Conn, Harvie M. Teologia Kontemporer. Malang: SAAT, 1988.
Hagelberg, Dave. Tafsiran Roma (dari bahasa Yunani), Bandung, Kalam Hidup
Hoekema, Anthony A. Diselamatkan oleh Anugerah. Surabaya: Momentum, 2001.
Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002
Susabda,Yakub B. Seri Pengantar Teologi Modern I. Jakarta: LRII, 1999.
Tong, Stephen. “Mati terhadap Dosa, Hidup dalam Kebenaran.” Ringkasan Khotbah Mimbar Reformed Injili 3/94
.
Van den End, Th. Dr. Tafsiran Surat Roma, Jakarta, BPK Gunung Mulia
Wenham, J. W. Bahasa Yunani Koine. Malang: SAAT, 1977.
Lukito, Daniel Lucas “Kekeliruan Pengartian Konsep Anugerah dalam Teologi dan Pelayanan Praktis,” Veritas 3/2 (Oktober 2002): 149-170.
SABDA (OLB versi Indonesia), 2002, http://www.sabda.net.
“Grace and The Helmet of Salvation.” http://www.stopsinning.net/excuses.html.
“Rationalization.” http://www.stopsinning.net/rationalization.html.
“What Grace is Not.” http://www.edwardfudge.com/written/grace03.html.