Welcome

Bekerjalah Untuk Makanan Yang Tidak Dapat Binasa....!!!

Tuesday, 5 July 2011

Baca Gali Alkitab Lukas 18:9-14


BACA GALI ALKITAB
by. Fernando Tambunan 
Disampaikan pada acara Baca Gali Alkitab di Radio Teladan 90,4 FM
Jumat,  18 Maret 2011

NATS : LUKAS 18:9-14 ITB




18:9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:
18:10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
18:11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;
18:12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
18:13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
18:14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."



1.      APA SAJA YANG KUBACA
  1. Ini adalah suatu peristiwa, dimana Yesus menyatakan suatu perumpamaan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua, orang lain. (ayat 9)

  1. Di sini Yesus mengkontraskan antara orang Farisi dan pemungut Cukai.

Siapa sebenarnya orang Farisi itu? :
Farisi adalah suatu golongan dari para rabi dan ahli Taurat yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang pada Taurat Musa dan pada ”adat istiadat nenek moyang” (Matius 15:2). Seluruh hukum dan peraturan mereka taati secara mutlak, mereka hapal isi hukum taurat dan melakukanya.

Siapa sebenarnya pemungut Cukai
Pemungut Cukai adalah: orang yang memungut pajak dari rakyat Israel atas nama pemerintahan Roma. Mereka sangat dimusuhi oleh orang-orang Israel karena mereka dianggap melayani penguasa Roma, dan dengan demikian adalah pengkhianat bangsa. Mereka dipandang sebagai orang tidak beragama dan tidak memiliki hati nurani, yang tidak peduli pada kesejahteraan rakyat Israel, umat Allah, bangsa mereka sendiri.
Dari perbandingan ini kita bisa lihat bahwa orang Farisi adalah orang yang ”BENAR” dan pemungut cukai adalah orang ’BERDOSA’
Perlakuan masyarakat pun kepada kedua golongan ini sangat berbeda kepada orang farisi dihormati dan kepada pemungut cukai dibenci.
     
  1. Di ayat 9 dalam perumpamaan ini, Yesus menggambarkan sikap seorang Farisi yang memandang diri mereka sebagai orang yang khusus dan melebihi orang-orang lain di negerinya di dalam menjalankan rincian-rincian hukum Musa .
Dipenuhi dengan semangat membenarkan diri sendiri dan dengan melemparkan pandangan yang menghina kepada orang-orang lain di sekitarnya, orang Farisi itu berjalan ke Bait Allah untuk berdoa. Di dalam perkataan dan tingkah lakunya orang Farisi ini menunjukkan bahwa dia tidak membutuhkan Allah karena kepercayaannya ada di dalam dirinya sendiri. Keyakinan dirinya begitu besar sehingga dia percaya dapat berbuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkannya. Akibatnya, dia memandang hina orang yang tidak mau atau tidak dapat memenuhi standar ini.
Dia pergi ke Bait Allah di Yerusalem untuk berdoa. Waktunya kira-kira pukul 9.00 atau pukul 15.00, waktu yang ditetapkan untuk berdoa. Dia pergi ke halaman bagian luar supaya dilihat dan didengar oleh orang-orang lain, karena halaman bagian dalam hanya dapat dimasuki oleh para imam. Di halaman itu dia berdiri dan menengadah ke langit dan dia berdoa tentang dirinya sendiri. Doanya berpusat pada diri sendiri, dan dimaksudkan supaya di dengar dengar oleh mereka yang berada di sekelilingnya. Doanya singkat, mempunyai bagian pendahuluan, unsur negatif dan unsur positif.
Doanya dlm ay 11-12: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain -bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Di dalam doa yang relatif singkat ini, penekanannya adalah pada orang pertama tunggal. Kata ganti aku disebutkan setidak-tidaknya empat kali. Orang Farisi tersebut mengucapkan doa ucapan terima kasih. Dia tidak menyampaikan permohonan di dalam doanya, karena dia percaya kepada dirinya sendiri dan kecukupan yang dia miliki. Dia merasa telah melaksanakan semua perintah, sehingga tidak perlu ada pengakuan dosa. Dan komentar tentang sesamanya hanyalah hal-hal yang bersifat negatif. Lagipula, Allah semestinya senang ada orang Farisi yang setia kepada Hukum Taurat, yang berbicara dengan Dia di dalam doa. Orang Farisi tersebut tidak sadar bahwa karunia Allah telah memeliharanya dari kejatuhan ke dalam dosa-dosa yang mengerikan, misalnya merampok, menipu, dan berzinah. Dia tidak menyadari apa artinya hidup dengan hati nurani yang bersalah seperti pemungut cukai.

Dia menyebutkan dua hal istimewa yang dilakukannya di dalam memuji diri sendiri. Pertama, melampaui dan di atas persyaratan Hukum Taurat, dia berpuasa dua kali seminggu. Hukum Taurat menentukan hari puasa secara umum sekali setahun yaitu pada hari Yom Kippur (Hari Penebusan)[5], tetapi memperbolehkan berpuasa kapanpun juga secara sukarela. Orang-orang Farisi menetapkan hari Senin dan Kamis sebagai hari berpuasa dan pada saat itu doa bagi bangsa dipanjatkan[6].
Kedua, meskipun hasil yang dia beli telah dipersembahkan sepersepuluhnya oleh petani, orang Farisi itu ingin meyakinkan bahwa semua yang menjadi miliknya dipersembahkan sepersepuluhnya[7]. Dia ingin menjunjung tinggi hukum Allah meskipun persyaratannya telah dipenuhi oleh orang-orang lain.

Orang Farisi tersebut melihat sekeliling halaman Bait Allah dan melihat ada seorang pemungut cukai. Dia bersyukur kepada Allah bahwa dia tidak sama dengan orang lain, dan yang pasti berbeda dengan pemungut cukai itu. Dia bebas dari dosa-dosa seperti yang dilakukan oleh pengkhianat ini.

  1. Pemungut Cukai
Ay. 13 kita lihat bahwa pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menegadah kelangit, melainkan memukul diri dan berkata: “ Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Kita lihat disini bahwa pemungut cukai ini sadar bahwa dirinya adalah orang berdosa, berbeda dengan orang farisi yang mengangap dirinya benar karena melakukan semua hokum Taurat. Ini senada dengan ungkapan yang disampaikan oleh Paulus - "Di antara mereka akulah yang paling berdosa," (1 Tim.1:15). Paulus tidak berkata, "Aku pernah menjadi yang paling berdosa," tetapi, "Akulah yang paling berdosa, karena aku telah menganiaya Jemaat Allah." Rasul Paulus, sebelum menjadi Kristen, adalah penganiaya jemaat, dan memang banyak pengikut Yesus yang kehilangan nyawanya di tangan Paulus, dan ia tidak pernah melupakan itu. Sekalipun Allah telah mengampuninya, dan ia tahu bahwa ia telah diampuni, tetapi ia tidak pernah melupakan apa yang pernah ia perbuat itu. "Aku orang berdosa," demikianlah ucapan si pemungut cukai itu.

Pemungut cukai itu telah mendengar Firman Allah yang telah menghukumnya karena dosa-dosanya. Hati nuraninya mengganggu dia; dia perlu pertolongan rohani. Dia ingin pergi kepada Allah, tetapi dia terlalu dibebani oleh ketidaklayakan dirinya di dalam pandangan Allah dan manusia. Bahkan dia tidak berani menengadah ke langit, di dalam doa dia hanya berani menadahkan tangannya saja (1 Timotius 2:8). Dia merasa malu dengan dosa yang telah dilakukannya melawan Allah dan sesamanya. Dia menjadi objek caci-maki dan ejekan di antara bangsanya sendiri karena bekerja untuk pemerintah Romawi. Pemungut cukai tersebut tahu bahwa dia telah menggelapkan uang mereka, sehingga mereka memandangnya sebagai seorang perampok dan pengkhianat. Tidak heran kalau orang-orang Parisi melihat dia sebagai seorang berdosa yang telah melanggar hukum Allah.

Pemungut cukai tersebut berhutang uang kepada orang-orang yang telah ditipunya dalam jumlah yang sangat mengejutkan. Dia tidak mungkin dapat membayarnya kembali, dan di samping itu dia tidak ingat berapa banyak orang yang telah menjadi korban penipuannya[9]. Hukum Taurat berbicara dengan jelas mengenai dosa mencuri dengan jalan menipu, "Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya ... maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, atau segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan korban penebus salahnya" (Imamat 6:2-5). Pemungut cukai tidak berani datang ke altar mendekati imam untuk mempersembahkan korban penebus salah. Dia berdiri jauh dari altar. Dia tidak mempunyai tempat untuk pergi kecuali kepada Allah di dalam doa.
Dia harus mengungkapkan rasa bersalahnya, dan dia melakukannya dengan memohon belas kasihan. Dia memohon, "Ya Allah, kasihanilah aku, orang berdosa ini." Dan pada waktu berkata demikian dia memukul-mukul dadanya, menunjuk kepada hatinya yang adalah sumber dosa.

Orang berdosa itu yang menyebut dirinya sebagai pemungut cukai, datang kepada Allah dengan tangan kosong. Dia tidak mempunyai kebaikan-kebaikan dan tuntutan-tuntutan. Alasan dan penjelasan tidak ada dalam pikirannya. Dia tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Dia tahu bahwa dia adalah seorang berdosa yang memohon belas kasihan. Permohonannya, "Ya Allah, kasihanilah aku," merupakan permohonan kepada Allah supaya mengampuni dosanya dan mengalihkan murka-Nya dari dia[10]. Dia meminta belas kasihan, dan hanya itulah yang berani dia minta[11]. Dia berdoa dan menunggu jawaban dari Allah .

  1. Apa jawaban Allah terhadap doa orang Farisi dan Pemungut Cukai?
Bagaimana Allah menjawab doa orang Farisi dan pemungut cukai itu, Yesus menyatakannya di dalam kalimat penutup: "Aku berkata kepadamu: Orang ini [pemungut cukai] pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain [orang Farisi] itu tidak." Allah mendengar dan menjawab permohonan orang berdosa itu di dalam kesedihan yang mendalam karena penderitaan rohaninya.


2.      APA PESAN ALLAH BAGIKU

Peringatan
-          jangan mementingkan hal-hal lahiriah/menyombongkan kebaikan-kebaikan, Allah tidak melihat banyaknya yang kita lakukan tetapi, bagaimana hati kita kepada Dia..
-           Kita benar dihadapan Allah bukan karena rajin beribadah, rajin berdoa, rajin ikut partangiangan/perpulungan jabu-jabu/kebaktian rumah tangga, itu tidak pernah membawa kita kesorga, ke sorga dan keneraka bukan ditentukan berapa banyak kita berbuat baik. Dalam kitab Yesaya dikatakan, Yesaya  64:6 Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin.
-          Ini harus jadi peringatan bagi kita manusia, kita dibenarkan oleh Allah, atau kita masuk surga bukan karena kita berbuat baik, rajin beribadah, rajin ber amal, orang yang dibenarkan oleh Tuhan adalah orang yang sadar dengan semua dosa-dosanya.
-          Jangan menganggap rendah orang lain yang pekerjaanya, rendah atau kotor..
 
Teladan
-         Dari pemungut cukai ini ada hal yang bisa kita teladani, yaitu sadar bahwa dia adalah orang berdosa dan tidak layak dihadapan Tuhan, berbeda dengan orang farisi yang menganggap dirinya benar, justru akhirnya tidak dibenarkan. Karena di hadapan Allah yang penting adalah kita kenal siapa diri kita, sehingga tidak menjadi sombong

Pelajaran:
-         Tuhan Yesus berkata bahwa pemungut cukai itu pulang dan dibenarkan di hadapan Allah. Orang yang menyebut dirinya sebagai "orang berdosa" bersandar sepenuhnya kepada belas kasihan Allah[14]. Sikapnya kepada Allah adalah benar, dan sikap ini menyebabkan dia diterima di dalam Kerajaan Surga sebagai anak Allah. Di dalam keyakinannya yang sederhana dia bergantung pada Allahnya yang tidak mempermalukan imannya. Di hadapan Allah pemungut cukai tersebut dibebaskan, tetapi orang Farisi tidak. Orang yang satu pulang ke rumah sebagai orang kudus, yang lainnya sebagai orang berdosa
-         Aplikasi dari perumpamaan ini tidak dibatasi oleh waktu dan budaya. "Orang-orang Farisi" dan "para pemungut cukai" ada di dalam gereja sekarang ini. Jika kita melihat ke dalam cermin Firman Allah, kita dapat menangkap sinarnya di dalam kehidupan kita. Yesus mengajarkan bahwa kerendahan hati yang benar membawa kepada kemuliaan. Dia memberitahu kita untuk memandang hanya kepada-Nya untuk keselamatan kita. Ketika kita sepenuhnya menyadari ketidakberhargaan diri kita dalam pandangan Allah dan meminta belas kasihan-Nya, Allah mengampuni dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita melalui Anak-Nya. Di dalam kata-kata Paulus, "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa" (l Timotius 1:15).
-         Allah mendengar doa dan melihat ke dalam hati kedua orang itu. Hati orang Farisi merasa dapat mencukupi diri sendiri, sedangkanvhati pemungut cukai itu benar-benar kosong. Orang Farisi dibenarkan dalam pandangannya sendiri dan karena itu tidak membutuhkan belas kasihan Allah. Dia telah memelihara Hukum Taurat dan tidak menyadari dosa yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tetapi pemungut cukai itu menyapa Allah dengan menggunakan baris pertama dari Mazmur 51, yaitu Mazmur tentang penyesalan Daud. Dia berdoa dengan bahasa Kitab Suci, "Kasihanilah aku, ya Allahku ... " (Mazmur 51:1) [13]. Pemungut cukai menambah kata-kata "orang berdosa" ke dalam permohonannya, tetapi perkataan inipun menggemakan perasaan Mazmur Daud. Doa ini merupakan doa Alkitabiah yang dijawab oleh Allah.


3.      APA RESPONSKU

-         Jangan memandang rendah orang lain
-         Sadar bahwa saya adalah orang berdosa dihadapan Tuhan, dan harus selalu rendah hati
-         Saya tidak akan mementingkan hal-hal lahiriah tetapi mementingkan motivasi dan sikap hati ketika datang berdoa dihadapan Tuhan
-         Saya tidak akan egois di dalam doa-doa saya lagi.


Salam BGA, dan selamat ber-BGA. GB